Tanatopraksi, Teknik Pengawetan Jenazah Paus yang Berbeda dengan Mumifikasi dan Dianggap Lebih Manusiawi

Sabtu, 26 April 2025 - Frengky Aruan

MerahPutih.com - Jenazah Paus Fransiskus ditampilkan selama tiga hari di Basilika Santo Petrus mulai hari Rabu sebelum pemakamannya pada hari Sabtu (26/4) ini.

Yang menarik, jenazah Paus Fransiskus diawetkan untuk mencegah terjadinya pembusukan.

Jenazah menjalani prosedur pengawetan yang diatur dengan ketat agar dapat dipamerkan di depan publik untuk terakhir kalinya.

Paus Fransiskus menjalani teknik pengawetan tanatopraksi. Hal ini disampaikan oleh pendiri Institut Nasional Thanatopraxy Italia (INIT) Andrea Fantozzi.

Ini melibatkan penyuntikan cairan pengawet melalui sistem peredaran darah, diikuti dengan perawatan estetika pada wajah dan tangan.

"Tujuannya adalah untuk memperlambat proses pembusukan alami,” ucap Fantozzi kepada AFP dikutip Sabtu (26/4).

Tanatopraksi berbeda dengan metode mumifikasi, tetapi teknik pengawetan tubuh yang digunakan terutama untuk menampilkan jenazah di depan umum.

Baca juga:

Akan Ikuti Konklaf, Kardinal Suharyo Prediksi Sejumlah Calon Paus Saling Pamer Ide dan Gagasan

Metode ini adalah teknik perawatan jenazah yang bertujuan untuk memperlambat proses pembusukan, menjaga kebersihan, dan menampilkan jenazah dengan penampilan yang alami selama beberapa hari.

Prosedur ini melibatkan beberapa langkah penting, seperti penyuntikan cairan pengawet ke dalam pembuluh darah arteri, pembersihan menyeluruh terhadap tubuh, serta penggunaan riasan dan penataan wajah dan tangan untuk memberikan kesan damai. Praktik ini telah diatur di Italia berdasarkan undang-undang yang disahkan pada tahun 2022.

Teknik pengawetan tanatopraksi dianggap sebagai evolusi modern pembalsaman. Tanatopraksi menggunakan zat kimia yang lebih menghormati tubuh manusia. Tradisi yang sudah berlangsung berabad-abad

Daily Mail menjelaskan, prosesnya, tubuh Paus Fransiskus akan dikuras darahnya dan diisi dengan bahan kimia pengawet.

Pembuluh darah di leher Paus akan dibuka, lalu campuran yang kemungkinan mengandung pewarna, alkohol, air, dan formaldehida akan dipompa masuk.

Baca juga:

Menteri Agama Kenang Paus Fransiskus, Menyebutnya Orang Terbaik di Muka Bumi

Formaldehida adalah gas tak berwarna dengan bau menyengat, yang sudah lama digunakan untuk membersihkan darah dan bakteri jenazah sekaligus memperlambat pembusukan.

Selain itu, formaldehida bisa mengikat protein dalam sel-sel tubuh untuk mencegah enzim tubuh sendiri merusaknya.

Serupa transfusi darah, campuran pengawet ini akan mengalir lewat sistem peredaran darah dan mengeluarkan darah yang telah membeku, yang menyebabkan pembusukan.

Daily Mail menjelaskan, dalam proses pembalseman yang khas, tubuh pertama-tama dicuci untuk menghilangkan bakteri.

Saat rigor mortis atau kekakuan postmortem setelah kematian terjadi, pengurus jenazah akan melakukan sejumlah proses kosmetik supaya jenazah tampak sealami mungkin. Biasanya mencakup penutupan mata dengan plastik khusus dan penyegelan rahang dengan kawat.

Dalam beberapa kasus, tubuh mungkin dipijat untuk melonggarkan otot agar dapat diatur dalam posisi berbaring.

Usai tubuh diatur, pengurus jenazah akan membuat sayatan kecil di atas tulang selangka dan mengeluarkan arteri karotis dan vena jugularis.

Pembuluh darah kemudian dipotong dan dihubungkan ke mesin pembalseman, yang memompa cairan pengawet lewat arteri karotis dan mengeluarkan darah dari vena jugularis. Cairan ini biasanya campuran bahan pengawet, seperti formaldehida dan alkohol, serta pewarna yang memberikan warna tubuh.

Kemudian, jarum besar seperti vakum dimasukkan ke dalam perut untuk mengeluarkan semua cairan dan isi usus, sebelum lebih banyak cairan pembalseman dipompa masuk.

Setelah semua sayatan ditutup, tubuh kemudian dicuci, didandani, dan disiapkan untuk disemayamkan.

Baca juga:

Ribuan Umat Katolik Doakan Paus Fransiskus saat Misa Requiem di Katedral Jakarta

Menurut Euronews, selama berabad-abad, jenazah Paus diawetkan demi alasan spiritual, kebuthkan pemakaman yang lama, dan penghormatan publik.

Dahulu, Paus diawetkan dengan teknik pembalseman konvensional yang lebih invasif, termasuk pengangkatan organ dalam dan penyuntikan formalin serta alkohol.

“Namun, seiring waktu, gereja beralih ke metode yang lebih manusiawi demi martabat tubuh,” tulis Euronews. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan