'Pacaran' Masyarakat Lio Flores, Pegang Pakaian Kena Hukum Adat
Rabu, 29 Agustus 2018 -
SELAIN kelahiran dan kematian, pernikahan merupakan salah satu momen penting dalam kehidupan manusia. Pasalnya, terdapat prosesi khusus pada fase ini.
Apalagi di setiap daerah memiliki beragam tradisi, bahkan berisi nilai-nilai sakral, ketika menyambut pernikahan.
Masyarakat di pelbagai daerah hingga kini masih memegang tradisi adat pernikahan secara ketat, seperti masyarakat Ende, Lio, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Pernikahan menurut hukum adat tak sekadar ikatan antara seorang laki-laki dan perempuan, tetapi juga jalinan para anggota kerabat kedua pihak.
Di dalam tradisi adat pernikahan masyarakat Lio, pasangan muda-mudi yang hendak menjalin hubungan perkawinan wajib mengikuti leluri atau aturan adat yang berlaku.
Tahap-tahap perkawinan adat masyarakat Lio, di antaranya mencari jodoh, meminang, mondo, mengantar belis (mas kawin), dan aturan adat sebelum nikah.

Dalam tahap-tahap tersebut, kedua pihak keluarga akan saling berunding untuk menyelenggarakan perkawinan sesuai dengan ketentuan-ketentuan adat yang telah disepakati bersama.
Pada saat melakukan pendekatan, kedua calon mesti mengikuti aturan adat yang menerapkan dua pantangan dan larangan. Pertama, kedua pasangan dilarang menjamah tubuh atau hanya sekadar bergandengan tangan. Kedua, tidak boleh juga memegang pakaian yang dipakai oleh calon perempuan.
Jika seorang lelaki melanggar dua ketentuan tersebut, maka akan dikenakan ndate wale (denda) oleh pengadilan adat. Tak tanggung-tanggung, hukumannya terdiri dari Lombu Lua (sama dengan emas atau hewan ternak seperti sapi dan kerbau), Seliwu Seeko (dua pasang emas dan seekor hewan ditambah sepasang pakaian perempuan/Lawo Lambu).

Hukuman pun masih terus dilanjutkan usai pengadilan adat. Untuk peresmiannya diadakan Mi Mina artinya pelanggar harus menanggung beban untuk makan bersama seisi kampung, (kampung pria dan wanita) dan harus memotong hewan sesuai keputusan pengadilan adat.
Tujuan dari larangan-larangan itu ialah, menjaga tercapainya maksud dan tujuan pernikahan, yaitu perkawinan yang berharga, yang menjaga dan mempertahankan kemurnian darah keturunan.
Seorang wanita atau seorang pria yang tidak murni akan dipandang rendah, tidak disukai oleh masyarakat dan acap kali diasingkan serta mendapat olokan, sindiran atau ejekan. (*)