Polemik Pajak Balik Nama Rumah Waris Leony Vitria, Ahli Hukum Pajak: Tarif Diatur UU HKPD

Jumat, 03 Oktober 2025 - Ananda Dimas Prasetya

MerahPutih.com - Artis Leony Vitria sempat menjadi sorotan setelah membagikan pengalamannya saat mengurus balik nama rumah peninggalan ayahnya, Andy Hartanto, yang meninggal pada 15 Juni 2021 di Kota Tangerang Selatan, Banten.

Curhatan itu ia unggah melalui akun Instagram pribadinya pada 8 September 2025. Dalam unggahannya, Leony mengaku keberatan karena harus membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 2,5 persen dari nilai rumah.

“Ternyata kita kena pajak waris… jadi itu 2,5 persen dari nilai rumahnya. Gue harus ngeluarin duit puluhan juta lagi cuma buat balik nama doang. I just feel it’s not fair,” ujar Leony, dikutip Kamis (2/10).

Baca juga:

Menkeu Diminta Hati-Hati Kejar Pengemplang Pajak, Tak Semua Pengusaha Punya Uang

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menilai Leony tetap harus mengikuti mekanisme yang berlaku, termasuk membayar BPHTB.

“Sebagai warga, kalau ada yang merasa keberatan atas pelayanan seharusnya bisa mengadu ke Ombudsman di Pemkot Tangsel,” jelasnya.

Menanggapi keluhan tersebut, Pemkot Tangsel menyatakan akan memfasilitasi upaya pengurangan pajak dengan berkoordinasi bersama Direktorat Jenderal Pajak. Menurut Trubus, langkah Pemkot sudah mencerminkan prinsip Good Governance.

“Artinya masyarakat didampingi dan difasilitasi untuk meminta keringanan pajak. Fungsi perlindungan warga oleh pemerintah daerah telah dijalankan,” ujarnya.

Baca juga:

84 Dari 200 Penunggak Pajak Sudah Bayar Dengan Total Rp 5,1 Triliun, Sisanya Terus Dikejar

Ahli Hukum Pajak Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Adrianto Dwi Nugroho, menjelaskan bahwa BPHTB dipungut pemerintah kabupaten/kota atas perolehan hak tanah dan/atau bangunan, termasuk warisan.

Tarif BPHTB diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD), dengan ketentuan tarif maksimal 5 persen. Besaran riil ditentukan lewat peraturan daerah masing-masing kabupaten/kota.

Menurut Adrianto, penghitungan BPHTB menggunakan sistem self assessment, yakni wajib pajak menghitung sendiri besaran terutang berdasarkan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Hasilnya kemudian divalidasi pejabat badan pendapatan daerah.

Ia menambahkan, pemerintah daerah dapat memberi keringanan, pengurangan, atau penundaan pembayaran pajak bagi wajib pajak yang mengalami kesulitan finansial, sesuai ketentuan UU HKPD dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PP KUPD).

“Berbeda dengan tarif BPHTB, NPOPTKP ditentukan pemerintah daerah. Semakin besar NPOPTKP, semakin kecil BPHTB yang terutang,” tutup Adrianto. (Pon)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan