Bawaslu Sebut Penundaan Pemilu Hanya Terjadi dengan Perubahan pada UUD


Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Puadi. ANTARA/HO-Humas Bawaslu RI
MerahPutih.com - Keputusan PN Jakarta Pusat meminta tahapan Pemilu 2024 ditunda tak henti-hentinya menuai polemik.
Anggota Bawaslu Puadi menilai, penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024 tidak dapat dilakukan semata-mata berdasarkan keputusan pengadilan negeri (PN), khususnya PN Jakarta Pusat.
"Penundaan pemilu tidak mungkin dilakukan hanya dengan adanya amar putusan PN," jelas Puadi yang dikutip di Jakarta, Minggu (5/3).
Baca Juga:
Sekjen PDIP Sebut Ada Kekuatan Besar Dibalik Upaya Menunda Pemilu
Menurutnya, penundaan pemilu hanya dapat terjadi jika terdapat perubahan pada UUD NRI Tahun 1945.
Dia juga mengklarifikasi bahwa putusan perdata tidak berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia (erga omnes).
Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945 juga telah menggariskan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden dilakukan setiap lima tahun sekali.
"Hal demikian juga diatur dalam Pasal 167 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," ucapnya.
Puadi menegaskan bahwa dalam Undang-Undang Pemilu di Indonesia tidak diatur mengenai adanya penundaan pemilu.
Oleh karena itu, menurutnya, penundaan pemilu tidak bisa dilakukan hanya berdasarkan putusan pengadilan negeri.
"Yang ada dalam UU Pemilu, hanya pemilu susulan dan pemilu lanjutan," tegasnya.
Bawaslu sedang melakukan kajian terkait implikasi putusan PN Jakarta Pusat terhadap lembaga tersebut, setelah Partai Prima mengajukan gugatan terkait keputusan KPU yang menolak pendaftaran partai tersebut.
Baca Juga:
PKS Nilai Tahapan Pemilu Tak Bisa Diinterupsi karena Persoalan Satu Partai
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menilai, tidak semestinya hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri memutuskan perkara administrasi yang merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Mahfud mengatakan, tindakan turut campur memutuskan yang bukan kewenangannya ini sudah keluar dari Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2019.
Karena menurut aturan tersebut, jika ada perkara administrasi yang masuk ke Pengadilan Negeri, wajib ditolak.
Jika sudah terlanjur diperkarakan, hakim wajib memutuskan perkara tersebut dengan putusan tidak memenuhi ketentuan.
"Kalau dalam perma keluar, sudah ada kasus sedang diperiksa (diproses), itu nanti di putusan nanti putusannya 'bukan wewenang pengadilan umum', sudah ada itu Perma Nomor 2 Tahun 2019," kata Mahfud.
Mantan Ketua MK itu juga menegaskan, putusan yang dikeluarkan oleh PN Jakarta Pusat itu tidak bisa dieksekusi.
Menurut dia, keputusan itu salah kamar dan bisa diabaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melanjutkan proses Pemilu 2024.
"Karena ini salah kamar. Ya diabaikan saja kalau misal banding kalah lagi. Diabaikan saja," ucap dia.
Putusan penundaan pemilu bermula dari Partai Prima melaporkan KPU karena merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Dalam tahapan verifikasi administrasi, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual. (Knu)
Baca Juga:
Bawaslu Pastikan Penundaan Pemilu 2024 Tak Mungkin Dilakukan
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Politik Thailand Kembali Bergejolak, PM Sementara Ajukan Pembubaran Parlemen dan Pemilu Baru

Tutup Rakernas, Surya Paloh Targetkan NasDem Masuk 3 Besar Pemilu 2029

NasDem Siap Tantang Partai Besar, Punya Strategi Khusus Rebut Tiga Besar Pemilu 2029

DPR Mulai Bahas Pilihan Alternatif Model Pilkada, Usulan PKB Gubernur Ditunjuk Presiden Belum Ada Yang Nolak

Junta Kembali Tetapkan Darurat Militer Jelang Pemilu Myanmar

Legislator Ungkap Keuntungan dari Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal

Partai Tengah Lagi Bikin Strategi Simulasi Pemilu dan Pilkada

Partai Buruh Ajukan Uji Materi Minta Ambang Batas Parlemen Dihapus Pada Pemilu 2029

4 Tahun Sebelum Pemilu, Golkar Jateng Ingin Rampungkan Seluruh Kepengurusan

Golkar Nilai Putusan MK soal Pemilu Bisa Jadi Bumerang dan Guncang Dunia Politik Indonesia
