Menyisir Sisi Lain Masjid Pintu Seribu Banten
Minggu, 10 Januari 2016 -
MerahPutih Wisata - Bagi para pelancong wisata religi, mungkin nama Masjid Nurul Yaqin atau sering disebut dengan Masjid Pintu Seribu, di kota Tangerang tidak akan asing di telinga. Masjid yang konon memiliki pintu ratusan itu, tak urung menyisakan segudang rahasia bagi masyarakat luas. Dan menariknya, cerita yang terus lahir dari anggapan masyarakat, tersebar cepat dengan berbagai macam cerita. Mulai dari perbedaan tahun pembangunan, hingga jumlah pintu tersebut.
Berada di tengah perkampungan yang padat penduduk, Masjid Nurul Yaqin jelas memberikan keuntungan tersendiri bagi warga sekitar. Selain dapat menjajakan beberapa hidangan dan minuman, toilet umum, senter untuk penerangan menelusuri lorong masjid, juga dengan bocah-bocah yang bisa diandalkan untuk mencari sedikit peruntungan dari para peziarah.
Saat menyusuri lokasi tersebut, barangkali para pengunjung awalnya tidak akan menyangka akan keberadaan masjid itu. Suasana perkampungan yang agak sedikit kumuh serta kurang sedapnya aroma batang air yang bercambur limbah, merupakan fenomena lain yang terhampar di sepanjang perjalanan.
"Kalau dari yang saya baca di blog, tempatnya strategis. Mudah dijangkau. Realitasnya, tidak demikian. Dan sangat disayangkan, suasananya agak sedikit kumuh. He he he," jelas Sam Hari (37) saat bertemu merahputih.com di Masjid Nurul Yaqin Pintu Seribu, Kampung Bayur, Kota Tangerang, Sabtu (9/1).
Masjid Pintu Seribu
Meskipun demikian, apa pun kendala yang ada di lapangan, seolah tertutup rapat oleh karomah yang mengendap di Masjid Nurul Yaqin Pintu Seribu Tangerang. Ketika kami menyusuri ruangan dalam masjid yang belum terlalu gelap karena dipayungi beberapa sinar lampu di setiap lorong, dari balik pilar bangunan terdengar merdu lantunan tembang Sunda yang berisi puji-pujian untuk Sang Ilahi. Seorang lelaki sepuh dengan kain sarungnya yang nampak pudar warnanya, begitu khusyuk menikmati setiap nada dan juga rima yang dilantunkan dari masjid yang terletak di kampung Bayur, Priuk Jaya, Jatiuwung, Kabupaten Tangerang, Banten, tersebut.
Perlahan kami mendekat. Lelaki sepuh itu menyerana. Perkenalan pun terjadi. Sambil menikmati secangkir kopi yang ada di sampingnya, lelaki sepuh yang memiliki nama H Abdul Karim itu dengan lugas mengatakan semua tentang Masjid Nurul Yaqin.
"Sebenarnya, nama masjid ini bukan Masjid Pintu Seribu, seperti yang diberitakan oleh wartawan. Keluarga besar di sini sempat membantah. Namun, wartawan dan media tetap ngotot untuk menyebutnya Pintu Seribu. Alhasil, kami pun sepakat untuk menempelkan kata itu setelah Masjid Nurul Yaqin (Masjid Nurul Yaqin Pintu Seribu)," paparnya.
Setelah menceritakan beberapa pokok cikal bakal masjid, Abah panggilan akrabnya, mengajak kami menuju salah satu makam yang dikeramatkan oleh warga sekitar. Untaian surat Al Fatihah dan beberapa doa pun mengalir deras dari mulut sang sepuh. Yang disusul dengan imbauan untuk sedekah guna membantu perbaikan masjid yang belum rampung penyelesaiannya.
"Masjid ini dibangun oleh Syeikh Al Faqir Mahdi pada tahun 1978. Hingga sekarang belum selesai. Kalau mau bersedekah, silakan. Semoga dibalas oleh Allah SWT," ucapnya.
Tidak selesai di makam, oleh salah seorang keluarga yang memiliki masjid itu, kami dipandu menuju lorong Masjid Nurul Yaqin Pintu Seribu yang selama ini jadi tujuan para peziarah.
Ruang Tasbih
Melewati lorong sempit yang juga lembab, dengan penerang hanya beberapa batang parafin, akhirnya kami sampai disatu tempat yang disebut Ruang Tasbih. Barang tentu, keadaan tersebut membuat bulu kuduk merinding. Dalam tempat itu, kami seolah diajak untuk merenung akan kehidupan di alam kubur yang jauh lebih gelap gulita.
"Gelapnya di sini, tidak ada apa-apanya dengan yang terjadi di alam kubur. Di sini kita renungkan. Tafakur akan kehidupan kita semua," kata pemandu di ruangan itu yang tiba-tiba keadaannya menjadi gelap gulita.
Meskipun tidak terlalu lama, ketakutan akan alam kubur masih begitu terasa. Keringat bercucuran deras, napas yang tersengal karena rasa ketakutan, terus membayangi pikiran.
Saat kembali ke pelataran masjid, tiba-tiba puluhan bocah kecil menghampiri kami. Dengan pakaian yang tidak terlalu rapi dan tidak juga bersih, bertelanjang kaki pula. Mereka, beramai-ramai menodongkan tangannya seraya memberikan doa bagi yang memberikan beberapan keping uang logam.
"Pak Haji, sedekahnya, Pak haji. Pak haji," ucap anak-anak kecil itu bergerombolan.
Sungguh keterkaitan yang sangat erat, antara makam, masjid, dan juga kehidupan masyarakat Kampung Bayur, Kota Tangerang. Ditambah lagi dengan pemandangan beberapa orang tua yang membiarkan anaknya mengejar para pengunjung.
Sebagai penutup, Abah mengatakan bahwa hasil dari sedekah akan diberikan juga kepada mereka yang kurang mampu. Dengan banyaknya sumbangan dari pengunjung, Abah berharap tahun ini, renovasi masjid itu bisa berjalan dengan mudah.
"Semoga tahun ini selesai. Insya Allah. Karena itu, dukungan melalui doa dan sumbangan, selalu kami tunggu. Hasilnya dari ngecrek (kegiatan turun ke jalan guna mendapatkan bantuan," tutupnya. (ard)
BACA JUGA: