Tol Cipali Pengaruhi Kunjungan Wisatawan ke Cirebon

Sabtu, 21 Januari 2017 - Zahrina Idzni

Sejak dibukanya jalan tol Cipali membuat Cirebon, Jawa Barat semakin ramai dikunjungi wisatawan. Hal tersebut terlihat dari padatnya jalanan Kota Cirebon setiap akhir pekan.

Beberapa kawasan strategis seperti Jalan Siliwangi, Jalan Kartini, Jalan Cipto Mangunkusumo, Kota Cirebon menjadi jalur padat dengan didominasi kendaraan berpelat nomor luar kota. Sejumlah hotel berbintang maupun kelas melati juga semakin banyak berdiri di Kota Wali ini.

Kepala Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata (Disporbudpar) Kota Cirebon, Dana Kartiman mengatakan, setiap tahunnya sekitar lima hotel berdiri dan siap beroperasi di Kota Cirebon.

Menurutnya, di tahun 2014 ada 64 hotel yang siap berdiri dan naik sampai sekarang ada 69 izin hotel yang telah beroperasi. Sehingga, setiap tahunnya sekitar ada lima hotel baru mulai beroperasi.

"Selain menjadi kawasan transit, Kota Cirebon saat ini menjadi salah satu etalase wisata di Jawa Barat maupun Indonesia. Pada umumnya, hotel bukan hanya menjadi tempat untuk sekadar pindah tidur," katanya, Jumat (20/1).

Ia mengatakan, rata-rata pengunjung di Cirebon sekitar 60 persennya datang ke Cirebon untuk mengikuti atau menggelar suatu kegiatan. Sementara, sisanya cenderung untuk berwisata belanja dan kuliner serta berkunjung ke tempat wisata yang ada. Sehingga, wisatawan tersebut tidak menginap.

Ia juga mengakui target kunjungan wisata di Kota Cirebon belum sama seperti di daerah lain seperti Bali, Yogyakarta dan Banyuwangi. Rata-rata, kata dia, wisatawan menginap di hotel Cirebon selama 1,5 hari.

"Sejak beroperasinya tol Cipali, rata-rata pengunjung tujuh persen wisman, karena wisman hidup di kita diperhitungkan hanya 15 hari, rasionya tujuh persen di Bali, ketika Banyuwangi tangkap peluang ambil tiga hari. Berarti, lima hari destinasi unggul dan Cirebon hanya nol koma sekian persen, kecuali diundang," katanya.

Gapura Kota Cirebon (MP/Mauritz)
Gapura Kota Cirebon (MP/Mauritz)

Selain itu, luas wilayah dan tingkat keamanan pengunjung juga menjadi salah satu poin penting perkembangan suatu daerah. Menurut Dana, jika melihat dari luas wilayah Kota Cirebon yang hanya 37 kilometer persegi, jumlah hotel yang beroperasi sudah terbilang melebihi kapasitas.

"Karena yang namanya hotel dengan jumlah 3.800 operasional rata-rata okupansi, space yang ada akan menimbulkan macet. Sebab, space jalan masih ada. Setiap satu keluarga pasti membawa satu kendaraan, setiap libur kantor atau sekolah masih tetap ada," ujarnya.

Ia mengatakan, selain macet, posisi Kota Cirebon dipisah dengan jalur kereta api yang melintang sepanjang pantura. Sementara itu, banyaknya hotel berdiri, tak diimbangi dengan lahan parkir yang mumpuni. Alhasil, tidak sedikit hotel-hotel menggunakan badan jalan untuk parkir.

"Yang diperhitungkan itu justru dampak dari penghuni untuk hidup di Kota Cirebon, untung saja hotel di kota tidak hanya memfasilitasi yang berkunjung ke kota. Termasuk juga dari Kabupaten Cirebon, Indramayu, Kuningan, Majalengka tapi menginapnya di Kota Cirebon. Jadi Kota Cirebon ramai bukan karena kunjungan wisata, melainkan karena Meeting, Incentive, Conference and Exhibition (MICE)," katanya.

Selain banyaknya hotel berdiri, para wisatawan juga kerap mengeluh masalah keamanan, kemacetan, sampah dan harga yang mahal. Menurutnya, empat faktor tersebut sangat penting untuk disikapi bersama antara pemerintah dan masyarakat. Sebab, tingkat hospitality juga menjadi pertimbangan pengunjung untuk datang ke Cirebon.

"Tapi yang jelas, membangun hotel di Kota Cirebon tidak pernah sia-sia karena sudah menjadi etalase wisata dari Kabupaten Kuningan, Majalengka dan Indramayu. Peningkatan okupansi hotel bisa mencapai 20 sampai 30 persen, apalagi saat PON 2016 lalu," pungkas dia.

Berita ini berdasarkan laporan Mauritz, reporter dan kontributor merahputih.com untuk wilayah Cirebon dan sekitarnya. Dapatkan informasi lainnya dari Cirebon dalam artikel: Martabak Unyil Ala Eatboss Cafe Cirebon

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan