Menjadi Banten dalam Festival Teater Banten 2016


Haris Priadi Bah (berbaju putih), Chavcay Syaifullah (berbaju hitam) sedang mengulas pertunjukan Festival Teater Banten 2016. (Foto: MerahPutih/Abdul Majid)
MerahPutih Budaya - Tujuan dan harapan tidak hentinya menggelora, meski kesemrawutan jelas menghadang kerja kesenian di Banten. Gagasan estetika ibarat candu, menagih tanpa harus mengerti keadaan yang dihadapi penganutnya. Meski begitu, fenomena tersebut semakin tumbuh dan subur di berbagai ruang, komunitas, personal, atau lembaga yang ikut terlibat dalam kerja kesenian.
Karena alasan itu pula, gagasan Festival Teater 2016 dihelat Disbudpar Provinsi Banten bersama Dewan Kesenian Banten (DKB), Senin (9/5), di halaman parkir Taman Budaya Banten. Festival Teater Banten 2016 diselenggarakan guna meredakan dahaga eksplorasi artistik yang nyaris jarang didapatkan di Banten.
"'Banten-Isasi' mengedepankan proses menjadi Banten di segala sudut pandang," papar Ujang, Kepala Bidang Balai Budaya dalam sambutannya mewakili Kepala Disbudpar Provinsi Banten.
"Banten-Isasi" dalam tema di atas yaitu proses menjadi. Sensor artistik memberi identitas sebagai ke-Banten-an yang kuat. Apa yang dilihat menjadi Banten. Apa yang didengar menjadi Banten. Apa yang di pikirkan menjadi Banten. Dan, apa yang diserap menjadi Banten, tanpa harus bersekat mengenai siapa yang mengajari, siapa yang menjadi sutradara, siapa yang menjadi aktor, atau siapa yang mengapresiasi.
Segala bertumpu sebagai ke-Banten-an. Refleksi ke-Bantenan tertuang dalam beragam ide garap, baik pertunjukan secara modern, kontemporer, atau tradisional.
Festival Teater 2016 diikuti 8 komunitas besar di Banten. Tidak terbagi wilayah, tetapi pertimbangan intensitas berkarya. Adapun grup yang didaulat adalah Teater Nol Banten, Teater Agata, Teater Lidi, Teater Wong Kite, Teater Rumah Dunia, Teater Kain Hitam, Teater Kafe Ide, dan Teater Samagaha.
"Tiap grup memiliki gaya. Proses berteater dengan ragam ide garaf, sutradara, aktor, atau kebudayaan. Semuanya dituntut menjadi Banten (dalam perspektif jati dirinya). Dan, saya (kira) hal tersebut berhasil mereka lakuka," jelas Haris Priadie Bah, kala itu dipercaya sebagai pengamat dari delapan pertunjukan. (Dul)
BACA JUGA:
- Kolaborasi Maestro Musik Sunda dan Doulce Mémoire Bikin Hening Teater Kecil TIM
- Teater Cahaya dari Papua, Kisah Teror Naga Jahat
- Teater Cahaya dari Papua, Upaya Melestarikan Seni Indonesia
- Wajah Indonesia dalam Festival Teater Mahasiswa Indonesia
- Dibayar 75 Ribu, Dede Yusuf Tetap Semangat Ikut Teater Wayang
Bagikan
Berita Terkait
TIMFest Kembali Digelar untuk Rayakan Ekosistem Seni di Jakarta

Merayakan Kebaya sebagai Entitas Hidup Bangsa Indonesia

Teater Koma Gelar Pentas 'Matahari Papua', Bicara soal Perjuangan

Indonesia Kaya Siap Luncurkan Drama Cerita Rakyat Bertema Horor

Galeri Indonesia Kaya Tampilkan Drama 'Karaeng Pattingalloang'
