Sejarah Penguasa Kerajaan Mataram Kuno, Dari Kualitas yang Diperlukan untuk Jadi Raja Sampai Kewajiban kepada Rakyatnya

Jumat, 14 Februari 2025 - Hendaru Tri Hanggoro

MerahPutih.com - Halo, Guys! Pernah dengar tentang Kerajaan Mataram Kuno?

Itu lho yang peninggalannya terkenal banget sampai sekarang: Candi Prambanan dan Candi Borobudur.

Nah, ada cerita seru seputar kerajaan ini yang bisa kita pelajari. Mulai dari pendiriannya hingga perbedaan agama para penguasanya.

Bayangkan, pada masa lalu, kerajaan ini dipimpin bergiliran oleh para raja dari Dinasti Sailendra, dimulai dari Sanjaya.

Tapi, jangan kira perjalanan mereka mulus-mulus saja. Ada banyak drama dan perebutan kekuasaan yang bikin kisah mereka menarik untuk diulik!

Prasasti-prasasti kuno, seperti Prasasti Mantyasih dan Wanua Tengah III, mencatat siapa saja yang pernah duduk di singgasana Mataram.

Namun, ternyata enggak semua nama raja yang tercatat itu adalah keturunan langsung dari penguasa sebelumnya.

Ada yang naik takhta karena menikah dengan putri raja, ada juga yang cuma sebentar memimpin sebelum tersingkir. Seru, kan?

Jadi, yuk kita gali lebih dalam tentang sejarah Mataram Kuno periode Jawa Tengah ini.

Baca juga:

Sejarah Indianisasi Kepulauan Nusantara, Bukan Sekadar Bollywood

Pendiri Mataram Kuno

Kalau kita tarik ke masa sekarang, mungkin kita bisa belajar tentang pentingnya legitimasi dan kepercayaan dalam kepemimpinan dari sejarah Mataram Kuno.

Seperti di sekolah atau organisasi, pemimpin yang baik adalah mereka yang diakui dan dipercaya oleh anggotanya. Serupa di kerajaan dulu, perebutan kekuasaan sering terjadi jika pemimpin enggak kuat atau enggak sah.

Namun, penjelasan lebih dalam tentang kisah-kisah itu kerap kali bolong-bolong. Mengingat ada sumber sejarah tertulis yang ditemukan.

Buat menggali kisah-kisah di Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah yang berdiri dari tahun 717 M sampai 928 M, sumber tertulisnya adalah prasasti dan catatan dari kerajaan lain, terutama dari China.

Prasasti Canggal salah satu sumber penulisan Mataram Kuno
Prasasti Canggal menjadi sumber sejarah buat memahami Kerajaan Mataram Kuno. (Foto: Repro buku Prasasti dan Raja-Raja Nusantara)

"Prasasti ialah sumber sejarah tertulis dari masa lalu yang ditulis di atas batu atau logam," kata Boechari, arkeolog legendaris Indonesia, dalam artikel "Kerajaan Mataram Sebagaimana Terbayang dari Data Prasasti", termuat di buku Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti.

Meski keterangan tentang Kerajaan Mataram terdapat di sekitar 200 prasasti, tetap ada bagian yang bolong. Bisa karena sumber sejarahnya belum ditemukan atau malah hilang dan rusak.

Ini mengingatkan kita bahwa sejarah seringkali menyimpan banyak misteri yang menunggu untuk dipecahkan. Serupa kita yang terus belajar dan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam hidup.

Nama Mataram kali pertama muncul pada masa pemerintahan Sanjaya (717-746 M). Ia bergelar lengkap Rakai Mataram Sang Ratu. Sanjaya adalah nama aslinya. Ia dianggap sebagai pendiri Mataram Kuno.

Biasanya, nama para pembesar kerajaan Mataram terdiri dari tiga unsur. Pertama, gelar rakai (artinya 'penguasa di...') yang diikuti oleh nama wilayah. Kedua, nama lahir. Ketiga, gelar abhiseka (penobatan) yang panjang dan terpengaruh kebudayaan India.

Namun, beberapa prasasti hanya menyebut salah satu atau duanya. Enggak selalu lengkap tiga unsur. Mungkin karena kepanjangan dan keterbatasan ruang.

