IHSG Anjlok Bukti Ekonomi Indonesia Rapuh, Ekonom Singgung Proyek IKN dan Makan Bergizi Gratis


Pimpinan DPR Tinjau Bursa Efek Indonesia (BEI) usai IHSG Anjlok
MerahPutih.com - Ekonom Achmad Nur Hidayat menilai, merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot hingga 6,12 persenmencerminkan kerapuhan struktur ekonomi Indonesia.
Dia menganggap, penurunan IHSG bukan sekedar akibat dari ketidakpastian global. Melainkan sinyal alarm bahwa model ekonomi Indonesia terlalu bergantung pada komoditas.
“Lalu minim inovasi, dan terjebak dalam siklus utang untuk membiayai program populis," kata Achmad kepada wartawan di Jakarta dikutip Rabu (19/3).
Dia menuturkan, Indonesia masih terjebak dalam paradigma ekonomi berbasis komoditas. Diantaranya seperti penerimaan ekspor yang masih didominasi komoditas batu bara, crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah, dan nikel.
Ketiga komoditas tersebut menyumbang hingga 35 persen penerimaan ekspor Indonesia. IHSG, kata dia, sempat terpengaruh ketika harga ketiganya turun 10-15 persen pada kuartal I-2025 akibat perlambatan permintaan global.
"Langsung menggerus kinerja emiten sektor pertambangan yang mendominasi kapitalisasi pasar saham," ucap dia.
Baca juga:
Faktor Pemicu IHSG Anjlok Versi Analis Pasar Modal: Defisit APBN Hingga Tingginya Utang Negara
Kondisi itu diperburuk oleh diversifikasi ekonomi yang hampir tidak bergerak.Contohnya, kontribusi sektor manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia stagnan di angka 19 persen sejak 2020.
Kebijakan pemerintah untuk diversifikasi ekonomi pun dia nilai tidak tepat.
“Alih-alih mendorong industrialisasi, pemerintah malah mengandalkan kebijakan larangan ekspor mentah (downstreaming) yang justru mematikan daya saing," kata Achmad.
Contohnya, seperti larangan ekspor nikel saat pembangunan smelter belum berhasil secara masif. Hidayat menilai kebijakan itu hanya menguntungkan segelintir konglomerat sementara usaha tambang tradisional jatuh.
Selain itu, sejumlah kebijakan populis juga menjadi beban bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Kondisi itu turut berkontribusi terhadap rapuhnya ekonomi Indonesia,” jelas Achmad.
Baca juga:
Atasi IHSG Anjlok, Ekonom UI Desak Pemerintah Kurangi Kebijakan 'Gaduh'
Dia mencontohkan beberapa program populis seperti Makan Bergizi Gratis, subsidi energi, bantuan langsung tunai dan bantuan sosial, hingga pembangunan infrastruktur megah seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) yang tidak produktif.
“Program-program itu, turut memicu defisit APBN,” jelas dia.
Hidayat mengatakan langkah pemerintah yang kemudian menjadikan utang sebagai instrumen penutup defisit APBN justru mengkhawatirkan.
Kebijakan itu, kata dia, tidak hanya membebani keuangan negara, tetapi juga mengganggu kredibilitas fiskal di mata investor.
"Tak heran, asing terus menarik dana dari pasar saham Indonesia, dengan arus keluar modal asing mencapai Rp 10 triliun dalam sebulan terakhir,” tutur Achmad.
Jika pemerintah tidak segera menghentikan kebijakan serampangan ini, krisis kepercayaan investor akan semakin dalam.
“Dan penurunan IHSG hanya menjadi awal dari rantai masalah yang lebih besar,” ucap Achmad. (Knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Ucapan Kontroversial Menkeu Purbaya Bikin Gaduh, Ekonom Peringatkan Hal ini

IHSG Anjlok Saat Reshuffle Kabinet, Begini Respons Menkeu Purbaya

Ekonom Sebut Indonesia Belum Berada di Situasi Krisis Ekonomi, Ingatkan Risiko Burden Sharing Bisa Sebabkan Hyperinflasi seperti Era Soekarno

Arif Budimanta Seorang Ekonom, Aktivis Muhammadiyah dan Politikus PDIP Meninggal

Omzet Mal Anjlok Imbas Demo di Jakarta, Pemprov DKI Segera Lakukan Langkah ini

Langkah Konkret Yang Bisa Diambil Pemerintah Saat Rakyat Demo, Salah Satunya Turunkan Pajak Jadi 8 Persen

Ekonomi Indonesia Diklaim di Jalur yang Benar, Menko Airlangga Minta Pengusaha dan Investor tak Panik

DPR-Pemerintah Sepakati Asumsi RAPBN 2026, Suku Bunga dan Rupiah Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi?

Ekspansi Belanja Pemerintah Bakal Bikin Ekonomi Membaik di Semester II 2025

Prabowo Berencana Tarik Utang Rp 781,87 Triliun di 2026, Jadi yang Tertinggi setelah Pandemi
