Benarkah SBY Penerus Trah Majapahit?


SELEMBAR kertas putih berbubuh cetak hitam tulisan memuat silsilah trah Majapahit memantik riuh-rendah perdebatan di media sosial, Twitter (25/1). Di pucuk silsilah tersebut bercokol Raden Wijaya, Raja sekaligus pendiri Majapahit, menurunkan Ki Ageng Buwono Keling, kemudian berpaut di urutan 14, posisi terakhir, terdapat nama Agus Harimurti Yudhoyono dan Eddie Baskoro Yudhoyono, putra Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ketua Umum Partai Demokrat

Silsilah tersebut bukan tiba-tiba muncul dan tanpa konteks. Beberapa jam sebelum Andi Arief, mantan staf khusus presiden ke-6 Republik Indonesia lewat akun Twitter @andiarief_ mengunggah dua silsilah trah Majapahit dan Mataram tersebut, pada kesempatan berbeda, di hadapan ribuan kader Partai Demokrat bertempat di Stadion Redjoagung, Tulungangung (25/1), SBY mengurai makna angka 14 sebagai nomor peserta Pemilu 2019 untuk Partai Demokrat dan kaitannya dengan kejayaan Majapahit.
Majapahit, menurut SBY, mencapai masa kejayaan di abad 14, berhasil menjadi pemimpin Nusantara, dan sejalan dengan nomor Partai Demokrat. Tak berhenti sampai di situ, sang ketua umum pun menjelaskan tentang asal-usul keluarganya nan memiliki garis keturunan dengan Raden Wijaya. “Kalau diurut dari eyang saya Ki Ageng Buwono Keling hingga kedua anak saya Agus Harimurti dan Edhie Baskoro adalah trah ke-14,” kata SBY dikutip tempo.co
Benarkah klaim SBY jika keluarganya merupakan keturunan Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit?
Terpeleset Sumber Sejarah
Melacak genealogi raja-raja Majapahit, terutama pada periode masa akhir, memang bukan perkara mudah. Keterbatasan sumber sumber-sumber berupa prasasti dan karya sastra sezaman menjadi kendala terbesar. Kesulitan itu belum lagi tersambar bias sumber sejarah tradisi tutur nan terkadang memiliki genealogi tersendiri tentang penguasa-penguasa Majapahit.
Bahkan, beberapa penulis maupun peneliti tentang Majapahit tak ayal acap terpeleset ketika menggunakan Serat Pararaton sebagai sumber pijakan, ketika menabalkan Jayanagara sebagai anak Raden Wijaya dari selir (binihaji) asal Malayu bernama Dara Pethak.
Dari sudut sumber sejarah, menurut Arkeolog Hasan Djafar pada Masa Akhir Majapahit, Girindrawarddhana dan Masalahnya, dalam hal asal-usul Jayanagara, kitab Pararaton nilai keabsahannya sangat kurang bila dibandingkan dengan sumber-sumber prasasti.

Prasasti Sukamrta (1296 Masehi) dan Prasati Balawi (1305 Masehi), lanjut Djafar, merupakan prasasti resmi berisi keputusan raja, menyebut Jayanagara adalah putra Raden Wijaya dari parameswari, Dyah Dewi Tribhuwaneswari. “Jadi bagaimanapun juga, informasi tentang asal-usul genealogi Jayanagara dari kedua prasasti tersebut lebih dipercaya kebenarannya daripada berita kitab Pararaton,” tulis Djafar.
Dari kasus tersebut, lagi-lagi terlihat bukan perkara mudah untuk menyusun genealogi tentang raja-raja Majapahit. Perlu memiliki pemahaman kuat tentang sumber sezaman, dan tak bisa hanya berpijak pada satu sumber sejarah.
Genealogi Raja-Raja Majapahit
Merunut garis keturunan raja-raja Majapahit, Dinasti Rajasa atau Girindra, tak lengkap bila tak menukil nama Ken Angrok. “Dinasti ini (Rajasa) merupakan turunan dari Ken Angrok alias Sri Ranggah Rajasa Bhattara Sang Amurwwabhumi. Ia adalah pendiri dan raja pertama Singhasari,” tulis Djafar.
Pendiri Majapahit, Raden Wijaya atau Kertarajasa Jayawarddhana merupakan canggah atau keturunan keempat Ken Angrok dan Ken Dedes. Dia adalah putra Dyah Lembu Tal. Kakeknya bernama Mahisa Cempaka atau Narasinghamurtti, kemudian buyutnya berasma Mahesa Wonga Teleng.
Raden Wijaya, menurut R Soekmono pada Menapak Jejak Arkeologi Indonesia, dinobatkan menjadi raja pada 15 paruh terang (suklapaksa) bulan Karttika tahun Saka 1215 atau 10 November 1293.
Dia menikahi keempat putri paman tirinya, Kertanegara. Raja terakhir Singhasari tersebut merupakan cicit Tunggul Ametung dan Ken Dedes. Keempat putri Kertanagara antara lain; Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari, Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri.

