Karya Sinema Anak Bangsa yang Sukses Masuk Festival Film Internasional di 2023


Film Budi Pekerti masuk dalam daftar karya sinema anak bangsa yang masuk festival film internasional di 2023. (Foto: Instagram/wregasbhanuteja)
SEDERET film dan series dari sineas Indonesia sukses menjajaki panggung Internasional di sepanjang 2023. Kualitas karya sinema anak bangsa semakin mampu bersaing dengan film-film dari mancanegara. Hal ini dibuktikan lewat keikutsertaan film dan series Indonesia di berbagai festival film internasional yang hadir di sepanjang 2023.
Menjadi kebanggan tersendiri, ketika karya sinema Indonesia mendapatkan apresiasi dari khalayak internasional. Mulai dari festival film di Toronto hingga Busan, berikut film dan series Indonesia yang berhasil masuk dalam festival film internasional sepanjang 2023.
Budi Pekerti
Film Budi Pekerti berhasil mendulang apresiasi dan respons positif dari audiens di Toronto International Film Festival (TIFF) 2023, karena cerita dan pesan yang disampaikan bertalian erat dengan kondisi global saat ini juga kehidupan pribadi penonton di Toronto.
Budi Pekerti mendapat banyak respon positif seperti apresiasi terhadap estetika, kreativitas warna, sinematografi, dan artistik yang ditampilkan. Respon tak terduga lainnya adalah kedekatan sosok guru Prani dengan keseharian mereka yang kemudian memunculkan memori masa lalu.
Film yang disutradarai oleh Wregas Bhanuteja tersebut mengisahkan tentang sosok guru bimbingan konseling bernama Prani, diperankan oleh Sha Ine Febriyanti. Prani kemudian terkenal di jagat maya lantaran sebuah video berdurasi pendek yang lantas memunculkan banyak sentimen negatif dari warganet.
Film Budi Pekerti tayang di TIFF 2023 pada awal September 2023, dan masuk dalam program 'Discovery' yang merupakan program khusus memperkenalkan dan mengapresiasi karya pertama atau kedua dari para sutradara visioner. Beberapa nama besar dunia sinema pernah mengisi program ini seperti Christopher Nolan, Yorgos Lanthimos, Warwick Thornton, Joachim Trier, dan David Gordon Green.
Baca juga:
Degayu: Against the Shore
Film dokumenter Indonesia berjudul Degayu: Against the Shore mencuri perhatian di antara ribuan kegiatan di COP28 UNFCCC, konferensi PBB untuk perubahan iklim yang berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab pada Desember 2023.
Sutradara muda Ahsania AR Aghnetta ingin menghadirkan perspektif baru dalam menyampaikan krisis iklim, dan berharap para pembuat film dan aktivis seni menggunakan kreativitas mereka untuk menyuarakan penderitaan komunitas yang terlupakan.
Film berdurasi 25 menit berbahasa Indonesia dengan subtitle bahasa Inggris itu berkisah tentang komunitas pesisir di kelurahan Degayu, Pekalongan, Jawa Tengah.
Degayu yang mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh area pantai di seluruh dunia, dinilai sebagai bukti nyata yang memperkuat perlunya pendanaan untuk kerugian dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim. Film ini dinilai membuka mata terhadap tantangan yang akan dihadapi di masa depan jika kondisi ini tidak segera berubah.
Selain di Paviliun Indonesia, film juga ditonton dan didiskusikan di Monash Pavilion, Civil Society Hub, serta acara gabungan YOUNGO (konstituensi pemuda untuk UNFCCC), ICLEI, dan Care About Climate.
Sri Asih
Satu lagi film yang berhasil tampil di festival internasional adalah film supehero besutan Joko Anwar Sri Asih. Film ini diapresiasi dan tampil di ajang gelaran bergengsi International Film Festival Rotterdam (IFFR) pada Maret 2023.
Sri Asih merupakan bagian dari Jagat Sinema Bumilangit (Bumilangit Cinematic Universe/BCU) dan menjadi pembuka alur bagi film-film BCU. Berkisah tentang Alana, seorang anak yatim piatu yang diadopsi dan mulai membangun kariernya sebagai petarung profesional MMA.
Kehebatan Alana menarik perhatian Mateo Adinegara, putra tunggal dari seorang pebisnis kaya yang tertantang untuk melawan Alana yang tidak pernah kalah. Namun, ketika dikalahakan Alana, Mateo menjadi emosi dan langsung menyerang klub Alana.
Baca juga:
Sara
Film Sara dari rumah produksi Bosan Berisik Lab, Ruang Basbeth Bercerita, dan Visionari Capital Film Fund juga berhasil menayangkan filmnya secara perdana di Busan International Film Festival 2023 (IBBF) pada Oktober 2023.
Film ini menceritakan tentang Sara yang merupakan seorang transpuan berusia 35 tahun yang harus kembali ke desanya setelah mendengar kabar pemakaman ayahnya. Di sana, ia baru mengetahui bahwa ibunya telah kehilangan ingatan tentangnya sebagai seorang putra akibat trauma kehilangan suami.
Penulis dan sutradara film Sara yaitu Ismail Basbeth, ingin memperlihatkan bagaimana Sara berusaha menghidupi cerita yang dibuatnya sendiri, sesuai dengan keyakinan dan pemahamannya atas tubuhnya dan identitasnya sendiri untuk mempertahankan hidup dan martabatnya.
Film Sara dibintangi oleh deretan aktris dan aktor Tanah Air, yakni Asha Smara Darra, Christine Hakim, Mian Tiara, dan Jajang C. Noer. Film Sara masuk ke dalam dua program di BIFF 2023, yakni ‘Special Program in Focus: Renaissance of Indonesian Cinema’ dan ‘A Window on Asian Cinema.’
Rantemario
Rantemario adalah film karya anak bangsa yang proses produksinya mengambil sejumlah lokasi pariwisata di Provinsi Sulawesi Selatan. Film ini juga turut mengikuti festival film internasional di Eropa pada akhir 2023.
Film Ramtemario mengangkat kearifan lokal dengan lokasi syuting di lokasi pariwisata seperti Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Maros hingga Enrekang. Lokasi syutingnya pun berada di puncak gunung Rantemario yang masuk tujuh puncak gunung tertinggi di Indonesia serta di kawasan wisata Malino, Gowa dan Rammang-rammang, Maros.
Rantemario ini diproduksi oleh Cahayaditama bekerja sama Himpunan Keluarga Massenrenpulu (Hikma) Enrekang, setelah nanti resmi diluncurkan akan diputar di Eropa, termasuk Prancis dan Belanda.
Gadis Kretek
Karya sineas Tanah Air lainnya yang juga sukses tampil perdana di Busan International Film Festival 2023 (IBBF) adalah Gadis Kretek karya Kamila Andini & Ifa Isfansyah. Series yang dibintangi aktor dan aktris ternama seperti Dian Satrowardoyo, Ario Bayu, Arya Saloka dan Putri Marino ini, menceritakan kisah Dasiyah (Dian Sastrowardoyo) yang bersemangat meramu formula sempurna untuk rokok tembakau, yang dikenal dengan nama kretek.
Dalam ceritanya tersemat pesan tentang perempuan perkasa dan kisah cinta epik antara Dasiyah dan Soeraja (Ario Bayu), berlatar belakang industri rokok kretek Indonesia dan peristiwa sejarah di medio 1960an.
Film ini berhasil tayang perdana di BIFF dalam program Renaissance of Indonesian Cinema. Program ini merupakan program yang dihadirkan untuk merayakan kebangkitan sinema Indonesia pasca-pandemi serta mengedepankan karya-karya dari para sineas Indonesia yang menonjol. (*)
Baca juga:
Kebaya Janggan Menyeruak Berkat Serial Netflix 'Gadis Kretek’
Bagikan
Ananda Dimas Prasetya
Berita Terkait
'Tron: Ares' Tayang 8 Oktober 2025 di Indonesia, Hidupkan Kembali Dunia Fiksi Digital karya Steven Lisberger

Film 'Tumbal Darah' Siap Teror Layar Lebar 23 Oktober 2025, Angkat Tema Pesugihan dan Keluarga

Dwayne Johnson Tampil Total di 'The Smashing Machine', Kisah Pahit di Balik Ketenaran Petarung UFC

Final Destination: Bloodlines Raup Rp 5,2 Triliun, Michiel Blanchart Siap Hadirkan 'Teror Baru'

PFN Hadirkan Film Menuju Pelaminan Angkat Kisah Romansa Budaya Jawa dan Minang

Film 'Legenda Kelam Malin Kundang', Tafsir Horor Modern dari Folklore Ikonik Indonesia

Film 'Rangga dan Cinta' Bawa Kisah Klasik Asmara Remaja ke Generasi Baru

Ceritakan Polemik Pernikahan Beda Agama hingga Hak Asuh Anak, Film 'Jangan Panggil Mama Kafir' Siap Tayang 16 Oktober 2025

Sinopsis Film Horor 'Di Balik Pintu Kematian', Ketika Karma Datang Meneror

Film 'Caramelo' Tayang 8 Oktober 2025 di Netflix, Siap Kuras Air Mata Penonton
