Bukan Tunarungu tapi Tuli, Ingat!


Surya Sahetapy (Foto: MP/Aldi Fadlillah)
BANYAK orang salah kaprah saat menyebut identitas penyandang disabilitas. Contohnya mereka yang memiliki masalah dalam pendengaran. Ya, banyak yang menyebut mereka tunarungu. Bahkan kamu sendiri juga pasti menganggap tunarungu adalah sebutan yang sopan. Padahal sebutan itu sebenarnya menyinggung mereka.
Belum lama ini merahputih.com kedatangan seorang pria penyandang disabilitas. Kamu mungkin mengenal sosok ini. Dirinya juga sempat tampil di depal layar kaca. Ia adalah Surya Sahetapy. Saat bertemu dengannya banyak kegundahan yang diceritakan oleh anak Ray Sahetapy dan Dewi Yul itu.
Surya mengatakan sepatutnya mereka yang tidak bisa mendengar tidak disebut sebagai tunarungu. Alangkah lebih baik jika dikatakan tuli. Agaknya mungkin malah kasar dengan sebutan itu. Tapi memang itu sebenarnya yang pantas menjadi sebutan mereka kata Surya.
Tunarungu menurut Surya adalah persepsi yang artinya memiliki kelainan mendengar. Sebutan ini diutarakan secara medis oleh dokter. Intinya jika disebut tunarungu seakan mereka tidak normal atau memiliki kelainan.

Sementara tuli adalah identitas. Jadi pada intinya mereka bukanlah orang yang berkelainan, hanya saja tidak memiliki kemampuan mendengar. "Kita sama-sama normal kok. Bedanya kita enggak bisa dengar," kata Surya kepada merahputih.com.
Kesalahan seperti ini kata Surya bisa jadi karena pengaruh pemberitaan media. Berita mengenai orang tuli banyak yang telah dipublikasikan. Sayangnya jarang ditemui media yang menanyakan terlebih dulu mengenai sebutan pantas bagi kaum disabilitas.
Akhirnya masyarakat teredukasi dengan sebutan yang salah. Meskipun sebutan tuli lebih sopan berdasarkan pendapat Surya, ia yakin setiap penyandang disabilitas merasa nyaman jika disebut tuli. "Seharusnya (media) mereka tanya," tegas pria yang pernah magang di Balai Kota itu dengan wajah sedikit kecewa.
Berkomunikasi bagi orang tuli agak sulit. Mereka memang bisa membaca gerak bibir. Namun, hanya sebanyak 30% gerak bibir lawan bicara mereka yang dapat ditangkap. Faktornya bisa karena terlalu cepat ataupun kemiripan kata dalam pengucapan.
Sebagai contoh saat mengucapkan kata 'es batu'. Waktu itu Surya memiliki teman yang bekerja di sebuah restoran. Saat disuruh oleh atasan membawakan es batu malah membawa sepatu. Dua kata itu memang sangat mirip.
Untuk itu bagi Surya sangat penting bagi siapapun mempelajari bahasa isyarat. Tidak melulu penyandang disabilitas. Orang biasa pun bisa mempelajari bahasa isyarat untuk dipergunakan dimanapun. Contohnya di tempat bising maupun saat melakukan kegiatan menyelam. "Bahasa isyarat itu setara dengan bahasa Indonesia," ungkap pria kelahiran 21 Desember 1993 itu.

Bahasa isyarat sendiri bermacam-macam. Setiap negara memiliki bahasa isyarat masing-masing. Seperti di Indonesia juga yang memiliki banyak bahasa daerah. Setiap daerah Indonesia memiliki bahasa isyarat masing-masing semisal Jawa, Papua, atau Maluku.
Selain itu uniknya dari bahasa isyarat sendiri adalah penekanan ekspresi wajah. Dalam menggunakan bahasa isyarat harus memakai ekspresi wajah agar semakin mudah dipahami. Penekanan ekspresi wajah ini kata Surya akan memberikan manfaat. "Bahasa isyarat pakai ekspresi jadi lebih awet muda," kata Surya dengan raut wajah bahagia.
Selain itu tentunya ada adab berbicara dengan orang tuli. Saat kamu bertemu dengan orang tuli selalu tanyakan mau berkomunikasi melalui tulisan atau bahasa isyarat. Jangan pernah menanyakan kepada orang tuli bisa berbicara atau tidak. Hal itu akan sangat menyinggung mereka. Sebab tentunya semua orang tuli bisa berbicara. "Jangan pernah nanya (ke orang tuli) kamu bisa ngomong enggak," tegas Surya.
Sosok Surya Sahetapy memang tidak pernah berhenti membela kaum disabilitas. Ke depannya ia juga berharap pemerintah lebih memperhatikan kaum disabilitas. Sebab pemerintah sendiri sebenarnya memiliki APBD untuk 20 ribu program.
Sayangnya kata Surya dari jumlah itu hanya ada dua program yang terkait untuk memakmurkan kaum disabilitas. Itu pun hanya berupa bentuk fisik seperti kursi roda. Padahal kaum disabilitas membutuhkan hal yang lebih besar dari sekadar bantuan kursi roda. "Program pembangunan manusia disabilitas seperti pelatihan kerja dan lainnya tidak ada," pungkasnya. (Ikh)
Baca juga artikel lainnya di sini Surya Sahetapy Ingin Indonesia Ramah Disabilitas
Bagikan
Berita Terkait
Mengenal Budaya Berkomunikasi Teman Tuli
