Kejagung Didesak Perluas Pemeriksaan Dugaan Korupsi Anak Usaha Pertamina


Gedung Pertamina. (MP/Kanu)
MerahPutih.com - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memperluas penyidikan.
Hal itu berkaitan dengan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero), Subholding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.
Menurut Koordinator MAKI Boyamin Saiman, belum ada pemeriksaan terhadap 79 KKKS yang terdaftar di Ditjen Migas hingga saat ini, meski kasus telah menimbulkan kerugian besar bagi negara.
Ia juga menyoroti peran Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT) atau broker dalam impor minyak mentah dan BBM yang diduga menyebabkan kerugian negara Rp 11,7 triliun.
Baca juga:
Jelang Lebaran 2025, Harga BBM Pertamina, Shell, Vivo, dan BP Tidak Berubah Sejak Awal Maret
"Nama-nama broker seperti FPS alias Jaamesh, ST, DNW, dan Widodo Ratanachaitong sudah lama dikenal di industri ini. Namun, hingga kini mereka belum diperiksa," ujar Boyamin dalam keterangan tertulis, Rabu (26/3).
"Kami mendesak jaksa penyidik segera memeriksa pihak-pihak ini guna menghindari praktik tebang pilih dalam pemberantasan korupsi," imbuhnya.
Selain itu, MAKI juga mempertanyakan kebijakan pemberian kompensasi dan subsidi pada 2023 yang diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 147 triliun.
Ia menilai, para tersangka tidak berwenang mengambil keputusan kebijakan, sehingga pihak yang bertanggung jawab seharusnya juga dimintai pertanggungjawaban hukum.
Tak hanya itu, MAKI menyoroti dugaan mark-up biaya pengiriman minyak oleh lima perusahaan pelayaran yang bekerja sama dengan PT Pertamina International Shipping.
"Perusahaan-perusahaan tersebut diduga melakukan mark-up hingga lebih dari 30 persen, namun hingga kini belum ada pemeriksaan dari jaksa penyidik," katanya.
Ia juga menyoroti Kejaksaan Agung RI yang merilis jumlah total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun, terdiri dari beberapa komponen.
Komponen tersebut termasuk kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sebesar Rp 35 triliun dan kerugian impor melalui broker sebesar Rp 11,7 triliun.
Boyamin menegaskan, Kejagung perlu memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai hubungan antara para tersangka dengan lima komponen utama kerugian negara dalam kasus ini kepada publik.
Ia meyakini, penyidikan masih terbatas pada cluster kecil, sementara kasus ini seharusnya diperluas untuk mengungkap lebih banyak pihak yang bertanggung jawab.
"Demi tegaknya keadilan, kami meminta agar penyidikan diperluas, sehingga semua pihak yang terlibat bisa dimintai pertanggungjawaban," tandasnya. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Legislator NasDem Apresiasi Kejagung Kembalikan Rp 13 Triliun Uang Negara dari Kasus Ekspor CPO

Hakim Pengadil Tom Lembong Bakak Disidang KY di Akhir Bulan, Tom Sampaikan Apresiasi

Kejagung Setor Uang Sitaan CPO Rp 13,2 T, DPR Minta Buru Aset Koruptor Lain

KPK Kirim Sinyal Bahaya, Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran Diperkuat dengan Integrasi Pencegahan dan Penindakan

Uang Korupsi CPO Rp 13 Triliun Dikembalikan ke Negara, Prabowo: Ini Pertanda Baik di 1 Tahun Pemerintahan

Uang Triliunan dari Kasus Korupsi CPO ‘Penuhi’ Ruangan Kejagung, Presiden Prabowo: Ini untuk Renovasi 8.000 Sekolah

Momen Presiden Prabowo Saksikan Penyerahan Uang Senilai Rp13,2 Triliun Hasil Korupsi CPO di Kejagung

Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas

Kejagung Terima Pengembalian Hampir Rp 10 Miliar dari Kasus Chromebook, Bukan dari Nadiem Makarim

Uang Dugaan Korupsi Laptop Chromebook Baru Balik Rp 10 M, Padahal Kerugian Capai Rp 1,98 T
