Keindahan Peleburan Budaya di Kampung Muslim Pegayaman


Warga muslim hidup damai dengan nonmuslim. (foto:beritabali)
DI Kabupaten Buleleng, Bali, akulturasi budaya Bali dan ajaran Islam terjalin harmonis. Berabad-abad lamanya, umat muslim hidup rukun dengan saudara nonmuslim. Bahkan, keberadaan mereka menciptakan budaya peleburan yang indah bernapaskan toleransi.
Kampung Pegayaman merupakan sebuah desa di Kecamatan Sukasada, Sebanyak 90% penduduk Kampung Pegayaman ialah muslim. Meskipun demikian hubungan antara masyarakat muslim di Pegayaman dan orang-orang Hindu di sekitarnya telah terjalin sejak abad ke-17. Seperti dilansir laman Bimas Islam Kemenag RI, penduduk Kampung Pagayaman dipercaya berasal dari para prajurit Jawa atau kawula asal Sasak dan Bugis yang beragama Islam. Mereka dibawa Raja Buleleng pada zaman kerajaan Bali. Mereka kemudian ditempatkan di daerah berbukit yang dikelilingi pepohonan rindang.
BACA JUGA:
Meski menjaga tradisi asal dan agama Islam, masyarakat muslim di daerah tersebut tetap menyerap banyak budaya Bali. Sebagai contoh, bahasa Bali kerap digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dalam sistem pengaturan desa, Pegayaman menerapkan sistem banjar dengan membagi desa menjadi lima banjar, yaitu Dauh Margi (sebelah barat jalan), Dangin Margi (timur jalan) Kubu Lebah, Kubu, dan Amertasari. Yang tak kalah unik, pertanian di daerah Pegayaman pun tetap mengandalkan sistem subak yang bersumber dari satu bendungan bersama, yaitu Bendungan Yeh Buus.

Akulturasi budaya Bali, agama Hindu, dan agama Islam amat kentara terlihat di Desa Pegayaman. Seni burde (burdah) dan sokok base (daun sirih) merupakan contohnya. Seni burde adalah perpaduan lantunan salawat, seni tabuh, dan gerak tari Pegayaman. Nada lagu dan tariannya mirip dengan seni tradisional Bali. Sementara itu, sokok base adalah rangkaian daun sirih, kembang, buah, dan telur, pada batang pisang yang mirip dengan pajegan yang merupakan sarana upacara di pura Hindu.

Tradisi akulturasi lainnya ialah budaya bertukar makanan saat Lebaran yang disebut ngejot. Dalam tradisi Hindu, ngejot dilakukan saat menggelar hajat pernikahan atau upacara keagamaan. Selain itu, saat Lebaran tiba, perayaan Idul Fitri penduduk Pegayaman pun banyak mengenakan pakaian ataupun aksesori ala Bali.
Yang amat menarik, nama warga di Desa Pegayaman kerap merupakan perpaduan unsur nama Bali, Arab, dan terkadang Jawa. Oleh karena itu, nama Wayan Muhamad atau Made Yunus umum di desa ini.(dwi)
Bagikan
Berita Terkait
Tradisi Yaa Qowiyyu Klaten, Ribuan Warga Berebut Gunungan Apem

Tradisi Murok Jerami Desa Namang Resmi Diakui Jadi Kekayaan Intelektual Khas Indonesia

PT KAI Angkut 4,3 Juta Orang Pemudik, Ada 10 KA Jarak Jauh Jadi Favorit

Lebaran Sapi, Tradisi Unik Warga Lereng Merapi Boyolali Rayakan Hewan Ternak

Hal Unik Yang Terjadi di Tradisi Kupatan Setiap 8 Syawal di Indonesia

Filosofi Tradisi Kutupatan Jejak Peninggalan Sunan Kalijaga

Prabowo Senang Menteri Kerja Keras Redam Gejolak Harga Pangan di Saat Ramadan dan Idul Fitri

4 Tips Prank April Mop Sukses Mengundang Gelak Tawa

5 Film Karya Sineas Indonesia Yang Bisa Jadi Pilihan Saat Nikmati Libur Lebaran

Doa Bagi Mereka Yang Amalkan Salat Kafarat
