Masnawati Patahkan Mitos 'Kutukan Miskin' Petani Indonesia
 Wisnu Cipto - Rabu, 25 April 2018
Wisnu Cipto - Rabu, 25 April 2018 
                Tanaman Kakao alias Coklat. Foto: ArgoIndonesia
MerahPutih.com - Masnawati, perempuan asal Desa Tarengge, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur, berhasil memutarbalikan mitos petani Indonesia, negara yang terkenal kaya dengan sumber daya alam ini, ditakdirkan miskin. Uang puluhan juta hampir pasti ada di tangan perempuan itu dari hasil menjual hasil pertaniannya setiap bulannya.
Terlahir dari kalangan keluarga petani sederhana, perempuan belia ini ingin mengubah pandangan petani identik miskin. Khususnya, tentang teori kemiskinan terstruktur ada di kalangan petani, jika neneknya petani miskin, maka hingga anak cucunya juga bernasib serupa.
"Sebenarnya sejak memasuki bangku SMP sudah mencari sekolah yang menjurus ke pertanian, namun belum ada. Nanti setelah masuk ke jenjang SMA baru bisa masuk ke SMK Pertanian," kata Masnawati, saat ditemui di kampung halamannya, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, baru-baru ini.
 
Alasan Masnawati masuk SMK Pertanian, karena penasaran ingin mengetahui seluk-beluk pertanian agar dapat membantu orang tua mengembangkan tanaman kakao yang sudah dikembangkan turun-temurun. Selepas lulus SMK Pertanian, niat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi tertunda, karena alasan biaya.
Masnawati lalu memutar otak untuk mengumpulkan biaya untuk persiapan mendaftar ke perguruan tinggi tahun berikutnya. Untuk itu, dia pun ingin mengembangkan ilmunya yang di dapat di bangku SMK Pertanian. Dengan modal hasil berkongsi dengan empat teman SMK-nya, dia mengembangkan pembibitan tanaman kakao dengan hanya modal Rp2,5 juta.
"Pengetahuan usaha pembibitan kakao ini seperti teknik sambung samping atau sambung pucuk didapatkan pada masa praktek kerja lapang (PKL) di perusahaan kakao PT MARS," kata anak ke-5 dari tujuh bersaudara ini, dilansir Antara.
Setelah bibit tanaman kakao terjual, biaya operasionalpun dikeluarkan dan laba kemudian dibagi bersama. Namun dari lima orang perkongsian ini, hanya Masnawati yang melanjutkan usaha ini, sementara keempat temannya beralih mencari pekerjaan baru dan ada juga yang melanjutkan pendidikan.
 
Belum Setahun Sudah Untung Rp100 Juta
Setiap hari berada di antara bibit tanaman kakao yang memberinya inspirasi untuk mengembangkan usahanya lebih besar lagi. Apalagi, peluang cukup besar usaha ini karena permintaan bibit tanaman kakao yang relatif stabil misalnya permintaan dari dari Malili, Soroako di Sulsel hingga sejumlah daerah di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Merawat tanaman dengan menyiram, menyemprot hama dan membuat sambung samping maupun sambung pucuk, sudah menjadi rutinitas Masnawati di halaman samping rumahnya yang telah disulap menjadi lahan pembibitan sejak 2017.
Meskipun baru berjalan kurang lebih setahun usahanya itu, Masnawati sudah mampu mengembangkan 20 ribu batang bibit tanaman kakao per tahun dan hasil penjualannya mencapai Rp100 juta. Dari nilai jual bibit tanaman kakao itu, terdapat laba bersih sebesar Rp60 juta setelah mengeluarkan biaya operasional sekitar Rp40 juta.
Dengan pendapatan ini, Masnawati mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, merenovasi rumah orang tua dan membantu biaya sekolah adik-adiknya, termasuk menyelesaikan kuliahnya di Politeknik Pertanian Universitas Hasanuddin. "Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa usaha saya ini perlahan-lahan dapat mengangkat perekonomian keluarga kami," katanya dengan mata nanar.
 
Tinggalkan Cita-Cita Jadi PNS
Awalnya, Misnawati mengaku pernah ingin menjadi menjadi pegawai negeri sipil (PNS) sebagaimana harapan pada umumnya anak-anak di desanya. Namun, kini cita-cita itu pun berganti untuk menjadi petani agar bisa menularkan ilmu dan keterampilan yang dimilikinya agar petani lainnya juga dapat menikmati usahanya.
Tantangan terbesarnya, Minaswati ingin membuktikan penghasilan petani tidak kalah dengan gaji PNS, bahkan jauh melampaui mereka. Apalagi, kata dia, profesi petani sangat menyenangkan karena dapat mengatur waktu sendiri alias tidak terikat jam kerja seperti pegawai kantoran.
Perempuan itu mengaku dapat menggunakan waktu untuk urusan keluarga ataupun menjadi penyuluh atau pendamping petani dalam mengembangkan usahanya. Minaswati juga berpesan kepada sesama petani jangan pernah berkecil hati karena profesi itu dapat menjanjikan kesejahteraan saat bersungguh-sungguh menekuninya. "Jadi tidak ada alasan takut menjadi petani karena takut menjadi miskin," tandasnya. (*)
Bagikan
Wisnu Cipto
Berita Terkait
Menteri Amran Klaim Petani Muda Hasilkan Pendapatan Rp 20 Juta Per Bulan
 
                      Anak Petani Raih Gelar Doktor Disertasi Kupas Sistem Aplikasi SRIKANDI DPR
 
                      Audiensi Petani dengan DPR dan Pemerintah Bahas Reforma Agraria
 
                      Aksi Hari Tani Nasional, Petani Indramayu Tuntut Perbaikan Irigasi dan Modernisasi Pertanian
 
                      Hari Tani Nasional, Komisi IV DPR Desak Pemerintah Harus Siapkan Peta Jalan Pertanian Indonesia
 
                      Hari Tani Nasional 24 September: Ketahui Sejarah, Makna, hingga Ironinya di 2025
 
                      Mentan Ogah Kompromi ke Pelaku Praktik Curang Beras dan Pupuk, Sangat Rugikan Petani
 
                      Kereta Khusus Pedagang dan Petani Segera Meluncur, Jam Operasional Sedang Dikaji
 
                      Kesejahteraan Petani Tidak Terpengaruh Penurunan Harga Beras Menurut Menteri Pertanian
 
                      Petani Tebu Menjerit, Puluhan Ribu Ton Gula Menumpuk di Gudang Nilai Capai Ratusan Miliar Rupiah
 
                      