Sugeng Riyanto, arkeolog Balai Arkeologi Yogyakarta, mengatakan bahwa kemunculan Kerajaan Mataram Kuno seolah terjadi tiba-tiba.

Prasasti yang diharapkan dapat memberi informasi tentang masa sebelum dimulai dan awal Mataram Kuno dengan Sanjaya sebagai rajanya, belum ditemukan.

“Selain untuk mendapat gambaran proses kontinuitas kedua fase secara lembut, jadi tidak terkesan Mataram muncul tiba-tiba, prasasti yang diharapkan itu juga dapat menjadi kunci menelusuri leluhur raja-raja Mataram lebih jauh ke belakang,” terang Sugeng dalam artikel “Situs Liyangan Dalam Bingkai Sejarah Mataram Kuno” yang termuat di Berkala Arkeologi Vol. 37 Edisi No. 2 2017.

Baca juga:

Respons Masyarakat Nusantara terhadap Kedatangan Bangsa Eropa saat Masa Perdagangan Rempah: Terbuka, Kritis, dan Bermartabat

Kualitas Apa yang Diperlukan Agar Jadi Penguasa Mataram Kuno?

Lalu siapa Sanjaya dan bagaimana ia bisa jadi penguasa Mataram?

Sanjaya adalah putra dari Sannaha, saudarinya Sanna yang menjadi penguasa kerajaan sebelum Mataram.

"Sanna, Sannaha, dan Sanjaya mungkin sekali keturunan-keturunan Dapunta Selendra, sehingga mereka pun masuk wangsa Sailendra," sebut Ayatrohaedi dkk. dalam Sejarah Nasional Indonesia Jilid II.

Dapunta Selendra diyakini sebagai cikal bakal dinasti Sailendra di Mataram. Dinasti ini lah satu-satunya dinasti yang menjadi maharaja Mataram. Enggak ada yang namanya dinasti Sanjaya seperti banyak orang bilang.

Relief Candi Borobudur yang menggambarkan Keluarga Sailendra di istana
Relief Candi Borobudur memuat gambaran keluarga Sailendra di istana. (Foto: robbysnt.wordpress.com)

Asal-usul Dapunta Selendra ada penjelasannya.

"Ia berasal dari dari Sumatra, yaitu Akhandalapura, yang di dalam berita-berita Cina disebut Gantuoli (Kan-t'o-li), pendahulu kerajaan Sriwijaya," terang Boechari dalam artikel "Satu atau Dua Dinasti di Mataram Kuno?" yang dimuat dalam buku Melacak Sejarah Kuno Lewat Prasasti.

Namun, bagaimana Sanna mendirikan kerajaan di Jawa, apa nama kerajaannya, dan di mana letak pastinya enggak begitu jelas karena hanya sedikit catatan tentangnya.

Carita Parahyangan menyebut kerajaan Sanna sebagai Galih. Kerajaan itu hancur karena diserang. Sanna juga gugur dalam serangan itu.

Siapa yang menyerang, lagi-lagi enggak jelas.

Yang jelas, Sanjaya memindahkan kerajaan itu ke sebuah tempat yang kemudian jadi ibukota kerajaan (Medang) atau istana penguasa.

Sanjaya juga menaklukkan raja-raja kecil agar bersedia mengakui kekuasaannya sebagai maharaja (raja di atas raja).

Raja-raja kecil itu (disebut juga rakai) berasal dari berbagai dinasti di wilayah masing-masing (watak). Jadi, di Jawa sebenarnya sudah banyak raja kecil dan dinasti sebelum muncul raja dari kerajaan besar.

Dinasti itu berarti sistem kepemimpinan yang dipergilirkan melalui hubungan darah. Misal dari orangtua ke anak.

Selain karena penaklukan penguasa kecil lainnya dan hubungan darah, Sanjaya menjadi maharaja juga karena kualitas pribadi dan prestasinya.

Memang waktu itu belum ada panduan seperti apa pemimpin yang ideal.

