Algoritma dapat Menemukan Tanda Autisme pada Bayi


Prediksi algoritma membantu membedakan bayi yang berpotensi mengalami spektrum autisme. (freepik/freepic diller)
AUTISME merupakan kondisi disabilitas yang mengganggu perkembangan hidup dari seseorang dan memiliki dampak dari penderitanya ketika berkomunikasi serta berinteraksi dengan orang sekitarnya dan lingkungannya. Di Indonesia sendiri berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI (7/4) pada periode tahun 2020-2021 terdapat 5.530 gangguan perkembangan anak termasuk gangguan spektrum autisme tercatat dilayani di puskesmas.
Dalam mempersiapkan orangtua serta keluarga dalam membesarkan anak yang memiliki autisme memang dipandang paling tepat bila gangguan ini terdeteksi sedini mungkin sebelum menginjak usia balita atau bahkan anak-anak. Oleh karena itulah laporan studi yang belum lama ini dirilis oleh Duke University di Amerika Serikat dianggap penting bagi dunia medis terkait penanganan autisme.
Baca Juga:
Gagal Glowing, 5 Kesalahan Perawatan Kulit Wajah di Malam hari

Berdasarkan studi dari universitas di Durham, North Carolina itu, terdapat potensi untuk mendeteksi autisme pada anak-anak sejak lahir dengan memanfaatkan algoritma. Di mana algoritma tersebut tercipta ketika para peneliti melakukan analisa terhadap rekam medis elektronik dari 45 ribu anak yang pernah dirawat di periode 2006-2020 melalui Sistem Kesehatan Universitas Duke.
Dengan fokus analisanya terhadap bayi yang pernah berobat ke dokter mata atau ahli saraf, pernah mengalami masalah perut atau gastrointestinal, atau bayi yang pernah menjalani terapi fisik. Dari data-data itulah tercipta algoritma yang memprediksi potensi terjadinya autisme dari bayi.
Algoritma itu kemudian digunakan dalam model machine-learning dan prediksinya membantu membedakan bayi yang berpotensi mengalami spektrum autisme, yang terdiagnosa ADHD, atau yang memiliki gangguan perkembangan saraf lainnya.
Baca Juga:

“Sejumlah besar faktor di seluruh profil kesehatan bayi dimasukan ke dalam model. Masing-masing faktor tersebut berkontribusi secara bertahap (terhadap spektrum autisme-red),” ungkap salah seorang peneliti studi tersebut Matthew Engelhard, MD, sebagaimana dikutip dari Webmd.com (9/10).
Pada penelitian, model-model dari algoritma tersebut kemudian digunakan untuk menganalisa anak-anak yang diketahui memang diabaikan dari sisi skrining kesehatan tradisional, seperti terhadap anak-anak perempuan, anak non-kulit putih, serta mereka yang memang sebelumnya didiagnosa gabungan autisme serta ADHD.
Fokus terhadap anak-anak yang disebutkan di atas dianggap penting karena mereka telah kehilangan momen skrining kesehatan sedini mungkin. Dari sinilah mengapa berdasarkan ketua penelitian sekaligus pimpinan Duke Center for Autism and Brain Development Geraldine Dawson, penelitiannya bisa mengarahkan penggunaan algoritma yang mereka dapatnya dengan bantuan tools lain dalam rangka mendiagnosa autisme lebih dini sehingga si anak lebih cepat dapat terbantu. (aru)
Baca Juga:
Konon Kentang Ampuh Turunkan Berat Badan dalam Waktu Singkat
Bagikan
Berita Terkait
Sense Lite, Inovasi Baru JBL dengan Teknologi OpenSound dan Adaptive Bass Boost

Chip A19 dan A19 Pro Milik iPhone 17 Muncul di Geekbench, Begini Hasil Pengujiannya

Xiaomi 16 Pro Bisa Jadi Ancaman Buat Samsung Galaxy S26 Pro, Apa Alasannya?

OPPO Find X9 dan X9 Pro Bakal Hadir dengan Baterai Jumbo, Meluncur 28 Oktober 2025

Spesifikasi Lengkap iPhone 17: Hadir dengan Layar Lebih Besar dan Kamera Super Canggih

iPhone 17 Air Resmi Rilis dengan Bodi Tertipis, ini Spesifikasi dan Harganya

iPhone 17 Pro dan 17 Pro Max Punya Desain Baru, Pakai Chip A19 Pro dan Kamera 8x Zoom

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

iPhone 17 Air Masih Kalah dari Samsung Galaxy S26 Edge, Baterainya Jadi Sorotan

Desain OPPO Find X9 Terungkap, Bakal Bawa Bezel Baru dan Paling Tipis di Kelasnya
