Mengenal Tritura, Suara Rakyat di Tengah Krisis Ekonomi dan Politik


Tritura dikeluarkan oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) di gedung Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. (Foto: Repro buku Orde Baru Koreksi Total Terhadap Perjalanan Sejarah Ba
MerahPutih.com - Halo, Guys! Bayangkan kamu lagi nongkrong di kafe favorit, sambil scroll media sosial atau bikin tugas sekolah.
Tiba-tiba, kamu lihat berita tentang harga jajanan yang terus naik. Harga secangkir es kopi susu yang biasanya kamu beli dengan uang saku, sekarang jadi dua kali lipat dari harga sebelumnya. Bikin mikir dua kali buat beli.
Nah, situasi semacam itu pernah pula melanda Indonesia pada dekade 1960-an. Harga kebutuhan pokok melejit, uang jajan tetap seiprit. Sementara pemerintah enggak becus mengendalikan situasi.
Keadaan semacam itu pernah memicu Tritura pada Senin pagi, 10 Januari 1966.
Tritura, atau Tiga Tuntutan Rakyat, adalah sebuah tuntutan yang lahir dari keresahan masyarakat terhadap kondisi ekonomi dan politik yang semakin memburuk pada dekade 1960-an.
Isi Tritura adalah bubarkan Partai Komunis Indonesia, retool (rombak) Kabinet Dwikora, dan turunkan harga.
Tritura dikeluarkan oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) di gedung Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
KAMI adalah organisasi gabungan (federasi) dari beberapa perkumpulan mahasiswa yang dibentuk di Jakarta pada 26 Oktober 1965.
Pembentukan KAMI terjadi kurang dari sebulan setelah peristiwa G30S/Gestapu 1965 yang dianggap bikinan Partai Komunis Indonesia. G30S/Gestapu mengakibatkan gugurnya tujuh jenderal Angkatan Darat dan mengacaukan situasi politik.
Baca juga:
Demo Mahasiswa 1966, Ketika Suara Anak Muda Mengubah Sejarah Indonesia
KAMI, Kemitraan Mahasiswa dan ABRI
KAMI terbentuk atas dorongan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Mayor Jenderal Sjarif Thayeb. KAMI juga didukung oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang bermusuhan dengan PKI.
Enggak heran bahwa KAMI disebut sebagai strategi kemitraan (partnership) antara mahasiswa dengan ABRI. Sebab keduanya punya target yang sama.
"Dengan target utama penumpasan habis Gestapu/PKI," cerita Christianto Wibisono, mantan anggota KAMI, dalam bukunya, Aksi-Aksi Tritura: Kisah Sebuah Partnership.

KAMI terdiri dari PMKRI (Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), GMKRI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), SOMAL (Sekretariat Bersama Organisasi-Organisasi Mahasiswa Lokal), PELMASI (Pelopor Mahasiswa Sosialis Indonesia), Gemsos (Gerakan Mahasiswa Sosialis), dan IPMI (Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia).
Organisasi-organisasi mahasiswa itu disebut juga sebagai organisasi ekstrauniversitas. Artinya, organisasi itu enggak berada dalam struktur kampus.
Organisasi itu bukan semacam senat atau badan eksekutif yang menjadi bagian resmi dari struktur kampus, atau disebut juga organisasi intrauniversitas.
Selain itu, organisasi ekstrauniversitas lebih punya perhatian pada isu-isu sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan ketimbang organisasi intrauniversitas.
Mengapa sih mahasiswa mencetuskan Tritura lewat KAMI?
Seenggaknya ada tiga alasan utama para mahasiswa mencetuskan Tritura. Pertama, adalah situasi politik yang berbalik arah karena G30S/Gestapu. Kedua, ketidakmampuan Kabinet Dwikora bekerja. Ketiga, krisis ekonomi.
Ketiganya saling berkaitan.
Baca juga:
Sejarah Program Makan Bergizi Zaman Sukarno, Menggugah Kesadaran Gizi Anak Sekolah
PKI Diserang Balik
Sejak awal 1960-an atau masa Demokrasi Terpimpin, PKI mempunyai pengaruh besar dalam dunia politik Indonesia.
PKI adalah pendukung berat gagasan Sukarno tentang revolusi Indonesia yang belum selesai. Artinya, bangsa Indonesia masih jauh dari tujuan revolusinya. Kemerdekaan pada 1945 bukanlah akhir revolusi.
Bagi Sukarno, revolusi Indonesia bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur (sandang-pangan), melenyapkan penjajahan di mana-mana, dan mencapai dasar-dasar bagi perdamaian dunia.
Dalam pidato panjangnya pada 17 Agustus 1959 yang diberi judul "Penemuan Kembali Revolusi Kita", Sukarno menyebut revolusi Indonesia juga mengandung lima gagasan: UUD 1945, Sosialisme ala Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia.

