Juru Kunci Makan Cut Nyak Dhien: Beliau Benci Bantuan Belanda


Makam Cut Nyak Dhien, di Gunung Puyuh, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. (Foto: MerahPutih/Fredy Wansyah)
MerahPutih Nasional - Di Kota Sumedang terdapat makam salah satu perempuan pahlawan nasional, Cut Nyak Dhien. Perempuan kelahiran Aceh, tahun 1848 ini merupakan anak dari Teuku Nanta Setia. Keluarga besarnya tergolong sebagai keluarga bangsawan, sama seperti ibunya yang berasal dari bangsawan Lampagar. Dari asal usul keluarga itulah, perempuan yang menikah dua kali ini rela mati-matian mempertahankan tanah kelahirannya, Aceh, dari kolonial Belanda.
Cut Nyak Dhien dikenal sebagai perempuan tegas. Berkemauan besar. Bahkan, kokoh menjaga martabatnya. Ia rela bergerilya bersama suami keduanya, Teuku Umar Johan, hingga akhirnya ditangkap Belanda pada 6 November 1905. Ia diasingkan di Pulau Jawa, tepatnya di Sumedang, Jawa Barat.
Di Sumedang, Cut Nyak Dhien diterima Gubernur Jenderal Belanda JBV Heuts. Di Kota Tahu ini, ia tinggal bersama salah seorang pribumi atas bantuan Bupati Sumedang Pangeran Aria Suriatmaja. "Untuk perawatan Beliau, Pangeran Siriatmaja menyerahkan kepada ulama Masjid Agung Sumedang, bernama KH Sanusi," kata juru kunci makam Cut Nyak Dhien Dadan R Kusumah, saat berbincang dengan merahputih.com, baru-baru ini, di Sumedang, Jawa Barat.
KH Sanusi mendampingi hidup Cut Nyak Dhien. Ia jugalah yang mengurus Cut Nyak Dhien ketika kondisi kesehatannya mulai menurun drastis. Namun, KH Sanusi tak lama mengurus Cut Nyak Dhien, hingga kemudian diteruskan anaknya H Husna. Selama tinggal bersama H Husna, dengan kondisi matanya yang buta, Cut Nyak Dhien masih mampu memgajarkan ilmu mengaji Alquran kepada ibu-ibu di sekitar tempat tinggalnya.
"Selama di Sumedang, Beliau hanya berkomunikasi dengan Sanusi, Husna, dan Siti Hodijah. Itu pun pakai bahasa Arab. Keperluannya, segalanya diperhatikan Pangeran Suriatmaja, karena Beliau benci pemberian atau bantuan dari Belanda," kata pria cicit dari KH Husni ini.
Rumah bekas tempat tinggal Cut Nyak Dhien berukuran 12 x 14 meter, dengan tinggi 1 meter. Bekas kamar tidurnya berukuran 3 x 5 meter. Ranjangnya berukuran 2 x 2 meter. Rumah ini kemudian dipugar pada tahun 1979. Letak rumah bersejarah ini berada di belakang Masjid Agung Sumedang.
Tokoh pahlawan nasional yang telah difilmkan ini wafat pada November 1908. Ia dimakamkan di pemakaman keluarga H Husna, tepatnya di Gunung Puyuh, Sukajaya, Sumedang Selatan. Kini, pemakamannya telah dipugar dengan tujuan menjadi destinasi wisata religi di Kota Sumedang. (Fre)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Kopi Sumedang Mendunia
