Bolu Berendam, Bolu Bernuansa Mistis dari Riau


Bulu berendam (Sumber Foto: Instagram)
Berkunjung ke Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, terutama saat Hari Idul Fitri, jangan lupa untuk mencicipi kudapan khas daerah itu yakni bolu berendam atau bolu baghondam.
Penganan khas masyarakat Melayu Rengat tersebut hanya bisa dijumpai ketika hari-hari besar seperti Idul Fitri, Idul Adha dan pesta pernikahan. Berbeda dengan bolu-bolu lainnya di Indonesia, bolu berendam disajikan dalam keadaan basah atau berkuah.
Kuahnya bukan sembarang kuah, melainkan larutan gula yang diberi cengkeh, kayu manis dan adas. Maka tak heran, jika bolu berendam tersebut rasanya manis yang disukai tua dan muda.
Uniknya meski disajikan berkuah, bolu tersebut tidak hancur berderai. Teksturnya tetap padat. Hal itu yang membedakannya dengan bolu-bolu lainnya di Tanah Air.
Selain itu, bahan baku untuk membuat bolu itu pun berbeda dengan bolu pada umumnya, yang mana komposisi gula, telur dan tepung seimbang. Bolu Berendam hanya memerlukan sedikit tepung dan selebihnya gula dan telur. Perbandingannya, untuk sepuluh butir telur dan dua kilogram gula hanya memerlukan segenggam tepung terigu.

Jika bolu-bolu lainnya dicetak di loyang besar, maka bolu berendam dicetak pada loyang kecil berbentuk bunga dan manggis. Loyangnya pun harus dari kuningan. Jika sudah matang, kue tersebut berwarna kuning telur. Penyajiannya pun diletakkan pada piring-piring kecil.
Seorang pengusaha yang bergerak dibidang kuliner khas Melayu Rengat, Setiawan atau Iwan (34), mengatakan tak semua orang yang bisa membuat kue khas daerah itu.
"Yang bisa membuat kue tersebut, hanya orang-orang asli Rengat," kata Iwan.
Bolu berendam pada mulanya adalah kue khas yang berasal dari Rengat, Ibu Kota Indragiri Hulu. Namun kini sudah menyebar ke seluruh wilayah itu.
Menurut cerita, kue tersebut merupakan kudapan kesukaan raja-raja Kerajaan Indragiri pada zaman dahulu. Untuk membuat bolu tersebut, dibutuhkan kesabaran yang cukup tinggi dan banyak aturan yang harus diikuti.

Bolu itu juga dikenal kuat dengan nuansa mistisnya karena banyak pantangan yang harus diikuti, contohnya tidak boleh menggunakan tenaga listrik.
"Kalau pakai tenaga listrik, telurnya mengembang namun ketika dikukus bolunya bantat," jelas Iwa.
Menurut Iwan, ada teknik khusus ketika mengocok telur hingga mengembang. Jika terlalu cepat, rasa bolu tak sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, pantangan yang harus diikuti adalah sang pembuat kue tidak sedang dalam keadaan datang bulan dan tidak boleh berkata-kata kasar.
"Kalau pantangan itu dilanggar, bolu pun menjadi bantat atau rasanya anyir," ujarnya.
Untuk membuat bolu berendam tersebut, setidaknya membutuhkan waktu dua jam. Hal itu yang membuat generasi muda enggan membuat kue tersebut karena membutuhkan kesabaran yang tinggi dan banyak pantangan yang harus diikuti.
Sumber: Antara
Selain artikel ini Anda juga bisa baca Pesona Bekas Pelabuhan Buleleng di Bali
Bagikan
Berita Terkait
Manis Legit Lopek Bugi khas Riau dalam Bungkusan Daun Pisang