Pidato itu juga dikenal dengan nama Manifesto Politik (Manipol). Lalu tujuan itu diberi akronim USDEK.
Untuk mencapai semua tujuan revolusi, Sukarno meyakini demokrasi Indonesia harus dipimpin olehnya. Maka lahirlah konsep Demokrasi Terpimpin. PKI mendukung konsep ini.
PKI juga membela habis-habisan politik luar negeri Sukarno yang disebut antineoimperialisme dan antineokolonialisme.
Dua politik ini membawa Indonesia berhadapan dengan negara Barat seperti Amerika Serikat dan Inggris yang dianggap dalang dari pembentukan negara boneka Malaysia. Karena itulah muncul kampanye 'Ganyang Malaysia'.
Sebaliknya, Indonesia justru dekat negara-negara berhaluan kiri sosialis atau komunis seperti Yugoslavia, Uni-Soviet, Korea Utara, dan Republik Rakyat China (RRC).
Karena dukungan PKI kepadanya, Sukarno memberi ruang besar pada PKI dalam pemerintahan. Dia memasukkan orang-orang PKI di eksekutif dan legislatif.
"Bagi PKI ini adalah kesempatan besar," kata Adrian Vickers, profesor sejarah dari Universitas Wolonggong, dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern.
Dengan kekuasaan di tangan, PKI merekrut massa sebanyak-banyaknya dan menekan lawan-lawan politiknya.
"PKI mengklaim jumlah anggotanya meningkat luar biasa, sehingga menobatkannya menjadi partai komunis terbesar di luar kubu sosialis atau blok Rusia-Cina," sebut Herbert Feith, penulis buku Sukarno-Militer dalam Demokrasi Terpimpin.
Satu-satunya lawan berat PKI adalah ABRI. Tapi mereka pun berhati-hati dengan PKI.
Situasi berbalik setelah peristiwa G30S/Gestapu 1965. PKI dianggap dalang peristiwa tersebut. Kelompok anti-PKI menggalang kekuatan menyerang balik PKI. Konflik berdarah pecah.
ABRI pun ikutan, dengan mendukung kelompok anti-PKI menyerang balik PKI. Korban jiwa berjatuhan hingga 78 ribu orang sepanjang Oktober 1965-Januari 1966.
Kelompok anti-PKI belum puas. Mereka menuntut pembubaran PKI. Namun, Sukarno belum mau membubarkan PKI.
Baca juga:
Manusia sebagai Subjek, Objek, dan Saksi Sejarah, Mengungkap Kisah di Balik Perubahan Zaman
Kabinet Dwikora I Dianggap Enggak Becus Bekerja
Setahun sebelum peristiwa G30S/Gestapu, Sukarno menyusun sebuah kabinet 'jumbo' yang dikenal sebagai Kabinet Dwikora I. Isinya hampir 100 menteri atau pejabat setingkat menteri.
Nama kabinet ini diambil dari nama kampanye Sukarno pada 3 Mei 1964. Kala itu, dia memperkenalkan jargon 'Dwikora' sebagai strategi yang lebih agresif buat menghadapi Malaysia yang dianggap negara boneka bentukan AS dan Inggris.
'Dwikora' akronim dari dua komando rakyat. Isinya perintah memperkuat ketahanan revolusi Indonesia dan mendukung perjuangan revolusioner di wilayah Malaya, Singapura, Serawak, Sabah, dan Brunei demi menggagalkan pembentukan negara boneka Malaysia.
Kabinet Dwikora I adalah penyusunan ulang (reshuffle) atas Kabinet Kerdja. Sukarno melantik menteri-menteri Kabinet Dwikora I di Istana Negara pada 2 September 1964.

