Perjuangan Mira Lesmana dan Riri Riza saat Berkarya di Masa Orde Baru

Minggu, 24 Februari 2019 - Iftinavia Pradinantia

REZIM Orde Baru mencatat sejumlah sejarah kelam di masa lalu. Puluhan bahkan ratusan orang menghilang secara misterius. Mereka yang tak sepaham akan dibinasakan. Kebebasan berekspresi dan berpendapat seolah terbelenggu.
Tiga anak muda, Mira Lesmana, Riri Riza, dan Nan Triveni Achnas secara berani menyuarakan keresahan mereka. "Kami yang pernah mengenyam ilmu perfilman secara formal merasa perlu berbuat sesutau utuk dunia perfilman yang sedang mati suri," ucap Riri Riza saat ditemui di Teman Sepetualangan, Peringatan 20 Tahun Kuldesak.
Memproduksi sebuah film di tahun 1998 tentu bukan pekerjaan mudah. Birokrasi menjadi sebuah ancaman besar kala itu. Berikut fakta pembuatan film Kuldesak di tahun 1998:

1. Mira Lesmana "Naksir" Karya Rizal Mantovani

Mira Lesmana Kuldesak
Mira Lesmana (FOTO: MP/IFTINAVIA PRADINANTIA)

Nama Rizal Mantovani sudah malang melintang di dunia perfilman sejak 90an. Ia dikenal sebagai sutradara video musik paling mumpuni.
Hal tersebut membuat Mira Lesmana tertarik mengajak Rizal Mantovani untuk turut serta menggarap Kuldesak. "Menurut Mira, video klip saya tak sekedar musik tetapi juga ada narasi. Mira bilang saya punya kemampuan bercerita," ujar Rizal seperti dikutip dari buku 20 Kuldesak.
Kendati demikian, Rizal sempat dihinggapi keraguan. Ia membayangkan proyek tersebut sulit terwujud karena iklim politik yang tak sehat dan mempengaruhi industri perfilman.

2. Dikekang rezim Orde Baru

Mira Lesmana 20 Tahun Kuldesak
Mira Lesmana mengenang kembali 20 Tahun Yang Lalu (FOTO: MP/IFTINAVIA PRADINANTIA)

Peraturan perfilman berlangsung begitu ketat di tangan rezim Orde Baru. Mereka harus membuat surat perizinan di bawah Departemen Penerangan.

"Kalau tidak ada surat perizinan maka proses syuting akan dihentikan oleh pihak kepolisian," ungkap Riri setelah 20 tahun Kuldesak selesai diproduksi.

Tak hanya itu, pemerintahan juga membuat peraturan yang mewajibkan semua pekerja film harus menjadi anggota organisasi KFT (Karyawan Film dan Televisi).

Mereka juga harus melewati proses menjadi asisten sutradara dalam kurun waktu tertentu sebelum menjadi sutradara. "Saya pernah lihat sidang untuk mengukuhkan seseorang menjadi sutradara. Karya-karyanya dipertanyakan dan dinilai oleh suhu-suhu perfilman," beber Mira Lesmana.

3. Syuting dengan Bergerilya

Riri Riza

Riri Riza beberkan strategi syuting secara bergerilya (FOTO: MP/ IFTINAVIA PRADINANTIA)

Melihat rumitnya birokrasi di masa itu, Riri Riza, Mira Lesmana, Rizal Mantovani dan Nan Triveni Achnas memutuskan untuk memberontak.

Mengingat kediktatoran kala itu, tentu mereka tak bisa sembarangan "melawan". Produksi film dilakukan dengan mengadaptasi taktik perang yakni siasat gerilya.

"Beberapa kru kami sebagian besar adalah mahasiswa. Jadi alih-alih buat surat perizinan, mereka membantu kami buat surat pernyataan bahwa syuting ini untuk keperluan ujian praktik," tutur Riri.

Selain itu, sebagian film diproduksi di ruangan agar tidak diketahui oleh polisi. Keempatnya justru baru mengurus perizinan ketika film telah selesai dibuat.

4. Menyoroti Realitas Kaum Urban

Kuldesak
Cuplikan Kuldesak (FOTO: MP/IFTINAVIA PRADINANTIA)

Lewat film Kuldesak, Mira dan kawan-kawan ingin bercerita tentang realitas yang mereka pahami disekitar mereka yakni kehidupan kaum urban kelas menengah.

Mereka melihat, kaum muda di perkitaan seperti terputus dari orang tuanya. Mira juga melihat bawa kaum muda-mudi di tahun 90-an banyak dipengaruhi oleh pop culture.

"Tontonan mereka MTV, sebagian dari mereka juga cukup fasih berbahasa Inggris. Kaum ini sering mempertanyakan eksistensi mereka. Apakah mereka bagian dari masyarakat dunia atau orang Indonesia?" jelas Mira.

5. Tembus Hingga Mancanegara

Kuldesak
Keberhasilan Kuldesak Tembus Eropa (FOTO: MP/IFTINAVIA PRADINANTIA)

Keempat sineas muda ini tak hanya ingin menguak realitas kaum urban. Mereka juga ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa film Indonesia masih memiliki harapan untuk terus hidup.

Itulah sebabnya, mereka berjuang keras agar film ini masuk ke bioskop komersial. Mira ingin posisi film Indonesia setara dengan film-film impor dari Hollywood.

Nyatanya, film tersebut sukses dan bahkan bisa tembus hingga mancanegara. Film Kuldesak diputar di Paris dan Rotterdam serta terpilih di South Festival Programme dan Panasia Film Festival.

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan