Dampak Pembelian Besar-Besaran Barang AS dan Akses Bebas ke Mineral Indonesia Demi Tarif Trump Turun


Donald Trump (Foto: Partai Republik AS)
MerahPutih.com - Presiden AS Donald Trump mengumumkan pemberlakuan tarif impor sebesar 19 persen terhadap produk Indonesia yang masuk ke AS, berdasarkan kesepakatan langsung dengan Presiden RI Prabowo Subianto.
Kesepakatan tersebut menurunkan tarif dari angka 32 persen yang diumumkan pertama kali oleh Trump pada April 2025.
Selain penetapan besaran tarif, kesepakatan tersebut juga mencakup komitmen Indonesia membeli komoditas energi dari AS senilai 15 miliar dolar AS dan produk agrikultur senilai 4,5 miliar dolar AS.
Presiden AS tersebut juga menyebutkan adanya komitmen Indonesia membeli 50 pesawat Boeing baru, yang sebagian besar merupakan Boeing 777 serta akses terhadap mineral Indonesia.
Baca juga:
Kepala Departemen Makroekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman meminta agar Pemerintah Indonesia mewaspadai risiko jangka menengah hingga panjang terhadap kondisi makroekonomi nasional akibat kesepakatan tarif dengan Amerika Serikat (AS).
Menurutnya, meskipun kesepakatan tersebut memberikan peluang dan keuntungan bagi pelaku ekspor Indonesia untuk tetap bersaing di pasar AS, risiko gejolak makroekonomi tetap harus diantisipasi secara serius.
“Pemerintah perlu jujur membaca bahwa di balik keuntungan jangka pendek dari sisi ekspor, terdapat risiko jangka menengah-panjang terhadap kestabilan makroekonomi dan struktur neraca pembayaran nasional,” kata Rizal saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.
Ia menuturkan, kesepakatan penurunan tarif resiprokal AS terhadap produk ekspor Indonesia menjadi 19 persen bukan tanpa beban.
Salah satu beban tersebut adalah adanya komitmen pembelian komoditas energi AS senilai 15 miliar dolar AS, atau setara Rp 245,436 triliun dengan nilai kurs transaksi Bank Indonesia (JISDOR) hari ini 1 dolar AS = Rp 16.362,41.
Pembelian besar-besaran tersebut berpotensi memberikan tekanan signifikan terhadap neraca transaksi berjalan Indonesia.
"Secara prinsip ekonomi, ini mencerminkan pola perdagangan yang tidak setara, atau asymmetric trade, dengan akses ekspor diberikan yang berpotensi memperdalam ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap barang dan jasa dari AS," katanya pula.
Rizal menyatakan, apabila tidak diimbangi kenaikan ekspor komoditas lain, hal tersebut bisa memicu risiko balance of payment (BOP) shock, khususnya bila harga energi global mengalami fluktuasi tajam.
Pihaknya menyoroti bahwa akses pasar produk AS yang makin terbuka juga akan menekan produsen lokal di sektor aviasi, energi, dan pertambangan.
Sebagai langkah antisipasi, pemerintah harus segera mengintensifkan kerja sama dagang dengan pasar ekspor potensial lainnya untuk menjaga keseimbangan struktur perdagangan.
"Indonesia tidak boleh hanya terpaku pada pasar AS. Optimalisasi kerja sama dengan mitra lain, seperti Uni Eropa, ASEAN, BRICS, dan kawasan Timur Tengah, harus diintensifkan agar struktur perdagangan tetap seimbang dan tidak terfokus pada satu negara," katanya.
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Hakim Batalkan Kebijkan Pemotongan Dana untuk Harvard oleh Donald Trump, Pemerintah akan Ajukan Banding

Kesehatan Presiden AS Donald Trump Jadi Bola Panas di Media Sosial, Tetap Menyebar meski sudah Dibantah

Respons Pernyataan Trump, Moskow Sebut Rusia, China, dan Korut Tidak Berkomplot Melawan Amerika Serikat

Presiden China, Rusia, dan Pemimpin Korea Utara Akrab di Parade Militer, Donald Trump Singgung Konspirasi Melawan AS

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Taylor Swift Umumkan Pertunangan, Presiden AS Donald Trump hingga Anggota Kerajaan Inggris Ucapkan Selamat

Dubes RI Harus Tarik Investor ‘Kelas Kakap’ hingga Perluas Akses Pasar di Amerika Serikat, DPR: Intinya Harus Menguntungkan Indonesia

Ini Yang Akan Dibahas Dalam Pertemuan Trump dan Putin di Alaska

Meksiko Kirim 26 Tokoh Kartel Narkoba ke AS, Ada Deal dengan Trump

Apple Pilih Gelontorkan Investasi Rp 1.627 Triliun di AS, Investasi di Indonesia Diklaim Terus Lanjut
