Reshuffle Kabinet, Pengamat Nilai Faktor Politik Lebih Dominan

Kamis, 27 April 2017 - Yohannes Abimanyu

Mencuatnya isu Reshuffle Kabinet Jilid III menjadi pembahasan hangat berbagai pihak, sebab gosip itu meluncur sendiri dari mulut Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

Presiden menyebutkan akan menggeser, merotasi bahkan mengganti menterinya yang bekerja tidak sesuai target.

Menanggapi hal itu, Peneliti PARA Sindicate Ari Nurcahyo mengatakan isu reshuffle kali ini cukup unik dan menarik karena keluar dari ucapan Presiden Joko Widodo sendiri.

"Menarik dan agak berbeda dengan reshuffle sebelumnya. Karena isu ini keluar dari Presiden sendiri," kata Ari saat mengisi diskusi bertajuk 'Reshuffle Jilid Tiga: Konsolidasi Terakhir Jokowi' di Kawasan Menteng Jakarta Pusat, Rabu (26/4).

Menurutnya, isu pergantian menteri jilid III ini tak lepas dari situasi politik terkini. Meskipun indikasi pergantian kabinet disebut terukur dari kinerja menteri.

"Punya nilai beda, kondisi politik lebih jadi pertimbangan Presiden ketika ia merasa perlu melakukan reshuffle jilid ketiga. Pertimbangan lebih dominan faktor politik mutakhir dalam tahun ketiga pemerintahan beliau," terangnya.

Kondisi politik yang dinilai kurang stabil, kata Ari, perlu dikokohkan kembali untuk menyongsong momentum politik ke depannya. Untuk itu, konsolidasi politik menjadi pertimbangan presiden dalam melakukan pergantian.

"Asumsi stabilitas politik berjalan baik itu semu. Nyatanya, terjadi inisiasi gerakan politik massa. Sampai dengan hari ini. Memasuki tahun ketiga goyangan politik semakin kencang, apalagi bersimbiosis dengan Pilkada Jakarta," imbuhnya.

Ia pun menilai, reshuffle kabinet ketiga ini bermotif merekatkan kekuatan politik yang sudah ada.

"Tiga tahun ini menghabiskan energi untuk konsolidasi politik yang saat ini belum selesai, tampaknya itu jadi pertimbangan utama reshuffle," ujarnya. (Fdi)

Bagikan

Baca Original Artikel

Berita Terkait

Bagikan