Child-Free, Pilihan untuk Enggak Main Hati Sama Anak?


Semakin banyak pasangan yang memutuskan child-free. (Foto: Pexels/Juan Pablo Serrano Arenas)
GITA Savitri, pesohor publik yang dikenal dengan akun Gitasav di media sosial, jadi obrolan warganet setelah memberikan pendapatnya tentang child-free di Instagram. Pernyataannya memantik perdebatan tiada ujung antara pendukung child-free (tidak ingin memiliki anak) dan pendukung punya anak.
Gita menghubungkan penampilan awet muda berkat tak punya buah hati. Karuan reaksi negatif datang dari kelompok pendukung punya anak. Tak mau kalah, mereka sodorkan tokoh-tokoh yang punya anak, tapi tetap terlihat muda dan energik.
Alhasil, kelompok yang satu mengolok-olok kelompok lainnya. Melebih-lebihkan yang satu sembari merendahkan yang lain. Mengada-adakan yang satu sambil meniadakan yang lain. Sopan kah begitu?
BBC.com menelisik istilah child-free berjejak pada 1900-an, tapi baru populer pada dekade 1970-an setelah kemunculan kaum feminis yang mulai bersikap terang-terangan tidak ingin memiliki anak.
Kata 'free' atau bebas mengandung kebebasan dan terlepas dari kewajiban untuk mengasuh anak yang dirasakan oleh para perempuan yang menganut konsep child-free. Ini muncul karena para feminis melihat konsep dominan tentang memiliki anak justru menindas kemungkinan pilihan lain.
Baca juga:

Saat ini, konsep child-free tidak lagi hanya ada di negeri Barat. Penyebaran konsep ini didukung oleh media sosial. Tagar (#) child-free di media sosial telah mendapat perhatian yang tinggi dari masyarakat karena semakin banyak perempuan di dunia yang tidak ingin memiliki anak.
Studi Pew Research Center pada 2021 di Amerika Serikat menunjukkan ada sekira 44% masyarakat yang tidak ingin memiliki anak berada dalam rentang usia 18-49 tahun. Ini peningkatan dari studi serupa pada 2018 yang menunjukkan kelompok ini hanya ada sebesar 37% dari kelompok orang di rentang usia serupa.
Lebih dari setengah kelompok tersebut mengatakan mereka tidak ingin punya anak karena memang tak ingin punya anak. Bukan karena masalah medis atau tidak ingin membesarkan anak seorang diri.
Dalam studi Pew Research tahun 2021, 9% orang yang tidak memiliki anak mengatakan bahwa keadaan dunia menjadi alasan utama mereka tidak akan memiliki anak. Ada 5% yang menyebutkan kepeduliannya terhadap lingkungan.
Studi lainnya dari YouGov di Inggris dan Wales pada 2020 menunjukkan bahwa lebih dari separuh orang Inggris yang berusia 35-44 tahun yang belum memiliki anak tidak berencana untuk memilikinya.
Masing-masing orang punya alasan yang kuat untuk menempuh hidup tanpa anak. Elizabeth Hintz, seorang asisten profesor komunikasi di University of Connecticut, mengatakan, ada beragam alasan kenapa generasi Milenial dan Gen Z memilih hidup tanpa anak.
“Ada orang yang telah tahu sejak awal bahwa mereka tidak menginginkan anak dan mereka tidak pernah goyah. Ada orang yang mengambil keputusannya pada kemudian hari dan menyatakan sebagai bagian dari identitas diri mereka. Selain itu, ada juga orang yang ragu-ragu tentang apakah mereka akan memiliki anak?” kata Hints dikutip dari bbc.com.
Contohnya Ciara O'Neil, seorang manajer media sosial berusia 31 tahun di London. “Saya tidak pernah benar-benar ingin punya anak, atau saya tidak pernah melihat diri saya sebagai calon orang tua,” katanya.
Ia dan pasangannya juga meyakini bahwa memiliki anak akan merepotkan mereka saat bepergian dan bekerja di luar negeri.
Baca juga:
Serial Pendek 'Sahabat Sehidup Semati' Gabungkan Unsur Horor dan Komedi

Ada pula seorang guru di Spanyol, Gracia Trapero. Dia memutuskan tak punya anak setelah berulang kali berdiskusi dengan dirinya sendiri. “Saya adalah orang yang menikmati kesunyian dan waktu sendirian, dan saya tidak akan bisa melakukannya dengan anak-anak,” katanya, dilansir oleh bbc.com.
Setiap pilihan hidup selalu punya dua sisi: kelebihan dan kekurangan. Menurut psychologytoday.com, ada dampak positif punya anak.
Sebagian besar orang menjadi orang tua pada usia 20-an atau 30-an. Kamu akan menghabiskan waktu bermain bersama anak-anaknya.
Lalu, kamu juga memiliki sesuatu yang harus diprioritaskan selain diri sendiri. Punya anak berarti kamu sedia berbagi fokus untuk orang lain.
Kelebihan terakhir, punya anak akan menjadi pilihan yang cocok bagi yang bosanan. Bersama anak, kamu takkan pernah bosan karena ada saja hal baru yang kamu temui selama mengasuh anak dan meresapi makna lelah dalam merawat anak kala malam hari.
Di balik kelebihan, ada pula kekurangan dari pilihan punya anak. Waktu dan energimu menjadi lebih tersedot.
Banyak orang tua kurang tidur dan tidak memiliki waktu untuk berolahraga. Belum lagi ada pengorbanan untuk merelakan hobi atau cita-cita mereka.
Kekurangan berikutnya, muncul kekhawatiran anak bergantung padamu. Anak akan tumbuh menua, tapi mungkin mereka tak pernah bisa lepas dari rumah. Banyak dari mereka tak pernah dewasa secara finansial maupun emosional.
Kekurangan terakhir, kamu harus membuat keputusan yang terbaik buat orang lain. Saat menjadi seorang orang tua, maka kamu akan menempatkan prioritas keinginan kamu di belakang kebutuhan anakmu. Bisa saja karier yang kamu dambakan akan terganggu karena harus mengasuh anak.
Kesimpulan terakhir terletak pada diri sendiri. Apakah memilih punya atau tidak punya anak memberikan kebaikan pada diri sendiri atau tidak? Pilihan yang satu tidaklah lebih baik atau lebih buruk dari yang lain. Semua berpulang dari bagaimana caramu menjalani pilihan hidupmu. (vca)
Baca juga:
Seniman AI Nigeria Hadirkan Fashion Show Model Lansia Afrika
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
Main Hati dengan Tipe-Tipe Cinta

Lagu Sedih Ternyata Mampu Mainkan Hati Jadi Lebih Baik

Bisnis-Bisnis Main Hati untuk Orang Kesepian

Makan Malam Romantis di Rumah untuk Main Hati dengan Pasangan

Gerai Toko Perhiasan Baru Kini Hadir di PIM

Jaz Bocorkan Sedikit Detail Tentang Album Ketiganya

Jadi Penutup 'Infinite Live', Dewa 19 dan Virzha Tampil Memukau di Tengah Badai Hujan

Join Dong, Wadah untuk Main Hati dengan Teman Satu Frekuensi

Jessia Tampil Energik di Woke Up Festival

Kunto Aji Buka ‘Woke Up Festival 2023’ dengan Syahdu
