RUU Kamnas dan Rahasia Negara Masuk Prolegnas 2015, Jokowi Kecewakan Publik

Senin, 08 Desember 2014 - Aang Sunadji

MerahPutih Nasional- Untuk kesekian kalinya Presiden Joko Widodo kembali membuat kecewa publik.

Direktur Program Imparsial, Al Araf mengaku kecewa dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla yang sebab memasukan Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional dan RUU Rahasia Negara dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)  2015. Padahal, dua produk legislasi itu pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sudah ditolak mati-matian oleh masyarakat sipil.

"Saya kecewa dengan pemerintahan Jokowi, karena menjadikan dua produk UU yang dikecam pada pemerintahan sebelumnya masuk dalam prolegnas. Yakni RUU Rahasia Negara dan RUU Kamnas yang sudah ditolak di masa lalu," kata Araf, saat menjadi pembicara pada launching Pusat Kajian Kamnas Universitas Bhayangkara Jakarta Raya dan Seminar Kamnas, di Jakarta, Senin (8/12).

Terkait dengan hal tersebut pihaknya bersama dengan elemen masyarakat sipil akan  terus menyuarakan penolakan RUU tersebut agar disahkan Dewan Perwakilan Rakyat nantinya. Penolakan dua RUU itu sudah diperjuangkan sejak era pemerintahan sebelumnya.

Menurut Araf, dua RUU itu akan menjadi masalah dalam proses demokrasi di Indonesia yang baru berjalan.

"Masuknya kembali RUU Kamnas dan RUU Rahasia Negara dalam prolegnas menjadi kerja baru masyarakat sipil untuk menolaknya," ungkap Araf.

Ia mengatakan, pada 2005 pemerintahan SBY menyebut salah satu landasan dibentuknya RUU Kamnas adalah untuk melakukan sinergi antara aktor keamanan. Namun, baginya, kalau tujuannya itu maka pemerintah salah.

"Kalau mau membangun sinergi dan koordinasi harusnya bentuk Undang-undang Tugas Perbantuan yang sudah dimandatkan di UU Polri tahun 2002 dan UU TNI 2004," katanya.

Selain itu, katanya, pemerintahan SBY juga menyebut alasan lain yakni untuk mengatur ketika terjadi kontijensi. Lagi-lagi, Araf tak setuju alasan tersebut. Menurutnya, kalau mau mengatur soal keadaan kontijensi maka lebih baik pemerintah melakukan revisi UU Darurat tahun 1959.

"Kalau hanya untuk membentuk Dewan Keamanan Nasional, kenapa membentuk Undang-undang Kamnas bukan Undang-undang Dewan Keamanan Nasional?," tutupnya

Bagikan

Baca Original Artikel

Berita Terkait

Bagikan