Dari asmaranya dengan Tribhuwaneswari, Raden Wijaya beroleh seorang anak lelaki bernama Jayanagara atau Kala Memet (putera mahkota). Sementara, dari jalinan cintanya bersama Gayatri, Wijaya memliki dua pasang putri bernama Tribhuwana Wijayottungga Dewi atau Bhre Kahuripan dan Rajadewi Maharajasa atau Bhre Daha.
Sepeninggal Raden Wijaya (1309 M), tampuk kekuasaan Majapahit diampu sang putera mahkota, Jayanagara. Dia baru berumur 15 tahun kala ditahbiskan menjadi raja. Meski masih ijo, tugas-tugas berat sudah menanti sang raja baru, seperti memadamkan berbagai pemberontakan, mulai dari Ranggalawe, Lembu Sora, serangan terhadap Pajarakan-Lumajang, Kuti, dan lainnya.
Kekuasaan Jayanagara berumur pendek. Dia, seturut berita Pararaton, tewas di tangan ra Tanca, seorang dharmmaputra atau tabib istana. Lantaran belum memiliki keturunan, dan merupakan anak semata wayang sang parameswari, maka adik tertuanya, Tribhuwana Wijayottungga Dewi naik takhta menggantikannya pada 1329 M.
Di masa sang ratu, meski tidak disaksikan langsung Tribhuwana, sang mahapatih Gaja Mada mengucap Sumpah Palapa sembari mengangkat gadha, bersumpah “Bila telah berhasil menaklukan Nusantara; Gurun, Seran, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik, saya akan amukti palapa," tulis Pararaton sebagaiman terjemahan PJ Zoetmulder pada Old Javanese English Dictionary dan Ki Padmapuspita pad Teks Berbahasa Kawi Terdjemahan Bahasa Indonesia.
Selepas Gayatri, ibunda sang ratu wafat, Tribhuwana lantas memutuskan turun takhta pada 1350. Dia melakoni hidup sebagai petapa. Sang putera mahkota Hayam Wuruk atau Rajasanagara, putra Tribhuwana dengan Kertawarddhana atau Raden Cakradhara lantas naik takhta menjadi raja pada 1350 M.
Hayam Wuruk memiliki dua adik perempuan, Rajasaduhitendudewi dan Rajasaduhiteswari atau Bhre Pajang. Dari pernihkahannya dengan Paduka Sori, Hayam Wuruk, seturut Nagarakertagama, beroleh seorang putri bernama Kusumawarddhani. Dia kemudian menjadi putri mahkota. Sementara dari seorang selir atau rabihaji, Hayam Wuruk pun mendapat seorang putra bernama Bhre Wirabhumi, dan diberi kekuasaan di daerah Majapahit sebelah timur, Blambangan.
Sang putri mahkota lalu mengikat kasih dengan saudara sepupunya bernama Wikramawardhhana alias Bhra Hyang Wisesa, anak Bhre Pajang dari pernikahan dengan Singhawarddhana. Wikramawarddhana kemudian menggantikan Hayam Wuruk sebagai Raja Majapahit pada 1389 M.
Pasangan Wikramawarddhana dan Kusumawarddhani memiliki tiga orang anak. “Bhre Tumapel sang putera mahkota meninggal pada waktu masih kecil sebelum dinobatkan menjadi raja,” tulis Arkeolog perempuan pertama Indonesia, Satyawati Suleiman, pada The Ancient History of Indonesia.
Posisi tersebut kemudian diampu Suhita, putri Wikramawarddhana, pada 1429 M. Dia menikah dengan Hyang Parameswara namun tidak memiliki keturunan. Ketika Suhita meninggal pada 1447 M, adiknya bernama Dyah Kertawijaya mengisi takhta Majapahit pada 1447 M.
Pada Saka 1373 atau 1451 M, Dyah Kertawijaya meninggal dan didharmakan di Krtawijayapura. Setelah kepergiannya, menurut berita Pararaton, Bhre Pamotan Sang Sinagara bertindak sebagai Raja Majapahit. Dia berkedudukan di Keling-Kahuripan dengan gelar Sri Rajasanagara.
Sosok Sri Rajasanagara begitu misterius lantaran tak jelas asal-usulnya. Ketika Raja Kertawijaya mengeluarkan Prasasti Waringin Pitu pada Saka 1369, sosok Sri Rajasanagara berada di urutan ketiga sesudah raja.
“Jika kita membaca dengan seksama, Rajasawarddhana (Sri Rajasanagara) merupakan saudara laki-laki bungsu Kertawijaya,” tulis A Teeuw setelah melakukan penelitian mendalam terhadapat teks Pararaton dan hasil terjemahan Brandes dan Krom pada Siwaratrikalpa of Mpu Tanakung. An old Javanese Poem, its Indian Source and Balinese Illustration.
