Ekonom Nilai Cara Kerja Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa Mirip ‘Kereta Cepat’, Berisiko jika Rel belum Kuat


Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. (Foto: Dok. Kementerian Keuangan)
MERAHPUTIH.COM - SOSOK Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjadi sorotan publik akibat ucapan dan kebijakannya. Ekonom Achmad Nur Hidayat (ANH) menilai kebijakan yang dikeluarkan Menkeu Purbaya memiliki tujuan baik. Misalnya saja, kebijakan memindahkan Rp 200 triliun dana pemerintah di Bank Indonesia ke sejumlah bank pelat merah atau Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
“Tujuannya jelas, memperkuat kredit ke sektor riil agar dana pemerintah tidak mengendap di bank sentral, tapi benar-benar bekerja mendongkrak kegiatan usaha dan investasi," ujar Achmad di Jakarta, Senin (15/9).
Dia mengatakan kebijakan Purbaya mirip kereta api yang ingin menambah kecepatan, seperti fiskal dan likuiditas dengan memperbaiki rel investasi, regulasi di sektor swasta.
Setelah itu, diharapkan, laju kereta meningkat dengan mengantarkan Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi dengan target pertumbuhan ekonomi 8 persen. Meski gagasan itu terasa brilian, menurut Achmad, ada hal-hal yang perlu diwaspadai.
“Analogi kereta api tadi, punya risiko jika relnya belum kuat. Atau lokomotif terlalu berat menyangga beban, atau kecepatan terlalu tinggi membuat kereta keluar jalur atau terguncang hebat,” jelas Achmad.
Baca juga:
Bila likuiditas dan dana pemerintah dipakai terlalu agresif tanpa memperhatikan defisit, utang, dan inflasi, ini bisa mengguncang stabilitas makro. “Publik dan pasar mungkin khawatir bahwa batas defisit APBN biasanya dijaga di sekitar 3 persen dari PDB akan longgar," ucapnya.
Terdapat efek samping likuiditas terhadap inflasi dan nilai tukar. Achmad menyebut, menambah aliran kredit ke sektor riil memang bisa mempercepat pertumbuhan, tapi jika kapasitas produksi tidak ditambah dengan cepat, hal itu bisa memunculkan tekanan inflasi.
Apalagi bila marjinal demand kredit nol alias publik berpikir tidak ada keuntungan jangka pendek dengan penambahan satu unit kredit baru karena daya beli belum tumbuh. Akhirnya suplai likuiditas perbankan tidak ada gunanya atau sia-sia malah menjadi mainan baru para eksekutif perbankan untuk memperkaya diri.
"Selain itu, pasar modal dan nilai tukar juga bisa menjadi rentan jika investor asing kehilangan kepercayaan terhadap komitmen kebijakan fiskal dan moneter," tutur Achmad.
Achmad yang juga ekonom UPN Veteran ini mengingatkan target pertumbuhan 8 persen harus direncanakan dengan matang. Apabila dalam setahun dua tahun target 8 persen, tidak tercapai, atau manfaatnya tidak terasa di lapangan, misalnya lapangan kerja, inflasi, harga kebutuhan pokok, maka bisa muncul gesekan sosial dan politik.
“Ini memperbesar risiko ketidakstabilan yang malah menghambat pertumbuhan ekonomi," pungkasnya.(knu)
Baca juga:
Menkeu: Penyaluran Rp 200 T ke 6 Bank BUMN untuk Genjot Kredit Rakyat
Bagikan
Berita Terkait
Ekonom Nilai Cara Kerja Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa Mirip ‘Kereta Cepat’, Berisiko jika Rel belum Kuat

Pemerintah Gelontorkan Duit ke Himbara, Bank Mandiri, BNI, dan BRI Terima Paling Besar untuk Bantu Kredit Rakyat

Enam Bank Himbara Dapat Kucuran Dana Rp 200 Triliun, Menkeu Minta Jangan Dibelikan SRBI atau SBN

Klarifikasi Unggahan Anaknya Soal Lengserkan CIA, Menkeu Purbaya: Dia Anak Kecil, Tak Tau Apa-Apa

Pemerintah Diminta Jelaskan Strategi di Balik Rencana Penghapusan Utang UMKM dan Defisit RAPBN 2026

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa Diminta Lakukan Lima Langkah Strategis untuk Jawab Tuntutan Demonstran dan Keresahan Publik

Raker Perdana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dengan Komisi XI DPR Bahas RKA Tahun 2026
PKB Harap Purbaya Yudhi Sadewa Mampu Wujudkan Pertumbuhan 8 Persen dan Ekonomi Berdikari Tanpa Banyak Utang

Prosesi Serah Terima Jabatan Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Purbaya Yudhi Sadewa

Akui tak Mudah Jadi Menkeu, Purbaya Minta Waktu dan Terbuka Menerima Kritik