Meski me-reshuffle kabinet, Sukarno enggak mengubah tujuan kabinet baru ini.
"Programnya pada pokoknya tidak berubah... Meskipun dalam kata-kata, dalam bewoordingen da berubah, tetapi pada pokoknya hal sandang-pangan, hal menyelamatkan, mengamankan Revolusi kita ini, hal membangun, seterusnya melanjutkan pembangunan... kita tekankan," kata Sukarno dalam pidato pelantikan Kabinet Dwikora I.
Kabinet Dwikora menghadapi tantangan situasi politik, ekonomi, dan sosial yang berat.
Kala itu, harga-harga kebutuhan pokok melesat cepat. Sementara pemasukan rakyat stagnan.
Firman Lubis, penulis buku Jakarta 1960-an, mengingat betul masa-masa krisis itu. Sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dia merasakan langsung dampaknya.
"Harga-harga kebutuhan hidup terus merayap naik. Inflasi meningkat tajam, bahkan hingga beberapa ratus persen. Berbagai bahan kebutuhan pokok masyarakat semakin sulit didapat," kenangnya.
Bayangkan, pada 1962, harga bakmi masih Rp 5 per mangkuk. Namun, menjelang akhir 1965, harga itu melonjak menjadi Rp 1.500 per mangkuk. Uang beasiswa yang tadinya cukup untuk hidup, kini tak berarti apa-apa.
Ekonomi Terpimpin yang dicetuskan oleh Sukarno sebagai jalan menuju masyarakat adil dan makmur kian sulit tercapai.
Konfrontasi dengan Malaysia turut menjauhkan Indonesia dari tujuan Ekonomi Terpimpin. Pembiayaan terbesar pemerintah mengalir ke bidang keamanan dan mobilisasi massa ganyang Malaysia.
Orang-orang dalam Kabinet Sukarno juga tak pernah bisa sejalan. Sebelum Kabinet Dwikora dibentuk, Sukarno telah me-reshuffle kabinetnya beberapa kali.
“Ini berarti secara politik Sukarno tidak berhasil menciptakan pemerintahan yang stabil dalam menjalankan program-programnya,” ungkap Amiruddin al Rahab, penulis buku Ekonomi Berdikari Sukarno.
Situasi ini mengundang kecaman banyak orang terhadap Kabinet Dwikora I. Mereka menilai Kabinet Dwikora I enggak becus bekerja. Apalagi situasi ekonomi memburuk.
Baca juga:
Apa sih Guna Sejarah? Dari Mengangkat Orang-Orang Kecil sampai Fondasi untuk Bangun Masa Depan
Krisis Ekonomi 1960-an
Krisis ekonomi dekade 1960-an bermula dari kebijakan Sukarno menempatkan ekonomi di bawah strategi politik umum sejak akhir 1950-an.
“Tujuan-tujuan ekonomi, sering kali dicampuradukan dengan tujuan-tujuan politik kebudayaan,” catat Thee Kian Wie dalam “Krisis Ekonomi di Indonesia Pada Pertengahan 1960-an dan Akhir 1990-an Suatu Perbandingan”, termuat dalam buku Dari Krisis ke Krisis.
Sukarno mengganggap perencanaan terpusat itu penting. Dia juga bilang kendali ketat terhadap perdagangan luar negeri dan pembatasan modal asing sebagai syarat mencapai kemerdekaan ekonomi sepenuhnya.
Gagasan itu termuat dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (1961—1968). Tapi rencana besar ini enggak imbang dengan kemampuan pemerintah.
“Ambisius dan tidak realistis,” jelas Thee Kian Wie.

