Jam Matahari Peninggalan PB VIII, Jejak Penyebaran Agama Islam di Tanah Mataram


Jam matahari atau Istiwa peninggalan PB VIII di Masjid Agung Keraton Surakarta, Sabtu (30/3). (MerahPutih.com/Ismail)
MerahPutih.com - Raja-raja Mataram Islam selalu meninggalkan jejak peninggalan bersejarah dalam membangun peradaban penyebaran agama Islam di Indonesia.
Salah satu jejak sejarah penyebaran agama Islam yang masih eksis sampai sekarang adalah Masjid Agung Keraton Surakarta dan jam matahari yang ada di halaman masjid.
Jam matahari itu diberi nama jam istiwa. Menggunakan bayangan paralel dari sinar matahari sebagai penunjuk waktu salat tersebut dibuat oleh PB VIII dan masih berfungsi dengan baik.
Sekretaris Masjid Agung Surakarta, Abdul Basyid, mengatakan jam istiwa juga disebut sebagai jam bencet. Dimana jam itu mengandalkan matahari yang menimpa dua alat bantu yang ada di dalam jam, yakni berupa tongkat dan jarum.
“Jam istiwa ini sebagai salah satu penunjuk waktu salat di zaman dahulu atas usulan dari para ulama pada era Pakoe Boewono VIII, sekitar tahun 1785,” ujar Basyid, Sabtu (30/3).
Baca juga:
Cukup Bayar Rp 50 Ribu Lihat Pameran 10 Artefak Peninggalan Nabi Muhammad
Dikatakannya, pada waktu itu belum ada penentu jam seperti sekarang ini. Umat Islam pada waktu itu hanya mengandalkan hadist rasulullah yang dijabarkan,
“Makanya pakai penentu matahari ini atau jam mata hari. Sampai sekarang jam masih bisa berfungsi dengan baik,” katanya.
Dia menyampaikan, kendala dari jam istiwa, yakni bila sedang mendung atau minimnya cahaya matahari yang jatuh ke dalam jam. Bila matahari sedang cerah menjadi waktu paling baik untuk mengetahui waktu salat Dzuhur dan Azhar.
"Ini masih berfungsi, tapi kita sekarang menggunakan jam modern yang digunakan oleh Kemenag,” papar dia.
Baca juga:
Jumenengan ke-2 Mangkunegoro X, Tiga Raja Mataram Hingga Capres-Cawapres Diundang
Basyid menjelaskan, bila ingin mengetahui waktu Magrib yakni ketika matahari sudah tenggelam, salat Isya yakni ketika matahari sudah tidak terlihat, dan waktu subuh berakhir yakni ketika matahari sudah terbit.
"Kalau matahari ini akurat, karena perputarannya sama. Yakni menunjukkan angka jam dan menit, tapi tidak sampai detail detik seperti jam-jam sekarang ini," ucap dia.
Dia menambahkan perputaran matahari sejak zaman dahulu hingga sekarang masih sama, tidak ada pergeseran. Maka, hal itu tidak mempengaruhi waktu hingga sekarang.
"Kalau dari dulu sampai sekarang kan perputaran matahari sama, apabila dikonversi jam jadwal waktu salat sekarang hampir sama dan akurat," tandasnya. (Ismail/Jawa Tengah)
Baca juga:
Daftar Benda Peninggalan Sunan Gunung Jati yang Dicuci saat Siraman Panjang
Bagikan
Ananda Dimas Prasetya
Berita Terkait
Jam Matahari Peninggalan PB VIII, Jejak Penyebaran Agama Islam di Tanah Mataram

Topi Napoleon Bonaparte Terjual seharga Rp 32 Miliar

Arkeolog Temukan Tiga Kamp Peninggalan Romawi di Arabia Utara

Patung Venus Berusia 1.800 Tahun Ditemukan di Prancis
