Ngebuyu, Upacara Menyambut Kelahiran Bayi di Lampung Pesisir

Selasa, 10 Januari 2023 - Hendaru Tri Hanggoro

PULUHAN orang berkumpul di depan salah satu rumah warga di Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Si empunya rumah, seorang perempuan berjilbab, membawa baskom berisi uang, beras kuning, uang logam serta kertas, dan permen.

Dia didampingi beberapa sanak saudara. Seorang diantaranya menggendong bayi. Seorang anggota keluarga lelaki berucap melalui mikrofon. "Siap-siap ya!"

Perempuan berjilbab yang membawa baskom lalu meraup isi baskom dan melemparkannya ke warga. Karuan warga berebut mengambil isi baskom tersebut. Mereka terlihat girang. Sementara keluarga pemilik rumah sumringah.

Itulah ngegabokh atau saweran. Salah satu bagian dari upacara adat masyarakat Kalianda untuk menyambut kehadiran bayi yang belum genap berusia 10 hari. Upacara adat itu disebut ngebuyu.

Baca juga:

Turun Mandi Tradisi Menyambut Bayi di Minangkabau

ngebuyu
Mengenal tanah kelahiran berarti mengenal pula orang-orang di sekitar yang hidup bersama di atas tanah itu. (Foto: Unsplash/Setyaki Irham)

"Ngebuyu sendiri bermakna sebagai proses membumikan seorang anak manusia atau memperkenalkan seorang anak agar mengenal lingkungan tempat tinggalnya sehingga kelak seorang anak dapat beradaptasi dengan baik," ungkap Nur Indah Lestari dkk, dalam"Pendidikan Karakter Melalui Tradisi Ngebuyu Sebagai Kearifan Lokal Masyarakat Lampung Pesisir", termuat di Jurnal Kaganga, Volume 5 Nomor 1, Juni 2022.

Upacara ini juga digelar untuk memberikan kabar kepada seluruh anggota keluarga bahwa mereka beroleh anggota keluarga baru. Bagi beberapa marga atau buay, tanah kelahiran menjadi unsur pengikat yang kuat antar anggota keluarga. Karena itu, mereka berupaya mendekatkan diri sedini mungkin dengan tanah kelahiran melalui upacara ngebuyu.

Mengenal tanah kelahiran berarti mengenal pula orang-orang di sekitar yang hidup bersama di atas tanah itu. Melalui ngebuyu, mereka berharap bayi yang baru lahir punya ikatan yang kuat dengan anggota keluarga lain. Begitu pula sebaliknya.

Selain masyarakat Kalianda, masyarakat Adat Marga Legun, Way Urang, Lampung, juga punya tradisi sejenis. Mereka melakukan ngebuyu sebelum menggelar aqiqah (syukuran potong hewan ternak).

"Pada tradisi ngebuyu ini, seorang bayi sebelum berumur sembilan (9) hari tidak diperkenankan untuk dibawa keluar rumah. Selain untuk menghindari cuaca yang buruk, hawa dingin dapat membuat mereka terkena sakit," catat Bartoven Vivit Nurdin dan Elis Febriani Jesica dalam "Ritual Ngebuyu: Membumikan Pewaris dan Perubahan Ritual Kelahiran pada Marga Legun, Way Urang, Lampung", termuat di Jurnal Sosiologi, Volume 20, Nomor 2.

Baca juga:

Sepasaran, Tradisi Jawa untuk Menyambut Kelahiran Bayi

ngebuyu
Dimulai dari mengantarkan makanan kepada sejumlah kerabat sekaligus menyampaikan kabar kelahiran anggota keluarga baru. (Foto: Unsplash/Mufid Majnun)

Mereka biasanya menyiapkan ngebuyu sehari sebelumnya. Dimulai dari mengantarkan makanan kepada sejumlah kerabat sekaligus menyampaikan kabar kelahiran anggota keluarga baru dan undangan datang ke acara ngebuyu.

Hari berikutnya, keluarga yang menggelar ngebuyu akan mengeluarkan bayi dari rumah. Mereka menginjakkan kaki bayi untuk kali pertama ke tanah. Bersama itu pula, sesi ngegabokh digelar.

Selama ngegabokh, bayi juga dimandikan. Dahulu ke sungai, tapi zaman sekarang cukup di dalam ember.

Masyarakat Marga Legun percaya upacara ngebuyu mendatangkan kebaikan bagi si bayi kelak. Bila upacara tak digelar, mereka meyakini akan ada hal buruk menimpa bayi.

"Jika salah satu masyarakat Marga Legun melanggar hukum adat tersebut, dan apa yang terjadi selanjutnya adalah leher si bayi terbaret," lanjut Bartoven dan Elis.

Karena nilai sakral dan keagamaannya, masyarakat Lampung pesisir masih melestarikan upacara ini. (dru)

Baca juga:

Nenjrag Bumi Ritual Perkenalan Bayi pada Alam Semesta

Bagikan

Baca Original Artikel

Berita Terkait

Bagikan