Kebiasaan Selfie Masyarakat Indonesia Dianggap Tidak Baik oleh Media Asing


Pantauan udara di pesisir pantai yang terdampak tsunami selat sunda (MP/Rizki Fitrianto)
ORANG Indonesia sangat suka selfie dan membagikan momennya di jejaring sosial. Mulai dari pernikahan, nongkrong bersama teman, makan di restoran hingga saat ada musibah. Hal terakhir mungkin membuat dahimu mengernyit. Tetapi demikianlah faktanya. Kebiasaan aneh ini juga mendapat sorotan dari dunia internasional.
Salah satu media asing, The Guardian mengangkat kebiasaan aneh ini. Dalam tulisannya, reporter The Guardian yang bernama Jamie Fullerton bertemu dengan empat orang perempuan di lokasi bencana alam Tsunami, Selat Sunda. Keempatnya terlihat melakukan swafoto.
1. Sebagai bukti sudah ada di tujuan

Sekilas tak ada yang aneh dari hal tersebut. Namun jelas terlihat bahwa latar tempat mereka foto adalah lokasi kejadian yang sudah hancur lebur. Tampak genangan air, mobil dan peralatan pertanian yang sudah hancur lebur, dan pantai yang telah menewaskan hampir 500 orang.
Dalam artikelnya, Fullerton menuliskan bahwa Solihat dan ketiga temannya menempuh perjalanan dua jam dari Cilegon ke lokasi kejadian. Ia dan teman-teman pengajiannya membawa sumbangan berupa pakaian untuk korban tsunami. "Foto itu ada di Facebook sebagai bukti bahwa kami benar-benar ke sini untuk memberikan bantuan," tulis Fullerton mengutip kata Solihat.
Solihat berdalih bahwa foto-foto yang memperlihatkan kehancuran dapat membuat orang-orang mensyukuri kehidupannya saat ini. "Gambar-gambar ini lebih disukai orang karena mengingatkan mereka untuk selalu bersyukur," imbuhnya.
2. Untuk kebutuhan media sosial dan pengingat kehidupan

Fullerton coba bertanya kepada keempatnya, apakah pantas mengambil selfie di lokasi yang menyembunyikan banyak mayat? Solihat pun mengatakan bahwa itu semua tergantung dari niat. "Jika kamu mengambil selfie untuk pamer, jangan lakukan itu tetapi jika kamu melakukannya untuk berbagi kesedihan tidak apa-apa," kilahnya.
Selain Solihat, seorang remaja berusia 18 tahun, Valentina Anastasia rela melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Banten selama tiga jam hanya untuk mengambil foto di lokasi kejadian tsunami. "Saya ingin melihat kehancurannya dan ingin tahu seberapa besar dampaknya kepada masyarakat Banten," tuturnya kepada Fullerton.
Ketika Fullerton bertanya berapa banyak foto narsis yang diambil oleh gadis itu, ia justru tertawa terbahak-bahak. "Banyak! Untuk media sosial, grup WhatsApp dan lain-lain," tukasnya sembari memamerkan foto yang telah ia ambil dilokasi kejadian.
3. Orang Indonesia tidak peka

Selain mereka, masih banyak orang Indonesia yang asyik berselfie di zona tsunami. Tanpa kepekaan, mereka asyik mengabadikan foto di tempat yang telah menelan ratusan nyawa. Bahkan mungkin masih banyak mayat yang tertimbun di belakang foto narsis mereka. Salah satu korban selamat, Bahrudin mengungkapkan kekecewaannya. Berulang kali Fullerton mendengar kata kecewa terlontar dari mulut Bahrudin. Ia berharap, masyarakat yang datang lebih peka. (avia)
Bagikan
Berita Terkait
BRIN Lakukan Ekspedisi Maritim Pelajari Tsunami Akibat Tumbukan Lempeng Australia–Jawa, Ajak Peneliti China

Ayah Tiri Tega Cabuli Anak Selama 2 Tahun di Banten, Bahkan Minta Direkam

Banten Akan Dilanda Cuaca Ekstrem dan Gelombang Tinggi dalam Sepekan Ke depan

Tsunami Besar di Selatan Jawa Berpotensi Terulang, Tunggu 200 Tahun Kedepan

Peringatan Tsunami Sudah Dicabut, Rusia Dihantam Gempa Susulan M 6,7

Tsunami Pasca Gempa Rusia Mereda, Jepang dan Kamchatka Cabut Peringatan!

Gelombang Melemah, BMKG Cabut Peringatan Dini Tsunami akibat Gempa Rusia

Otoritas Kamchatka Umumkan Pencabutan Peringatan Tsunami

Warga Hawaii Ramai-Ramai Menjauh dari Pantai saat Gelombang Tsunami Tiba, tak Mau Ambil Risiko

Tsunami Akibat Gempa Rusia Hantam 9 Titik di Indonesia, Paling Tinggi 20 CM
