Benarkah AI Ancaman Nyata Dunia Jurnalistik?

P Suryo RP Suryo R - Rabu, 27 Desember 2023
Benarkah AI Ancaman Nyata Dunia Jurnalistik?

Pembuatan berita dengan bantuan AI menghadirkan dilema. (Pexels/Tara Winstead)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

ARTIFICIAL Intelligence (AI) perlahan namun pasti merasuki semua sendi peradaban manusia. Tak kurang pada dunia profesional. Ambil contoh jurnalistik yang mendapat imbasnya juga. Dengan menggunakan AI, seseorang yang bukan jurnalis dapat membuat berita tanpa payah-payah turun ke lapangan, mencari referensi atau data akurat.

Namun ada saja yang meragukan hal itu memang nantinya menjadi kenyataan. Lumrah saja sebab AI belum populer meskipun sudah merasuki semua sendi kehidupan manusia. Praktik kerja semacam itu bisa saja umum pada masa mendatang ketika kemampuan Generative AI semakin maju.

Pada kongres tahunan Asosiasi Wartawan Eropa (AEJ) di Albania dan World Media Summit di Guangzhou, Tiongkok, pada 1-7 Desember, AI adalah salah satu topik seru yang menjadi agenda perbincangan. Ini karena AI berpotensi mengubah pola produksi, konsumsi, dan bisnis berita secara drastis.

"Tak lama lagi cara kita membuat berita akan berubah drastis, begitu pula cara orang mengonsumsi berita, dan hubungan antara brand dan audiens," kata Kepala Kantor Berita Reuters Sue Brooks di Guangzhou, dlansir dari Antara dikutip melalui Kyodo.

Baca Juga:

Masa Depan Jurnalisme di Tengah Gempuran AI

ai
Jurnalis mengemban misi berat di tengah gempuran AI (Freepik/Freepik)

Sebenarnya potensi yang dibuat oleh AI sangat positif. Sayangnya juga menciptakan dilema moral dan etika. Yang dikhawatirkan adalah tingkat kebenaran berita yang dibuat. Bisa jadi nantinya AI berpotensi meredefinisi kebenaran padahal di masa sekarang saja publik sudah kebingungan dengan informasi yang benar dan melenceng.

Situasi ini bisa semakin pelik jika AI memilah dan mengembangbiakkan informasi dari miliaran data dalam big data secara tidak benar. Kekhawatiran itu dirasakan oleh pelaku dunia jurnalistik.

Sebab apapun dimungkinkan karena digitalisasi membuat kebenaran yang ditentukan oleh informasi terpopuler menurut algoritma. Kemudian algoritma cenderung lebih memilah informasi bukan dari benar dan salah atau baik dan buruk, melainkan dari informasi terbanyak mengenai sesuatu hal itu.

AI memang lebih memungkinkan bekerja dengan cepat, hemat, dan mendatangkan cuan seketika. Apalagi ekosistem bisnis media saat ini yang lebih menyenangi konten sederhana tapi populer. Daripada konten yang dihasilkan dari proses panjang dan mahal, tapi bernilai tinggi, seperti liputan investigatif.

Celakanya clickbait pun memainkan perannya demi mendatangkan cuan. Banyak media mengakali keadaan dengan memancing orang mengklik konten dengan judul sensasional, namun isinya jauh dari judulnya. Sayangnya clickbait lahir dari lingkungan media yang terbungkus oleh algoritma. Algoritma ini kemudian yang memperingkat konten berdasarkan pada popularitas, ketimbang salah satu benar, baik atau buruk.

Termasuk di Indonesia, kecenderungan itu bisa dilihat dari sumber lalu lintas web pada laman-laman berita. Ini umumnya bergantung pada organic search atau organic traffic (kunjungan lewat mesin pencari) yang menunjukan peran algoritma sangat dominan.

Laman penganalisis situs web, Similarweb yang dikutip oleh Antara, di Indonesia periode September-November 2023, kebanyakan laman berita mengandalkan organic traffic di atas 60 persen dari total traffic.

Kemudian dengan direct search atau direct traffic (kunjungan langsung ke laman berita), yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Direct traffic sebenarnya tak begitu terpengaruh perubahan algoritma. Sebaliknya organic traffic dipengaruhi algoritma mesin pencari.

Organic traffic sebenarnya baik untuk menarik audiens baru dan membangun kredibilitas. Sementara direct traffic menjadi petunjuk betapa kuatnya brand media dan loyalitas pengguna konten media. Direct dan organic traffic memang sama penting dalam penggunannya. Namun lebih bagus jika seimbang karena dengan cara itu media bisa lebih menjaga kualitas produk tanpa mengganggu profitabilitas finansial.

Tapi untuk sampai ke level itu, butuh infrastruktur teknologi, sistem pemasaran, dan struktur keuangan yang kuat. Sayangnya tak banyak media yang memiliki modalitas seperti ini.

Namun sebaliknya keterbatasan modalitas membuat media menjadi pragmatis dengan menuruti 'diktasi' algoritma. Akibatnya dapat mendorong media kian sering menghasilkan konten-konten clickbait pada teks, audio, atau video.

Baca Juga:

Optimalisasi AI untuk Dukung Bisnis di Seluruh Dunia

ai
Perlunya kebijakan yang menelurkan aturan yang saling menguntungkan dan aman. (Unsplash/Steve Johnson)

Mau tak mau harus disadari bahwa ini persoalan besar media. Sayangnya media tak bisa mengatasinya sendirian. Apalagi Google, TikTok, Meta, dan lainnya tidak dapat 'dipaksa' untuk membuka algoritma mereka. Yang bisa dilakukan media hanyalah menaksir pola pencarian internet dengan optimalisasi mesin pencari (SEO).

Di sisi lain mesin pencari dan media sosial mendapatkan konten dari media. Sayangnya media tak mendapatkan keuntungan finansial signifikan.

Pada tahun 2021, Australia mensahkan undang-undang yang mewajibkan perusahaan-perusahaan mesin pencari dan media sosial membayar fee kepada perusahaan media untuk setiap konten yang mereka gunakan.

Tentunya prakarsa ini pada awalnya ditentang, terutama oleh perusahaan-perusahaan raksasa teknologi (Big Tech), seperti Meta yang menjadi perusahaan induk Facebook dan Alphabet Inc yang jadi indukan Google. Namun, undang-undang itu akhirnya dipraktikkan di Australia.

Jadi setelah undang-undang itu diterapkan, perusahaan-perusahaan media Australia mendapatkan tambahan pemasukan USD140 juta (Rp2,16 triliun) per tahun yang cukup untuk membuka rekrutmen wartawan baru dalam jumlah besar.

Kebijakan yang dibuat oleh Australia dapat ditiru oleh siapa pun, termasuk Indonesia. Namun sebenarnya tantangan media lebih berat setelah kehadiran AI. Membuat perlindungan tak cukup dengan mengharuskan Big Tech membayar fee kepada perusahaan media. Agaknya pihak perlu mencari dan menyiapkan cara menyiasati AI yang semakin meluas.

Associated Press (AP) menyatakan tool AI tak dapat digunakan untuk membuat konten terpublikasi. Namun sebaliknya kantor berita Amerika Serikat itu menganjurkan wartawan-wartawannya mengakrabi AI.

Kehadiran AI membuat sejumlah negara membangun benteng hukum dan etika yang tak hanya melindungi jurnalisme, tapi juga banyak aspek kehidupan. Tantangan media yang kian berat membutuhkan pedoman internal, dan proteksi eksternal dari sistem kebijakan.

Perlindungan internal bisa dilakukan dengan cara seperti diadopsi AP. lalu perlindungan eksternal dapat dengan mengikuti cara Australia atau panduan legal yang dibuat Uni Eropa.

Perlindungan ini di antaranya demi menyediakan ruang lapang bagi media untuk berkreasi dalam menjaga kualitas produk yang antara lain penting dalam memerangi hoaks dan disinformasi. (*)

Baca Juga:

