Surya Sahetapy Ingin Indonesia Ramah Disabilitas

Ikhsan Aryo DigdoIkhsan Aryo Digdo - Kamis, 03 Mei 2018
Surya Sahetapy Ingin Indonesia Ramah Disabilitas

Surya Sahetapy (Foto: MP/Aldi Fadlillah)

Ukuran:
14
Audio:

SUASANA kantor Merahputih.com, di Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (2/5) terlihat sunyi. Hanya ada beberapa karyawan yang berada di ruang redaksi. Suasana sepi kemudian dipecahkan dengan kehadiran seorang pria muda berpenampilan sederhana. Ia adalah Surya Sahetapy, anak aktor senior Ray Sahetapy.

Surya ialah individu berkebutuhan khusus. Ia memiliki kekurangan dalam indra pendengaran. Ya, Surya seorang tuli. Namun, kekurangan itu tak membuatnya kurang istimewa. Malah ia kini menjadi aktivis pembela mereka yang memiliki kekurangan dalam pendengaran.

Kedatangan Surya siang itu disambut awak Merahputih.com di sebuah ruangan yang biasanya dijadikan tempat rapat tim redaksi. Tidak bisa dimungkiri, kedatangan pria kelahiran Jakarta 21 Desember 1994 itu adalah suatu keberuntungan. Banyak cerita yang didapat dari sosok bernama lengkap Panji Surya Putra itu.

Dengan mengenakan polo shirt hitam, Surya menceritakan keinginan dan harapannya sebagai penyandang disabilitas. Ia ingin Indonesia menjadi negara yang ramah disabilitas. Menurutnya, menjadi seorang tuli bukanlah hal mudah di Indonesia. Ia merasa rasa kepedulian terhadap kaum berkekurangan masih jauh dari layak.

Sebagai contoh, dalam hal berkomunikasi. Orang Indonesia masih asing saat bertemu dengan orang-orang tuli. Alih-alih menghormati, publik malah takut. Surya bahkan pernah mendapatkan perlakuan seperti itu saat ia ketinggalan penerbangan.

Surya Sahetapy pernah mengalami perlakuan tidak menyenangkan sebagai penyandang disabilitas di Indonesia (Foto: MP/Aldi Fadlillah)

Ketika itu, terjadi kesalahpahaman antara dia dan petugas bandara. Surya berkisah saat itu ia kebingungan mencari informasi terkait dengan penerbangannya. Sayangnya, petugas bandara tidak memberikan penanganan khusus kepadanya yang notabene merupakan individu berkebutuhan khusus. Hal itu amat mungkin disebabkan ketidakbiasaan mereka dalam berkomunikasi dengan penyandang disabilitas. Bukannya membantu, petugas bandara itu malah pergi berlalu begitu saja. "Orangnya malah pergi. Dia bingung," cerita Surya.

Bukan masalah ketinggalan pesawat yang jadi masalahnya. Pasalnya, hal itu bisa saja terjadi pada siapa saja, bahkan pada orang tanpa disabilitas. Namun, perlakuan tak menyenangkan dari petugas bandara bagi penyandang disabilitas itulah yang amat disayangkan. Mereka seharusnya ada tetap berusaha berkomunikasi meskipun yang dilayani punya kesulitan mendengar.

Dihargai di Luar Negeri

Dari pengalaman itu, Surya pun menyadari bahwa publik Indonesia belum paham betul dengan kehadiran orang disabilitas. Berbeda dengan di luar negeri, terutama di Eropa dan Amerika. Pengalaman itu dirasakan benar oleh Surya. Ia berkisah perlakuan yang ia dapat di luar negeri sangat ia apresiasi.

Salah sattu perlakuan positif yang ia rasakan ialah saat Surya tengah berada di Inggris. Ketika itu, ia memesan makanan. Seorang pelayan mengetahui ia tuli. Pelayan itu pun langsung cepat tanggap. Ia langsung mengambil pulpen dan menyuruh Surya menuliskan pesanan yang ia inginkan. "Kalau di Inggris, aku pergi sendiri enak," kata lulusan Lone Star College Jakarta itu.

Pengalaman lain yang ia rasakan ialah ketika berada di Houston, Amerika Serikat, pada 2016 silam. Ketika itu, ia berkesempatan mengunjungi Kantor Lembaga Antariksa Amerika Serikat, NASA. Saat berada di sana, ia bahkan melihat penyandang disabilitas yang sama dengannya. Ya, sebanyak 15 orang tuli bekerja di NASA.

Di NASA terdapat karyawan tuli (Foto: MP/Aldi Fadlillah)

Selain berkunjung ke NASA, pemain film Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara itu juga berkesempatan mengunjungi Gedung Putih. Di sana ia juga melihat staf resepsionis pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama ialah orang tuli. "Di gedung putih, ada staf orang tuli bagian resepsionis," tuturnya.

Tak hanya di Amerika, di Benua Asia saja, kata Surya, baru hanya ada beberapa negara yang ramah terhadap penyandang disabilitas. Singapura, Korea Selatan, dan Jepang ialah beberapa di antaranya. Namun, Indonesia tak termasuk.

Meskipun demikian, Surya tidak pernah menganggap orang tuli didiskriminasi di Indonesia. Menurutnya, itu hanya pemahaman yang kurang soal berinteraksi dengan orang tuli. "Butuh perjuangan mengedukasi mereka," paparnya.

Ingin Mewujudkan Indonesia Ramah Disabilitas

Kurangnya rasa toleransi penyandang disabilitas di Indonesia itu membuat Surya bercita-cita. Ingin sekali ia dapat mewujudkan Indonesia sebagai negara yang ramah disabilitas di masa depan. Ada empat poin penting yang ia sampaikan untuk mewujudkan impian itu. Yang terpenting ialah pengakuan bahasa isyarat di seluruh daerah Indonesia.

Selain itu, perlu ada teks di setiap acara televisi. Bukan sekadar teks yang selewatan, melainkan selama 24 jam. Selain itu, kesadaran masyarakat akan adanya kehadiran penyandang disabilitas juga perlu ditingkatkan. Sebagai contoh ketika membuat acara harus ada tempat khusus bagi mereka.

Tentunya yang tidak kalah penting ialah masalah lapangan pekerjaan. Berdasarkan Undang-Undang No 8 Tahun 2016, disebutkan kuota penerimaan pekerja penyandang disabilitas 2% untuk pegawai negeri dan karyawan swasta sebesat 1%. Kuota itu pun perlu ditingkatkan lagi. "Penting sekali toleransi," tukasnya.(Ikh)

#Surya Sahetapy
Bagikan
Ditulis Oleh

Ikhsan Aryo Digdo

Learner.

Berita Terkait

Bagikan