Nama Rajasawarddhana, menurut Djafar, mengingatkan kepada Sri Ranggah Rajasa, pendiri dan raja pertama Singhasari, sekaligus pendiri Dinasti Rajasa. “Dengan demikian, berdasarkan namanya itu kami berpendapat bahwa Rajasawarddhana masih mempunyai hubungan genealogis dengan raja-raja Majapahit,” tulis Djafar.
Masa Kekosongan Kekuasaan
Setelah Rajasawarddhana meninggal pada 1453 M, menurut Pararaton, selama tiga tahun antara 1453 sampai 1456 M, Majapahit berada pada masa interregnum atau “telung taun tan hana raja” selama tiga tahun tanpa raja.
Masa kekosongan raja berakhir setelah Girisawarddhana atau Bhre Wengker naik takhta pada 1456 M. Pararaton menyebut Bhre Wengker sebagai anak Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya.
Bhre Wengker lantas menikahi Bhre Paguhan dan memiliki tiga anak, satu putra bernama Singhawikramawarddhana atau Bhre Pandansalas, dan dua putri, masing-masing bernama, Rajasawarddhanadewi dan Mahamahisi.
Bhre Wengker meninggal dan didharmakan di Puri pada 1466 M. Putranya, Bhre Pandansalas kemudian menggantikannya dan dinobatkan menjadi Raja Majapahit pada 1466 M. Kekuasaan Pandasalas mendapat gangguan serius seterunya, Bhre Kertabhumi. Sang seteru bahkan mampu menyingkirkan Pandasalas dari kedatonnya di Tumapel pada 1468 M.
Kekuasaan Majapahit Terbelah Dua
Sejak saat itu, wilayah kekuasaan Majapahit terbagi dua. Bhre Kertabhumi menjalankan pemerintahan di Tumapel, sementara Pandasalas menyingkir ke Daha (kediri) dan terus melanjutkan pemerintahan sampai akhir hidupnya pada 1474 M. Kekuasaan Pandansalas kemudian digantikan anaknya, Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya.
Salah satu di antara prasasti dikeluarkan Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya, menurut JLA Brandes pada “Pararaton (Ken Arok) of het Boek der Koningen van Tumapel en van Majapahit”, terdapat seorang Girindrawarddhana lain bernama Girindrawarddhana Dyah Wijayakusuma. Siapakah dia? Dan apa hubungannya dengan Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya?
Dua tokoh Girindrawarddhana tersebut, menurut Djafar, cenderung memiliki hubungan sebagai adik-kakak ketimbang ayah dan anak.
Pada Saka 1400, Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya telah cukup kuat memiliki kekuatan militer. Dia kemudian melakukan serangan balasan untuk menggulingkan kekuasaan Bhre Kertabhumi. Serangan itu menewaskan Kerthabumi di kedatonnya.
Kemenangan Ranawijaya berhasil mengembalikan wilayah kekuasaan Majapahit nan semula terpecah. Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya pun menjadi penguasa tunggal Majapahit dan raja terakhir Majapahit.
Dari runtutatan genealogi atau garis keturunan raja-raja Majapahit di atas, berpijak pada sumber sumber sezaman berupa prasasti dan karya sastra, bagaimana kemudian mendudukan silsilah raja-raja Majapahit versi SBY?
Bagikan
Yudi Anugrah Nugroho
Berita Terkait
SBY Datang Bersama Anaknya Saat Tiba di Gedung DPR, Jokowi Hadiri Sidang Tahunan MPR Tanpa Sambutan Istimewa

Jokowi dan SBY Tampil Serasi Saat Tiba di Gedung DPR/MPR, Sempat Sapa Wartawan dengan Lambaian Tangan

Sambut SBY dan Pelukis Jerman, Pramono: Kolaborasi Melukis Ikon Jakarta

SBY Datang ke Balai Kota DKI Melihat Seniman Jerman Lukis Monas

Gibran Unggah Kabar Mengejutkan Soal Kesehatan SBY, Kondisinya Bikin Penasaran

Dirawat di RSPAD, SBY Tuntaskan 1 Lukisan Baru dengan Tangan Terinfus

SBY Singgung Konflik Israel-Palestina Muncul dari Ambisi Penguasa yang Gemar Berperang

Situasi Perang Israel - Iran Makin Berbahaya, SBY Sebut Hanya 5 Orang Ini yang Bisa Menghentikan

Resmikan Kampus Unhan Bhinneka Tunggal Ika, Prabowo Puji SBY Sang Perintis

Kantor Polres Kampung Halaman SBY Diancam Mau Diledakan, Densus 88 Masih Terus Siaga
