Djoko Tjandra Bebas Keluar Masuk Indonesia karena Andil Irjen Napoleon Bonaparte


Irjen Napoleon Bonaparte menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.
MerahPutih.com - Terpidana perkara korupsi cessie Bank Bali, Djoko Tjandra bisa bebas keluar masuk Indonesia saat berstatus buronan karena andil mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte.
Hal ini lantaran, Napoleon membantu menghapus nama Djoko Tjandra sebagai daftar pencarian orang (DPO) dalam sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada sistem informasi keimigrasian (SIMKIM) tanpa memberitahukan Kejaksaan Agung yang menangani perkara korupsi cessie Bank Bali.
Baca Juga
"Sejak namanya dihapus dari red notice Joko Tjandra bebas keluar masuk wilayah Indonesia," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zulkipli saat membacakan surat tuntutan Napoleon di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, (15).
Dikatakan Jaksa, penghapusan nama Joko Tjandra dari red notice membuat petugas Direktorat Jenderal Imigrasi yang menjaga perlintasan antarnegara tidak dapat mendeteksi Joko Tjandra saat masuk atau keluar wilayah Indonesia. Hilangnya nama Joko Tjandra dalam sistem ECS pada SIMKIM terjadi pada 13 Mei 2020.
Saat itu Kepala Seksi Pencegahan Subdit Cegah Tangkal Dirwasdakim pada Ditjen Imigrasi Ferry Tri Ardhiansyah atas perintah Kepala Subdirektorat Cegah Tangkal Dirwasdakim Ditjen Imigrasi Sandi Andaryadi melakukan penghapusan status DPO terhadap Joko Soegiarto Tjandra.
Menurut Jaksa, penghapusan nama Djoko Tjandra dari DPO merupakan permintaan Divhubinter melalui dua surat pada 4 dan 5 Mei 2020 yang dibuat atas perintah Napoleon. Alasannya karena tidak ada permintaan Kejaksaan sebagai pihak yang meminta perpanjangan.

Padahal, Napoleon dan Prasetijo Utomo selaku Kabiro Kordinasi dan Pengawasan PPNS Polri mengetahui sejak awal Djoko Tjandra merupakan terpidana dan masuk dalam red notice.
Setelah namanya terhapus dari daftar red notice, Djoko Tjandra kemudian masuk ke Indonesia pada Juni 2020 untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Sehingga pada bulan Juni 2020 Joko Tjandra kembali ke Indonesia dan mengajukan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," ungkap Jaksa.
Sebelumnya diberitakan, JPU menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 3 tahun pidana penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Irjen Napoleon Bonaparte.
Jaksa meyakini mantan Kadiv Hubinter Polri itu menerima suap dari terpidana perkara korupsi cessie Bank Bali Djoko Tjandra. Suap tersebut untuk membantu proses penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) di Direktorat Imigrasi.
Napoleon dianggap telah melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebagai informasi, Irjen Napoleon didakwa menerima suap dari Djoko Tjandra. Suap itu dipetuntukan untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar red notice. Dia didakwa menerima uang senilai 200 ribu dolar Singapura dan 370 ribu dolar Amerika Serikat (AS) dari Tommy Sumardi.
Irjen Napoleon didakwa sebagai penerima suap bersama dengan Brigjen Prasetijo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinator Pengawas (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Dalam dakwan itu Brigjen Prasetijo disebut menerima uang sebesar 100 ribu dolar AS. (Pon)
Baca Juga
Irjen Napoleon Hadapi Sidang Tuntutan Kasus Suap Djoko Tjandra
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
KPK Sebut Ada Aliran Uang dari Djoko Tjandra ke Harun Masiku

KPK Sebut Djoko Tjandra Bertemu Harun Masiku di Kuala Lumpur

Selesai Diperiksa KPK, Djoko Tjandra Ngaku Tak Kenal Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto

KPK Periksa Pengusaha Djoko Tjandra di Kasus Harun Masiku
