Asyiknya Merayakan Perbedaan Bersama Bintang

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Jumat, 05 Agustus 2022
Asyiknya Merayakan Perbedaan Bersama Bintang

Marketing Director Multi Bintang Indonesia Jessica Setiawan menjelaskan arti penting 70 tahun Bir Bintang. (Foto: Maverick)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

LOGO bintang masih kokoh merah menyala di tengah. Di belakangnya garis-garis keabuan tetap menjadi latar melengkung. Sementara di bawahnya, terdapat serumpun Hops dan Barley sebagai bahan pokok pembuat bir mengapit tulisan "Merayakan Kebersamaan Sejak 1952" lalu dua tangan memegang gelas siap beradu.

Secara keseluruhan, bagian blok hitam nan semula menjadi pembatas antara tulisan dan gambar kini ditanggalkan. "Makin terlihat jadi Merah-Putih. Lebih Indonesia kan, " kata Marketing Director Multi Bintang Indonesia Jessica Setiawan menjelaskan kemasan baru Bir Bintang nan sejak bulan Juni telah beredar di pasaran, Kamis (4/8) di Museum Macan, kepada merahputih.com.

Bintang, lanjut Jessica, secara resmi memperkenalkan kemasan baru dengan desain modern dan dinamis pada semua produknya menunjukkan komitmenya untuk terus menemani masyarakat Indonesia dari generasi ke generasi di setiap momen kebersamaan dengan semangat 'Berbeda Bersama'.

Baca juga:

Royal Eight Kembali Buka Layanan Makan di Tempat Menggunakan Aturan Kenormalan Baru

Merayakan perbedaan dalam kebersamaan, sambungnya, sangat penting dalam upaya menghilangkan bias agar tak gampang cepat menghakimi sesuatu atau seseorang. "Padahal begitu ngobrol kan enggak kayak dugaan awal. Makanya, perlu pencair suasana agar bisa kenal lebih dalam dan chill," tambah Jessica.

Saling berprasangka negatif sejak awal, menurut aktor Brandon Salim, pada akhirnya akan menjadi pagar pembatas tiap orang untuk bisa saling mengenal lebih dekat. Semangat merayakan perbedaan mengusung semangat "Bersama Bintang Berbeda Bersama", lanjutnya sangat positif untuk menghilangkan prasangka negatif apalagi jika sejak awal telah mengerti bahwa masing-masing orang punya keunikan tersendiri sehingga tak perlu mempersoalkan perbedaan.

Bintang
Co-Founder What Is Up, Indonesia? (WIUI) Abigail Limuria menjelaskan arti perbedaan. (MP/Ronggo)

"Manusia kan dilahirkan unik dan berbeda, punya karakter berbeda-beda. Bahkan hal apa disukai aja akhirnya bikin jadi beda, unik, just focus on it," kata Brandon Salim mengartikan perbedaan sebagai kekayaan di dalam keberagaman.

Tak bisa dielakkan jika masa menuju usai pandemi terjadi banyak adaptasi terutama pada pertemuan luring. Banyak Generasi Z apalagi 'Generasi Pandemi' nan sepanjang hari sering berkomunikasi lewat daring jadi kikuk ketika bertemu tatap muka secara langsung.

"Oh ada anak-anak 'angkatan pandemi' kalau chatting seru banget, eh pas ketemu malah bingung mulai obrolannya," kata Co-Founder What Is Up, Indonesia? (WIUI) Abigail Limuria kepada merahputih.com.

Manusia, menurut Abigail, secara alamiah sejak jaman pra-aksara memang hidup berkelompok, bahkan karenanya selamat dari kepunahan. Namun, di sisi lain, karena berbeda-beda maka manusia perlu punya middle ground agar keunikan masing-masing orang bisa bertemu sehingga bisa saling memahami satu dengan lainnya.

Merayakan perbedaan bersama, kampanye "cheers untuk kita semua", dan peluncuran kemasan baru pada semua produk Bintang, menurut Jessica jadi penanda perayaan Hari Jadi ke-70 Bintang.

"70 tahun kami ambil dari sejak tahun 1952 namanya berubah jadi Bintang setelah masa kemerdekaan RI," tambah Jessica.

Baca Juga:

Magdalena, Food Vlogger Jagoan Bagi UMKM Kuliner di Masa Pandemi

Meski begitu, Bintang memang tak langsung lahir sejak 1952 sebab ada perjalanan panjang di masa sebelumnya jauh sebelum Indonesia merdeka.

Berbekal pelatihan membuat bir, putra seorang bankir asal Perancis Rene Gaston Dreyfus mendirikan Societe Financiere de Brasseries (Sofibra) di Swiss. Namun, Dreyfus ingin menjajal tantangan baru di kancah pembuatan bir di luar Eropa, sehingga menghubungi pihak HBM (Heineken's Bierbrouwerij Maatschappij NV) pada 1929.

Bersama President Commissaris Heineken Jhr. Pieter Rutger Feith, Dreyfus bertualang ke Hindia Belanda untuk menyelidiki kemungkinan membuka tempat pembuatan bir. Dari hasil petualangnya, mereka menyimpulkan hanya Surabaya di antara banyak tempat di Jawa paling cocok sebagai lokasi brewery.

Bintang
Aktor Brandon Salim mengingatkan pentingnya keunikan sebagai kekuatan. (MP/Ronggo)

Namun setiba di Surabaya, mereka mendapati Brasserie Coloniale (Cobra) telah membeli tanah di daerah Ngagel, Surabaya, sebagai tempat brewery. Mereka akhirnya memutuskan tak mendirikan pabrik pembuatan bir di Hindia Belanda.

Dalam perjalanan pulang ke Belanda, Feith sempat singgah Singapura menjalin kontak dengan John Fraser dan David Chalmers Neave (F&N). Dari perjumpaan tersebut, lahir kolaborasi tempat pembuatan bir NV Nederlandsch-Indische Bierbrouwerijen (NIB) nan resmi dibuka pada 21 November 1931.

NV NIB menghasilkan Java Bier atau acap disebut Bir Jawa dengan proses pembuatan terbilang tradisional lantaran disesuaikan dengan daerah tropis. Tak mudah memang membuat bir di wilayah tropis apalagi di masa pembuatan es masih langka dengan harga jual cukup mahal.

Ternyata kehadiran pabrik bir di tanah Hindia Belanda, seturut laporan De Sumatra tertanggal 23 Agustus 1933, cukup membuat penjualan bir-bir impor menurun dari 14.215.00 pada 1930 menjadi hampir setengahnya menjadi 8.028.000 pada 1932.

Bintang
Iklan Java Bier Nederlandsch-Indische Bierbrouwerijen. (Foto: Sejarah Jakarta)

"Penurunan impor, tentu saja, tidak berarti konsumsi telah menurun secara proporsional, tetapi sebagian besar merupakan hasil dari keberhasilan 'Ankerpils' India dan 'Bir Jawa', " tulis De Sumatra.

Pada 1935, NV NIB membeli satu paket saham perusahaan induk Belgia 'SA Internationale de Brasserie' (Interbra) sehingga membuatnya menguasai tempat pembuatan bir di Ngagel melalui mayoritas saham.

Perluasan dan renovasi tempat pembuatan bir selesai pada tahun 1937. Nama perusahaan diubah jadi 'Heineken's Nederlands-Indische Bierbrouwerij Maatschappij'. Sejak saat itu, bir juga dijual dengan merek Heineken dengan logo bintang nan terkenal. Orang sering memesan 'Tjap Bintang' atau merek Bintang.

Namun, impor bir Heineken dari Belanda dihentikan. Selain Heineken, bir dengan merek 'Rex' juga diperkenalkan. Bir ini harus bersaing dengan bir impor Jerman.

Bir dengan merek 'Java' tetap tersedia seperti biasa dan, karena alasan biaya, masih dijual melalui pembuatan secara sederhana sesuai lokasi pabrik di daerah tropis. Setelah Perang Dunia II, terutama saat Indonesia merdeka, seluruh perusahaan diambilalih kemudian Java Bier atau Bir Jawa berganti nama jadi Bintang hingga kini. (*)

Baca juga:

Deretan Fakta Unik Tentang Se'i, Kuliner Khas NTT yang Bikin Nagih

#Minuman Bir #Kuliner #Fashion
Bagikan

Berita Terkait

Fashion
Semangat Segar di Tahun Baru, Converse Sambut Komunitas Converse All Star Class of ’26 dan Katalis Musim ini, Harra.
Converse All Star adalah platform komunitas global yang didedikasikan untuk mendukung dan memberdayakan para kreator muda yang sedang berkembang.
Dwi Astarini - Jumat, 24 Oktober 2025
 Semangat Segar di Tahun Baru, Converse Sambut Komunitas Converse All Star Class of ’26 dan Katalis Musim ini, Harra.
Fashion
Converse Sambut Musim Liburan Akhir Tahun dengan Koleksi Terbaru, Gaya Maksimal di Segala Perayaan
Converse mengundang setiap orang untuk mendefinisikan musim liburan mereka sendiri, didukung gaya alas kaki yang serbaguna.
Dwi Astarini - Kamis, 23 Oktober 2025
Converse Sambut Musim Liburan Akhir Tahun dengan Koleksi Terbaru, Gaya Maksimal di Segala Perayaan
Lifestyle
10 Kuliner Khas Kudus yang Wajib Dicoba, dari Soto Kerbau hingga Gethuk Nyimut
Yuk jelajahi 10 kuliner khas Kudus yang paling terkenal! Mulai dari soto kerbau legendaris, nasi pindang, hingga gethuk nyimut yang manis dan unik.
ImanK - Minggu, 19 Oktober 2025
10 Kuliner Khas Kudus yang Wajib Dicoba, dari Soto Kerbau hingga Gethuk Nyimut
Tradisi
Tahok dan Bubur Samin Solo Jadi Warisan Budaya tak Benda
Sebanyak 14 warisan budaya Solo berbagai kategori berbeda dari makanan hingga olahraga tradisional ditetapkan WBTb.
Dwi Astarini - Selasa, 14 Oktober 2025
Tahok dan Bubur Samin Solo Jadi Warisan Budaya tak Benda
Fashion
Gaya Sporty Luxe ala Justin Hubner: Maskulin, Melek Mode, dan Anti Ribet
Lewat akun Instagram pribadinya @justinhubner5, Justin kerap membagikan gaya berpakaian yang memadukan nuansa sporty dan kemewahan, yang dikenal sebagai tren sporty luxe.
Wisnu Cipto - Minggu, 12 Oktober 2025
Gaya Sporty Luxe ala Justin Hubner: Maskulin, Melek Mode, dan Anti Ribet
Fashion
Terus Merugi, Sepatu BATA Resmi Hapus Bisnis Produksi Alas Kaki
Keputusan diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) BATA yang digelar pada 25 September 2025.
Wisnu Cipto - Jumat, 10 Oktober 2025
 Terus Merugi, Sepatu BATA Resmi Hapus Bisnis Produksi Alas Kaki
Dunia
Jepang Selamat dari Ancaman Kekurangan Bir, Perusahaan Asahi kembali Berproduksi setelah Serangan Siber
Sebelumnya, produsen bir ternama ini terpaksa menghentikan seluruh operasi akibat serangan siber.
Dwi Astarini - Senin, 06 Oktober 2025
Jepang Selamat dari Ancaman Kekurangan Bir, Perusahaan Asahi kembali Berproduksi setelah Serangan Siber
Fun
Deretan Acara Café Brasserie Expo 2025, Pilihan Terbaik Bagi Para Pencinta F&B
Wadah ekspresi yang menyatukan inovasi produk F&B dengan berbagai sektor gaya hidup.
Wisnu Cipto - Rabu, 01 Oktober 2025
Deretan Acara Café Brasserie Expo 2025, Pilihan Terbaik Bagi Para Pencinta F&B
ShowBiz
Lebih dari Sekadar Festival, JakCloth Kini Jadi Simbol Ekspresi Lokal
JakCloth telah bertransformasi jadi sebuah movement anak muda.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 01 Oktober 2025
Lebih dari Sekadar Festival, JakCloth Kini Jadi Simbol Ekspresi Lokal
Kuliner
Coco Series dari Roemah Koffie Dikenalkan di Athena, Membawa Ciri Khas Tropis
Roemah Koffie memperkenalkan sentuhan tropis kelapa dalam secangkir kopi.
Dwi Astarini - Jumat, 26 September 2025
Coco Series dari Roemah Koffie Dikenalkan di Athena, Membawa Ciri Khas Tropis
Bagikan