Buat mencapai target Rencana Pembangunan Lima Tahun, pemerintah mengubah posisi Bank Indonesia (BI). Tadinya BI bebas membuat kebijakan sendiri tanpa campur tangan pemerintah.
Di bawah Sukarno, BI harus turut perintah. Akhirnya, BI jadi alat pemerintah.
Bank Indonesia diperintahkan mencetak uang sebanyak-banyaknya. Uang itu digunakan buat pembangunan Proyek Mercusuar (kompleks olahraga Senayan, Jembatan Semanggi, Gedung DPR/MPR), mengganyang Malaysia, nasionalisasi perusahaan asing, dan pembelian peralatan tempur.
Akibatnya gawat. Peredaran uang di masyarakat meningkat pesat, tapi nilainya kian hari kian merosot. Sebaliknya, harga barang justru naik. Keadaan ini disebut inflasi.
Beban utang luar negeri dan kebutuhan belanja impor pemerintah menambah parah kondisi perekonomian. Jumlah utang mencapai 530 juta dolar AS pada 1965, sedangkan nilai impor menyentuh 560 juta dolar AS.
Padahal pendapatan dari ekspor hanya 450 juta dolar AS. Dengan demikian, keuangan Indonesia benar-benar defisit.
Di kalangan mahasiswa sendiri, hidup sama beratnya. Ongkos naik bus yang tadinya Rp 200, naik jadi Rp 1.000 pada 7 Januari 1966.
"Mahasiswa-mahasiswa sekarang sudah tidak tahan lagi untuk hidup karena harga-harga yang melambung setinggi langit," catat Soe Hok Gie, seorang mahasiswa UI, dalam catatan hariannya yang dibukukan dengan judul Catatan Seorang Demonstran.
Pertikaian politik yang kusut, ditambah situasi sosial yang semrawut, dan ekonomi yang karut-marut akhirnya memicu mahasiswa menuntut perubahan lewat Tritura.
Menurut Soe Hok Gie, penetapan Tritura di gedung FKUI itu bersejarah banget sekaligus mengulang pola sejarah.
"Di Gedung ini pula dua puluh tiga tahun yang lalu mahasiswa-mahasiswa Indonesia berontak terhadap Jepang karena tidak mau digunduli kepalanya," tulis Gie.
"Dan empat puluh delapan tahun yang lalu sekelompok pemuda dan siswa-siswa Sekolah Dokter Jawa di Bawah pemuda Sutomo mencetuskan Budi Utomo, dan dengan demikian mulailah awal dari pergerakan nasional Indonesia."
Nah, itulah sejarah Tritura. Mahasiswa dan kaum muda ternyata enggak cuma diam melihat harga-harga naik dan situasi politik-sosial memburuk.
Jadi, siapkah kamu jadi bagian dari perubahan berikutnya? (dru)
Baca juga:
Perdebatan Libur Puasa Anak Sekolah, Pola Sejarah yang Berulang
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
1 Oktober Memperingati Hari Apa? Dari Hari Kesaktian Pancasila hingga Tragedi Kanjuruhan

30 September Memperingati Hari Apa? Ada G30S/PKI hingga Momen Penting Dunia

29 September Diperingati Hari Apa? Ini Daftar Lengkap dengan Fakta Sejarahnya

27 September Memperingati Hari Apa? Lengan dengan Sejarah dan Fakta Menarik

25 September Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Peristiwa Penting dan Fakta Menariknya

23 September Memperingati Hari Apa: Ini Fakta Lengkapnya

22 September Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Peringatan Penting dan Fakta Menariknya

19 September Memperingati Hari Apa? Fakta Sejarah Ini Jarang Diketahui!

18 September Memperingati Hari Apa? Kamu Harus Tahu!

16 September Memperingati Hari Apa? Ini 5 Sejarah Penting yang Terjadi
