Menyibak Sisi Lain George Soros, "Biang Keladi" Krisis Moneter Asia Tenggara

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Selasa, 22 Mei 2018
Menyibak Sisi Lain George Soros,

George Soros. (Foto: stream.org)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

PERSIS 20 tahun lalu, perekonomian Asia Tenggara diguncang krisis moneter hebat. Beberapa negara seperti Thailand, Malaysia, bahkan Indonesia terkena imbas.

Pada pembukaan 30 tahun pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN tahun 1997, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menuding "Spekulator Jahat" berada di balik kemelut perekonomian negara-negara di Asia Tenggara.

"Terdapat upaya terencana untuk merusak ekonomi semua negara ASEAN dengan mendestabilisasi mata uang mereka," kata Mahathir dikutip edition.cnn.com 24 Juli 1997.

Mahathir kemudian mengungkap nama Spekulan asal Hungaria, George Soros, pemimpin perusahaan Hegde Fund, telah menyebabkan nilai tukar sejumlah mata uang di Asia terpuruk. Alasannya, di waktu bersamaan salah satu perusahaan hedge fund, Quantum Fund yang dikelola Soros telah melakukan operasi dalam jumlah besar di Asia.

Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad. (Foto: www.theaustralian.com.au)

Sebelum terjadi krisis moneter di Asia Tenggara, mengutip Business Insider, perusahaan Soros melakukan spekulasi dengan meminjam Thailand Baht dalam jumlah besar.

Soros mengendus penurunan mata uang Baht bakal terjadi. Karena itu, dengan modal kurang dari 1 miliar dolar, ia berspekulasi. Tak lama berselang, kemalangan menimpa perekonomian Thailand. Kebijakan nilai tukar mata uang negara berjuluk Gajah Putih berubah dari skema mengambang tetap menjadi mengambang bebas.

Tak disangka, nilai mata uang Bath terjun bebas mencapai 60 persen melawan dolar AS. Perusahaan Soros, Quantum Fund mendulang keuntungan luar biasa. Beberapa waktu kemudian, kondisi serupa menjangkit ke beberapa negara Asia lainnya.

Mata uang Thailand, bath. (Foto: his-travel.co.id)

Bagi Mahathir, hal ini merupakan salah satu penyebab utama krisis moneter yang melanda Asia. Karena itu, Mahathir pun meminta Soros bertanggung jawab atas keterpurukan tersebut.

Bukannya meminta maaf, Soros justru membela diri. Ia malah menuding pernyataan Mahathir berlebihan sehingga tak perlu mendapat perhatian lebih. "Bank Sentral Thailand lah yang tidak memiliki pengetahuan cukup soal hedge fund," kata Soros 20 tahun lalu.

Taktik Soros 'Menguasai Perekonomian'

Di dalam buku The New Paradigm of Financial Market yang ditulis Soros, pria kelahiran Budapest, Hungaria, 12 Agustus 1930 itu mengaku tak memiliki dasar ilmu tentang finansial. Ia hanya berpegang teguh pada kenyataan yang disebutnya tak bisa dijelaskan dengan pendekatan ilmiah ekonomi yang ada selama ini.

Menurutnya, untuk menyelami kondisi perekonomian dunia, dirinya hanya mengandalkan pada basis ilmu filosofi. Salah satu filosofi yang dipegang teguh olehnya adalah buah pikiran dari Karl Popper yang tercantum dalam buku The Open Society and its Enemies.

Pemikiran Popper yang mengatakan bahwa gerakan Nazi Jerman dan Komunis memiliki kecenderungan yang sama, di mana dua gerakan ini masing-masing mengklaim sebagai pembawa kebenaran. Padahal sebenarnya, dua paham ini adalah sebuah perilaku yang bias dan terdistorsi dari kenyataan yang benar-benar terjadi.

Hal itulah yang membuat Soros kagum, serta menginspirasi hidupnya. Ia menganggap, teori-teori ilmiah tidak selamanya valid. Tidak selamanya ilmu pengetahuan bisa memverifikasi segala kejadian yang ada di dunia ini. "Ilmu pengetahuan hanyalah kumpulan hipotesis yang suatu saat bisa menjadi subjek falasi berpikir," katanya.

George Soros. (Foto: www.washingtontimes.com)

Atas dasar itu pula, apa yang selama ini ia lakukan merupakan hasil dari latihan membaca situasi selama bertahun-tahun. Bahkan terkadang, menajamkan intuisi dan membaca situasi bikin Soros semakin rapuh.

Soros mengaku kerap sakit punggung dan gangguan psikosomatis akibat kebiasannya itu. "Meski demikian, saya menjunjung pentingnya filosofi dan teori refleksitas bagi diri saya sendiri," katanya.

Ulah Soros kepada Indonesia

Seperti halnya Mahathir Mohamad, pengamat ekonomi Rizal Ramli juga menegaskan dalam krisis ekonomi Asia pada 1997-1998, George Soros merupakan sosok paling bertanggung jawab.

Menurut Rizal, ada 'kekuatan besar' di balik anjloknya nilai mata uang bath usai Soros melakukan spekulasi. "Dalam perkembangannya, Soros melihat kondisi Thailand. Defisit transaksi berjalan semakin besar dan mata uangnya 'overvalued' sampai 15 persen, lebih tinggi dari Indonesia. Maka, dihajarlah mata uang Thailand, Thailand kena krisis," kata Rizal.