Steam Tolak Terbitkan Game yang Dibuat dengan Bantuan AI

#Teknologi
Bagikan
Ditulis Oleh

P Suryo R

Stay stoned on your love

Berita Terkait

Fun
Samsung Galaxy S26 Lebih Tipis dan Ringan dari iPhone 17, Siap Meluncur Tahun Depan!
Samsung Galaxy S26 kabarnya lebih tipis dan ringan dibanding iPhone 17. HP ini akan meluncur pada kuartal pertama 2026.
Soffi Amira - Kamis, 20 November 2025
Samsung Galaxy S26 Lebih Tipis dan Ringan dari iPhone 17, Siap Meluncur Tahun Depan!
Fun
Beda dengan China, OPPO Reno 15 Versi Global tak Bawa Kamera 200MP
OPPO Reno 15 versi global tak membawa kamera 200MP. Hal itu kontras dengan versi China, yang membawa teknologi tersebut.
Soffi Amira - Kamis, 20 November 2025
Beda dengan China, OPPO Reno 15 Versi Global tak Bawa Kamera 200MP
Indonesia
25 PSE Belum Terdaftar Terancam Diblokir Komdigi, Ada Cloudflare Hingga Shutterstock
Setiap PSE Lingkup Privat, baik domestik maupun asing, untuk mendaftarkan sistem elektroniknya sebelum beroperasi di Indonesia
Wisnu Cipto - Kamis, 20 November 2025
25 PSE Belum Terdaftar Terancam Diblokir Komdigi, Ada Cloudflare Hingga Shutterstock
Indonesia
Apa Itu Cloudflare? Perusahaan yang Sempat Bikin Layanan Internet Terasa seperti 'Kiamat Kecil'
Cloudflare menyebabkan beberapa layanan internet down. Layanan seperti X hingga ChatGPT juga tak bisa diakses pengguna.
Soffi Amira - Rabu, 19 November 2025
Apa Itu Cloudflare? Perusahaan yang Sempat Bikin Layanan Internet Terasa seperti 'Kiamat Kecil'
Fun
OPPO Reno 15c Segera Debut Desember 2025, Adopsi Lapisan Belakang Glossy
OPPO Reno 15c segera debut Desember 2025. HP ini akan mengadposi lapisan belakang glossy.
Soffi Amira - Rabu, 19 November 2025
OPPO Reno 15c Segera Debut Desember 2025, Adopsi Lapisan Belakang Glossy
Fun
Xiaomi 17 Ultra Rilis setelah Natal 2025, Kameranya Diklaim Paling Unggul
Xiaomi 17 Ultra kabarnya akan rilis setelah Natal 2025. HP ini akan membawa kamera dengan segudang teknologi canggih.
Soffi Amira - Rabu, 19 November 2025
Xiaomi 17 Ultra  Rilis setelah Natal 2025, Kameranya Diklaim Paling Unggul
Fun
Anti Mainstream! Huawei Mate 80 Bakal Hadir dengan RAM 20GB, Rilis Akhir November 2025
Huawei Mate 80 kabarnya akan hadir dengan RAM 20GB. HP tersebut rencananya akan meluncur pada 25 November 2025.
Soffi Amira - Sabtu, 15 November 2025
Anti Mainstream! Huawei Mate 80 Bakal Hadir dengan RAM 20GB, Rilis Akhir November 2025
Lifestyle
RedMagic 11 Pro Lolos TKDN Kemenperin, Kapan Diresmikan di Indonesia?
Hingga saat ini, belum ada informasi resmi mengenai tanggal peluncuran perdananya di Indonesia
Angga Yudha Pratama - Jumat, 14 November 2025
RedMagic 11 Pro Lolos TKDN Kemenperin, Kapan Diresmikan di Indonesia?
Fun
POCO F8 Ultra Sudah Muncul di Geekbench, Berikut Spesifikasi Lengkapnya
POCO F8 Ultra kini sudah muncul di Geekbench. HP ini akan menjalankan Android 16 dan ditenagai chipset Snapdragon 8 Elite Gen 5.
Soffi Amira - Jumat, 14 November 2025
POCO F8 Ultra Sudah Muncul di Geekbench, Berikut Spesifikasi Lengkapnya
Fun
Samsung Galaxy S26 Bakal Dilengkapi RAM 12GB, Segera Diperkenalkan di CES 2026
Samsung Galaxy S26 bakal dilengkapi RAM 12GB. Kemudian, inovasi ini akan diumumkan di CES 2026.
Soffi Amira - Kamis, 13 November 2025
Samsung Galaxy S26 Bakal Dilengkapi RAM 12GB, Segera Diperkenalkan di CES 2026
Bagikan