"Di dalam prasasti-prasasti masa Mataram yang sampai kepada kita, tidak pernah kita jumpai bagian yang menyebut sifat-sifat ideal seorang raja," kata Boechari dalam "Kerajaan Mataram Sebagaimana Terbayang dari Data Prasasti"

Meski begitu,prasasti Canggal yang diperkirakan berasal dari tahun 773 M menyebut sejumlah kualitas dan pribadi Sanjaya.

"Ia juga dihormati oleh para pujangga karena dipandang sebagai raja yang faham akan isi kitab-kitab suci... Dan selama ia memerintah dunia ini... rakyatnya dapat tidur di tepi jalan tanpa merasa takut akan penyamun dan bahaya lain," ungkap Ayatrohaedi dkk.

Karena kualitas dan prestasi itulah, Sanjaya dianggap memang pantas berkuasa.

Supratikno Rahardjo, dosen arkeologi di Universitas Indonesia menyimpulkan bahwa seenggaknya ada tiga kualitas yang harus dimiliki penguasa Mataram Kuno supaya bisa diterima rakyat dan pengikutnya.

"Ada tiga sumber yang tampaknya digunakan sebagai dasar legitimasi itu: tindakan berprestasi, hubungan keturunan, dan kharisma," catat Supratikno dalam Peradaban Jawa.

Baca juga:

Manusia sebagai Subjek, Objek, dan Saksi Sejarah, Mengungkap Kisah di Balik Perubahan Zaman

Penguasa Mataram Kuno setelah Sanjaya

Masa pemerintahan Sanjaya merentang hampir 29 tahun. Setelah Sanjaya, ada 16 penguasa yang meneruskannya.

Masing-masing penguasa punya jangka waktu memerintah yang berbeda. Seperti yang kamu bisa lihat pada tabel di bawah ini:

> > >Nama-Nama Penguasa Mataram Kuno Jawa Tengah > Periode > Lama > >1. Sanjaya >717--746 >29 tahun > >2. Rakai Panamkaran (Panangkaran) >746--784 >38 tahun > >3. Rakai Panunggalan (Panaraban) >784--803 >9 tahun > >4. Rakai Warak >803--827 >24 tahun > >5. Dyah Gula >827--828 ><1 tahun > >6. Rakai Garung >828--847 >19 tahun > >7. Rakai Pikatan >847--855 >8 tahun > >8. Rakai Kayuwangi (Lokapala) >855--885 >30 tahun > >9. Dyah Tagwas (terusir dari istana) >885--885 ><1 tahun > >10. Rakai Panumwangan >885--887 >2 tahun > >11. Rakai Gurunwangi (minggat dari istana) >887--887 ><1 tahun > >12. Rakai Limus Dyah Dewendra (terusir dari istana) >890--894 >4 tahun > >13. Rakai Watuhumalang (Wungkalhumalang) >894--898 >5 tahun > >14. Rakai Watukara Dyah Balitung >898--910 >12 tahun > >15. Dasottamabahubajra (Daksa) >913--915 >3 tahun > >16. Rakai Layang Dyah Tulodong >919--928? >1-9 tahun > >17. Rakai Pangkaja Dyah Wawa >928--929? >1-2 tahun

Menurut Supratikno, lamanya penguasa memerintah enggak selalu mudah ditetapkan karena sumber prasasti sering luput menyebut keterangan masa memerintah seorang penguasa.

Mengapa ada penguasa yang bisa lama memerintah, tapi ada juga yang sebentar? Apakah semakin lama penguasa memerintah menandakan semakin stabilnya pemerintahannya?

Jawabnya, enggak mesti begitu.

"Raja Sanjaya, yang memerintah pertama kali di kerajaan Mataram, memulainya dengan melakukan peperangan dengan kerajaan kecil di sekitarnya. Raja Panamkaran (Panangkaran), agaknya, juga memerintah dalam situasi persaingan hingga pertengahan abad ke-9," terang Supratikno.

Supratikno menduga ada persaingan kerajaan kecil buat merebut takhta maharaja Mataram. Mungkin semacam Game of Thrones.

Karena itulah, penguasa Mataram Kuno enggak selalu keturunan langsung dari penguasa sebelumnya.

