Luruskan Simpang-siur Isu Pajak Sepeda, Kemenhub Desak Pemda Bikin Regulasi


Brompton, sepeda lipat penuh gengsi (Foto: MP/Leonard GI)
MerahPutih.com - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan mendorong pemerintah daerah (Pemda) untuk membuat regulasi khusus bagi para pengguna sepeda yang kini marak digunakan sebagai moda transportasi di era normal baru saat pandemi COVID-19.
“Kami akan mendorong pemerintah daerah untuk mengatur penggunaan sepeda ini minimal dengan menyiapkan infrastruktur jalan maupun ketentuan lain yang mengatur khusus para pesepeda ini di wilayahnya masing-masing,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati dalam keterangannya dikutip dari Antara, Selasa (30/6).
Baca juga:
Mungil Tapi Mahal, 5 Merek Sepeda Lipat dengan Harga Fantastis
Adita menjelaskan langkah Kemenhub ini merujuk aturan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sepeda dikategorikan sebagai kendaraan tidak bermotor sehingga pengaturannya dapat dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Terkait simpang-siur isu bakal kembali dihidupkan kembali aturan pajak sepeda, Adita tegas membantah. Yang benar, kata dia, Pemerintah sedang menyiapkan regulasi untuk mendukung keselamatan para pesepeda, bukan aturan penerapan pajak baru.
“Pada prinsipnya kami sangat setuju adanya aturan penggunaan sepeda mengingat animo masyarakat yang sangat tinggi harus dibarengi dengan perlindungan terhadap keselamatan pesepeda," tutup pejabat Kemenhub itu.
Baca Juga:
Indonesia sebelumnya pernah menerapkan aturan surat pajak untuk sepeda sejak medio 1960-an. Kala itu dikenal dengan istilah plombir. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), plombir diartikan sebagai materai dari timah dan digunakan sebagai tanda sudah membayar pajak kendaraan.
Kendaaran di sini bukan kendaraan seperti mobil atau motor, melainkan andong, becak, dan sepeda. Singkatnya, plombir serupa dengan STNK yang berisi informasi mengenai kendaraan dan pajak. Jika STNK bisa ditaruh di dompet atau kantong, plombir justru ditempel pada badan sepeda.

Pemerintah mencetak lempengan logam yang diukir sesuai dengan logo pemerintah daerah masing-masing. Di era 1970-an, lempengan logam ini berubah menjadi stiker. Pajak yang dikenakan pun tergantung jenis sepedanya.
Biasanya nilai pajak yang dikenakan berkisar Rp50, Rp100, Rp200, Rp250, bahkan lebih tinggi. Makin mahal harga sepeda, semakin mahal pula pajak yang harus dibayar. Misalnya sepeda phoenix, pajak sepeda ini bisa mencapai Rp 500 per tahunnya, sedangka sepeda onthel hanya Rp100 hingga Rp200 tiap tahunnya.
Masuk 1990-an, pemerintah sudah tidak lagi memberlakukan plombir atau pajak sepeda. Namun, kini plombir menjadi salah satu barang yang dicari untuk dikoleksi, atau bahkan untuk ditempel di bodi sepeda para kolektor.
(*/And)
Baca juga:
Bagikan
Wisnu Cipto
Berita Terkait
Pemprov DKI Jakarta akan Bangun Jalur Sepeda Tambahan Sepanjang 3,8 Km dengan Konsep Complete Street

Dishub DKI Targetkan Pemeliharaan Jalur Sepeda Usai Lampaui Target 2025

Dishub DKI Jakarta Bangun 3,8 Km Jalur Sepeda Baru Tahun Ini, Fokus pada Keamanan dan Kenyamanan Pesepeda

MRT Jakarta Bantu Pelanggan yang Kehilangan Sepeda Lapor ke Polsek Setiabudi

Viral Sepeda Rp 3,3 Juta Hilang Dicuri di Parkiran MRT Setiabudi, Polisi Cek TKP

Pilkada DKI Jakarta: Program Fasilitas Non Jalur bagi Pengguna Sepeda Komuter

Tim Balap Sepeda Indonesia Berpeluang Loloskan Atletnya ke Olimpiade Paris 2024

Fasilitas Penitipan Sepeda Perlu ada di Halte

DKI Tak Anggarkan Penambahan Jalur Sepeda pada 2024

Aston Martin Luncurkan Road Bike dengan Material Istimewa