Pengamat ekonomi. (Foto: Merahputih.com/Budi Lentera)

Selain itu, kata Rizal, petaka lain yang disebabkan Soros adalah semakin maraknya spekulan yang mengikuti jejaknya. "Tak heran, krisis yang awalnya bermula di Thailand menyebar dengan cepat di negara-negara Asia lainnya, seperti Indonesia."

Terhadap Indonesia, Rizal menuturkan bahwa penularan krisis moneter yang terjadi dari Thailand berlangsung sangat cepat. Hanya dalam dua bulan saja, nilai tukar rupiah terpapar habis-habisan akibat sentimen yang muncul dari negara tetangganya.

Nilai tukar rupiah terpuruk. Pertumbuhan ekonomi semakin tak keruan. Pada Agustus 1997, kebijakan nilai tukar mengambang terkendali menjadi mengambang bebas. "Ekonomi Indonesia hancur dari rata-rata 6 persen menjadi minus 13 persen karena fundamental lemah," kata Rizal.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro, seperti yang dikutip CNN Indonesia, mengatakan bahwa langkah Soros atas Thailand merupakan pemantik perilaku para investor untuk mengikuti jejaknya sehingga menimbulkan krisis hebat seantero Asia.

Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform On Economics (CORE) Mohammad Faisal menjelaskan, langkah Soros dalam berspekulasi merupakan penyebab krisis moneter 1998.

Sisi Lain Soros

Meski merupakan keturunan Yahudi, lelaki yang memiliki nama asli György Schwartz itu mengaku tak pernah mendukung tindakan sewenang-wenang Israel terhadap Palestina, dan mendukung perjuangan rakyat Palestina. "Saya orang Yahudi. Lahir di Hongaria," kata Soros seperti dikutip dari Kompas edisi Minggu, 15 Januari 2006.

Selain itu, Michael T Kaufman dalam bukunya Soros: The Life and Times of a Messianic Billionaire (2002) mengatakan, Soros sangat melawan antisemistisme, tetapi malah dituduh sebagai antisemitis Yahudi di beberapa negara Eropa Timur yang dibantunya.

George Soros. (Foto: Foxnews.com)

Soros juga pernah dituduh sebagai 'orang kiri' di negara-negara bekas komunis. Bahkan di Hongaria ia menjadi target serangan politik. "Meski demikian, tak ada kelompok atau individu yang mencoba membunuh Soros," jawab Maureen melalui surat elektronik.

Dalam berkehidupan sosial, Soros mengaku menaruh perhatian besar terhadap kelompok-kelompok yang termarginalkan dan tertindas di masyarakat. "Sekarang saya membantu secara lebih langsung," kata Soros.

Di bagian Eropa Timur, Soros melalui yayasannya memberikan perhatian penuh atas persoalan diskriminasi rasial dan keterasingan etnis dari kelompok Gypsy Roma.

Bersama pemerintah-pemerintah negara Eropa Timur, di Budapest, Soros mendeklarasikan A Decade of Rome Inclusion. "Kami membuat program-program riil selama 10 tahun ke depan. Mudah-mudahan situasi mereka menjadi lebih baik," katanya.

Meski disandangkan sebagai penyebab krisis moneter di Asia, Soros tetap bergeming. Ia tetap melakukan kegiatan sosialnya. Bahkan pada 1979 di Afrika Selatan, ia memberikan bantuan dana bagi mahasiswa kulit hitam agar dapat merasakan pendidikan di University of Cape Town.

Selain itu, Soros juga mendanai gerakan-gerakan antiapartheid di negeri itu, lalu bergerak ke Eropa Timur. "Pada awalnya, saya menggunakan untuk keluarga," kenang Soros ketika dana yang ia kumpulkan dari kegiatan di pasar uang mencapai 100 juta dollar AS dan kekayaan pribadinya mencapai 25 juta dollar AS sekitar 15 tahun lalu.

George Soros. (Foto: Reuters)

"Lalu, saya bertanya kepada diri sendiri, apa hal yang paling penting dalam hidup saya. Setelah melakukan refleksi, saya sampai pada kesimpulan, yang terpenting adalah konsep open society," katanya.

Bagi Soros, ia telah merasakan penderitaan serta penindasan langsung di suatu negara terbelakang. Karena itu, menurutnya sekarang uang bukan lagi tujuan, melainkan alat untuk mewujudkan keyakinannya mengenai open society, yaitu melakukan filantropi di dunia. (*)

#George Soros #Krisis Moneter
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.

Berita Terkait

Indonesia
ASEAN Kembali Hidupkan Usulan Penggunaan Mata Uang Lokal Lawan Dominasi Dolar
Anwar menegaskan bahwa ASEAN kini tengah bergerak aktif untuk melakukan transformasi, khususnya di bidang moneter, karena dinilai semakin mendesak.
Alwan Ridha Ramdani - Senin, 19 Mei 2025
ASEAN Kembali Hidupkan Usulan Penggunaan Mata Uang Lokal Lawan Dominasi Dolar
Indonesia
PBB Dorong Perubahan Arsitektur Keuangan Global
Dunia membutuhkan sistem ekonomi yang koheren dan terkoordinasi.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 18 April 2023
PBB Dorong Perubahan Arsitektur Keuangan Global
Bagikan