Terkait adanya penguasa Mataram Kuno yang cuma punya masa pemerintahan sebentar, Boechari menduga penguasa tersebut mungkin merebut kekuasaan dari pewaris sah.

Mereka adalah Dyah Gula, Dyah Tagwas, Rakai Panumwangan, dan Rakai Gurunwangi.

Baca juga:

Jalur Rempah yang Menghubungkan Sejarah Dunia, Dari Perdagangan, Ilmu Pengetahuan, sampai Kolonialisme

Penguasa Mataram Kuno Menganut Agama yang Berbeda

Ada hal menarik lainnya. Meskipun beberapa penguasa Mataram menganut agama Siwa dan Buddha Mahayana, enggak otomatis rakyatnya juga jadi penganut dua agama tersebut.

Ini menunjukkan bahwa penguasa Mataram Kuno enggak bisa begitu saja memaksakan kehendaknya kepada rakyat.

Semula penguasa Mataram Kuno, Sanjaya, menganut agama Siwa. Namun, pada masa Rakai Panangkaran, penguasa mulai beralih ke agama Buddha Mahayana.

Panangkaran menganut Buddha Mahayana atas anjuran ayahnya sendiri, yaitu Sanjaya. Ia juga menganjurkan anaknya, Panaraban, buat memeluk Buddha Mahayana.

Candi Kalasan peninggalan Rakai Panangkaran
Candi Kalasan dibangun pada masa Rakai Panangkaran menjadi penguasa Mataram Kuno. (Foto: Delpher)

Panangkaran pula yang membangun Candi Kalasan (sekarang di Yogyakarta) sebagai bangunan buat memuja Dewi Tara.

Setelah masa Panaraban, penguasa Mataram Kuno menganut agama Siwa kembali. Rakai Pikatan bahkan tercatat menginisiasi pembangunan Candi Prambanan, candi yang terkenal hingga hari ini di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Meski terbelah jadi dua, perbedaan agama itu bukan berarti perpecahan atau konflik.

"Kedua agama itu dengan sekte-sektenya hidup berdampingan secara damai seperti yang jelas terlihat sampai ke zaman Majapahit," tegas Boechari dalam artikel "Satu atau Dua Dinasti di Kerajaan Mataram Kuno?".

Kalau pun ada perebutan kekuasaan di antara para penguasa, penyebabnya bukanlah karena perbedaan agama, melainkan lantaran ambisi pribadi.

Contohnya Dyah Balitung. Ia bukan keturunan langsung penguasa sebelumnya. Ia naik takhta setelah menikahi putri raja sebelumnya.

Selama memerintah, para penguasa Mataram Kuno terikat dengan kewajiban-kewajiban tertentu kepada rakyatnya.

Misalnya penguasa harus memberi anugerah kepada orang atau kelompok yang dinilai berjasa kepada raja atau kerajaan. Mereka juga mesti menyediakan sarana transportasi, bendungan, dan penanggulangan banjir.

"Raja-raja selalu tidak melalaikan kesejahteraan rakyat, tidak pernah lupa membalas budi rakyat yang telah berjasa kepada raja dan kerajaan, karena raja penjelmaan dewa di dunia ini," sebut Boechari.

Penguasa Kerajaan Mataram Kuno ini kemudian memindahkan medang ke Jawa Timur setelah letusan gunung Merapi pada akhir abad ke-10. Pertimbangannya alasan keamanan dan keselamatan jiwa penduduknya.

Jadi, dari kisah Kerajaan Mataram Kuno ini, kita bisa belajar bahwa menjadi pemimpin yang baik enggak cuma soal kekuasaan, tetapi juga tentang bagaimana mendapatkan kepercayaan dan legitimasi dari orang-orang di sekitar kita.

Seperti penguasa pada masa lalu, Kita juga perlu membangun hubungan yang kuat dan saling percaya dalam kehidupan sehari-hari.

Entah itu di sekolah, organisasi, atau komunitas, kepercayaan dan kerja sama adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang harmonis dan produktif.

Siapa bilang pelajaran dari masa lalu enggak relevan dengan kehidupan kita sekarang? (dru)

Baca juga:

Gali Makam, Warga Klaten Temukan Batu Kuno Diduga Peninggalan Mataram Kuno

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan