Aspal dari Daur Ulang Ban Bekas
Aspal adalah minyak bumi yang lengket dan kental. (Foto: Unsplash/Imthaz Ahamed)
PERPADUAN baru antara ban mobil bekas dan puing telah diuji coba di sebuah universitas di Australia sebagai bahan pembuatan jalan yang berkelanjutan.
Materi yang dikembangkan para peneliti di RMIT University di Melbourne merupakan yang pertama. Para peneliti menggabungkan puing-puing dan karet daur ulang dalam campuran yang dioptimalkan untuk memenuhi standar keselamatan rekayasa jalan.
Baca juga:
Pertama Kalinya, Daya Magnet Diaktifkan Menggunakan Listrik dengan Bahan Non-Magnetik
Bukan hanya versi ramah lingkungan untuk tarmak berbasis minyak, bahan baru ini juga memberikan kesempatan kedua bagi 1 miliar ban bekas yang dihasilkan secara global setiap tahun. Perpaduan baru ini berarti menawarkan material yang lebih fleksibel dan tidak mudah retak daripada material standar. Hal itu membuat umur jalan bertahan lebih lama.
"Basis jalan tradisional terbuat dari bahan murni non-sustainable, seperti batu galian dan pasir alami," kata ketua peneliti Dr Mohammad Boroujeni, dikutip laman Euro News.
Boroujeni mengatakan bahan campuran yang mereka buat menjadi alternatif daur ulang 100%. Hal itu menawarkan cara baru untuk memakai kembali ban dan limbah bangunan. Sambil berkinerja kuat pada kriteria utama seperti fleksibilitas, kekuatan dan, deformasi permanen.
Baca juga:
Semakin kita sering mengendarai mobil, Bumi mungkin juga akan semakin tercemar. Tanah yang ada di bawahnya juga bisa bermasalah.
Jalan biasanya terdiri dari empat lapisan, yakni tanah dasar, dasar dan subdasar, dengan aspal di atasnya. Aspal merupakan minyak bumi yang lengket dan kental. Sadar atau tidak, kita mengandalkan bahan bakar fosil seperti minyak untuk membuat jalan. Cara itu jelas jauh dari konsep ramah lingkungan untuk menjaga kelangsungan Bumi.
Bahkan, jalan sepanjang 1 kilometer umumnya membutuhkan sekitar 320 barel minyak untuk pembangunannya. Demikian disebut penulis Our Renewable Future. “Jalan yang kita pakai saat ini terbuat dari bahan yang bisa menipis dan tidak dapat diperbarui. Hal itu berkontribusi terhadap perubahan iklim dan melepaskan gas beracun baik selama fase konstruksi dan selama masa hidupnya,” ujar Richard Heinberg dan David Fridley dalam buku Our Renewable Future (2016).
Agar campuran daur ulang yang baru dapat diluncurkan dalam skala yang lebih besar, lebih banyak limbah konstruksi dan ban bekas harus didaur ulang. Saat ini, industri konstruksi menghasilkan lebih banyak limbah secara signifikan daripada yang digunakan kembali. Demikian dijelaskan kepala penyelidik di RMIT, Jie Li .
“Solusi untuk masalah limbah kita akan datang tidak hanya dari mengurangi berapa banyak yang ditimbun ke tempat pembuangan sampah dan meningkatkan berapa banyak kita daur ulang. Mengembangkan kegunaan baru dan inovatif untuk bahan daur ulang sangat penting,” pungkasnya. (lgi)
Baca juga:
Bagikan
Leonard
Berita Terkait
Sudah Raih Sertifikasi, Xiaomi 17 Siap Debut Global dengan Snapdragon 8 Elite Gen 5
iPhone 18 Bakal Uji Coba Face ID di Bawah Layar, Apple Siap Masuki Era Baru
Samsung Galaxy Z TriFold Sudah Mengaspal di China, Harganya Mulai dari Rp 47,1 Juta
Realme 16 Pro Segera Meluncur, Bawa Lensa Telefoto dan Baterai 7.000mAh
Xiaomi 17 Ultra Paling Cepat Bisa Dipesan Mulai Desember, tak Perlu Menunggu hingga 2026!
Render Samsung Galaxy S26 Series Bocor, Desain Barunya Jadi Sorotan!
Xiaomi 17 Ultra Leica Leitzphone Edition Muncul di GSMA, Ditunggu-tunggu Pencinta Fotografi!
Gambar Xiaomi 17 Ultra Bocor sebelum Rilis, Dibekali Baterai 6.000mAh
Samsung Bakal Gelar 'The First Look' Jelang CES 2026, Galaxy Z TriFold Segera Unjuk Gigi?
Desain Motorola Edge 70 Ultra Terungkap, Siap Bikin Gebrakan Lewat Tombol Khusus AI!