Penambahan Kementerian di Era Prabowo Berpotensi Timbulkan Pemborosan APBN
Kamis, 26 September 2024 -
MERAHPUTIH.COM - RENCANA penambahan dan pemecahan kementerian di kabinet presiden terpilih Prabowo Subianto jadi sorotan. Pakar Kebijakan Achmad Nur Hidayat mengingatkan penambahan kementerian tanpa pertimbangan matang berpotensi menciptakan tumpang tindih fungsi dan tugas antarlembaga.
“Hal ini dapat mengakibatkan kebingungan dalam pelaksanaan kebijakan, efisiensi yang rendah, dan konflik antarkementerian yang menghambat pelayanan publik,” kata Achmad dalam keteranganya di Jakarta, Kamis (26/9).
Hal lain yang terjadi ialah potensi penghamburan APBN, dalam hal ini, pembengkakan biaya operasional. Penambahan jumlah kementerian berarti peningkatan biaya operasional pemerintah. Hal itu mencakup pembangunan gedung baru, pengadaan peralatan, dan biaya administrasi lainnya.
“Dana yang seharusnya dialokasikan untuk program prioritas seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur publik justru tersedot untuk kebutuhan birokrasi yang membesar,” kata Achmad.
Baca juga:
Bamsoet Nilai Penambahan Komisi di DPR Sesuai Jumlah Kementerian
Penambahan kementerian bahkan bisa membuat ‘gemuknya’ struktur aparatur sipil negara. Dengan lebih banyak kementerian, jumlah aparatur sipil negara akan meningkat. “Tanpa diikuti dengan peningkatan kinerja dan efisiensi, hal ini hanya menambah beban keuangan negara melalui pembayaran gaji dan tunjangan, tanpa memberikan manfaat yang sepadan bagi masyarakat,” papar Achmad.
Tak hanya itu, dampak lainnya ialah melonjaknya pengeluaran untuk fasilitas pejabat. Peningkatan jumlah pejabat tinggi negara akan diikuti dengan pengeluaran untuk fasilitas seperti rumah dinas, kendaraan dinas, dan berbagai tunjangan lainnya. “Ini dapat dianggap sebagai bentuk pemborosan apabila tidak diimbangi dengan kinerja yang signifikan dalam pelayanan publik,” kata Achmad.
Achmad juga melihat ada potensi munculnya birokrat propartai. “Penempatan individu yang loyal kepada partai dalam posisi birokrasi strategis dapat mengganggu netralitas aparatur sipil negara,” jelas Achmad.
Achmad menyebut birokrat propartai mungkin lebih mengutamakan agenda partai daripada kepentingan nasional. “Pada akhirnya merusak profesionalisme dan integritas lembaga pemerintah,” sebut dia,
Ekonom dari UPN Veteran ini berharap, penambahan Kementerian kelak tak dijadikan 'sapi perah' partai. Hal itu disebabkan pembentukan kementerian sebagai bentuk akomodasi politik sehingga ada risiko bahwa kementerian tersebut menjadi alat bagi partai politik untuk mengakses sumber daya negara.
“Ini membuka peluang korupsi dan penyalahgunaan wewenang, dengan program dan anggaran kementerian digunakan untuk kepentingan partai, bukan untuk kesejahteraan rakyat,” tutup Achmad.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 memberi kekuasaan presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menambah jumlah atau memecah kementerian/lembaga (K/L). Hal tersebut tertuang dalam dokumen RUU APBN 2025 yang telah disahkan pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 51 UU tersebut, dengan pengalokasian anggaran harus mendapatkan persetujuan dari DPR RI.(knu)
Baca juga:
Prabowo Tambah Pos Kementerian, ada Dampak Negatif yang Bisa Terjadi