Kembalikan Batik Kembali, Upaya Pelestarian Batik ala I Am Indonesian

 Irene Gianov Irene Gianov - Minggu, 30 April 2017
Kembalikan Batik Kembali, Upaya Pelestarian Batik ala I Am Indonesian
Pameran koleksi batik pada acara I am Indonesian, Kembalikan Batik Kembali (Foto MP/ Irene Gianov)

Oscar Lawalata kembali membuat gebrakan lewat gerakan I am Indonesian. Sukses dengan dua kampanye sebelumnya yang bertema 100 Wanita Inspiratif dan Para Pekerja Seni, kali ini ia menggelar kampanye ketiga bertema 'Kembalikan Batik Kembali'.

Kampanye dimeriahkan pula dengan pameran batik yang digelar di Hotel The Dharmawangsa pada tanggal 29-30 April 2017, pukul 10.00-19.00 WIB. Ada tiga jenis batik yang dijadikan primadona, yakni batik tanahan, sogan, dan prada. Ketiganya masuk dalam kelompok batik tulis.

Batik merupakan warisan budaya yang sudah dikukuhkan UNESCO sekaligus menjadi salah satu kekayaan dunia milik Indonesia. Ternyata batik punya 'kekuatan', karena dilihat dari proses pembuatan dan pengrajinnya, bukan sekadar dari nilai estetisnya saja.

Batik tanahan menekankan pada pewarnaannya yang menggunakan bahan alam. Batik sogan memiliki kekhasan dengan teknik, titik, detail, dan motif yang berlatar belakang historis. Kemudian, prada pada pembuatannya menggunakan tinta emas sehingga terlihat eksklusif.

"Banyak proses pembuatan batik menggunakan teknologi dan pasarnya semakin besar. Batik-batik tradisional seperti tanahan, sogan, prada makin langka. Ada keterbatasan, dari minimnya pendanaan dan binaan. Perajin mulai kesusahan. Untuk bersaing di pasar kecepatan produksi dan lain-lain kan penting," ujar Ludia, Chef of Sales and Marketing I am Indonesian menjelaskan awal mula pencanangan kampanye "Kembalikan Batik Kembali".

Kain-kain Tanahan, Sogan, dan Prada dipajang menggantung di ruangan pameran (Foto MP/ Irene Gianov)


Pameran diusung dengan konsep cukup unik. Belasan mannequin terpajang di sisi kiri dan kanan ruangan. Kemudian terlihat gantungan-gantungan tempat mencantelkan pakaian dan kain. Lantas, ada pula belasan kain dengan ukuran bervariasi antara 2,5-3,5 meter dipajang di ruangan. Tujuannya agar pengunjung mengetahui bahwa 'tuan rumahnya' adalah batik tersebut. Satu lembar kain dijual Rp15 juta. Sementara pakaian dijual dengan harga Rp8,5-Rp12 juta, serta ada yang satu set dengan kain dan syalnya.

Kain dibuat secara handmade oleh perajin di desa binaan di Pekalongan, Solo, dan Semarang. Sebelumnya, pengrajin desa tersebut dibina untuk mengetahui pewarnaan motif. Hasil penjualannya pun akan dibuat untuk modal para perajin selama 1,5 tahun.

Akan ada pula kegiatan pengumpulan 100 pembeli kain yang akan menjadi The Philanthropist. Para pembeli kain yang menjadi bagian dari gerakan ini dan nantinya akan dipotret mengenakan kain mereka dan dibuatkan sebuah buku.

Oscar Lawalata, pemrakarsa I Am Indonesian (Foto MP/ Irene Gianov)

I Am Indonesian merupakan gerakan cinta Indonesia yang diprakarsai Oscar Lawalata dan timnya. Bekerja sama dengan partner-partner pendukung budaya, ia mencetuskan sebuah gerakan yang dapat meningkatkan kebanggaan terhadap budaya Nusantara.

Misi I am Indonesian sifatnya general sehingga tema kampanye yang diangkat pun beragam, mulai dari kisah tentang seniman hingga kain. Segmen yang dibidik pun lengkap, dari anak muda hingga dewasa. Ke depan, I am Indonesian juga berencana mengampanyekan gerakan cinta Indonesia kepada anak-anak.

"Mungkin, masih mungkin ya, yang menarik itu tentang anak. I Am Indonesian Anak," ungkap Ludia saat ditanya mengenai proyek I am Indonesian berikutnya. Di mata Ludia, anak-anak sekarang sudah mengetahui berbagai cerita internasional. Padahal cerita-cerita seputar Indonesia pun menarik untuk dipelajari.

Kenali pula motif batik khas Kulon Progo lewat artikel ini.

#Batik #Kain Batik #Kampanye
Bagikan
Ditulis Oleh

Irene Gianov

Love Indonesia
Bagikan