Mengejar Nada Hilang: Pertunjukan Teater Musik Singkat BATDD x Supple

2 jam, 49 menit lalu - Ananda Dimas Prasetya

MerahPutih.com - Di sebuah sudut Jakarta Selatan, pada Sabtu malam (15/11), sekelompok jiwa penasaran memenuhi ruang EH! Mendadak, Jakarta Selatan. Tertarik oleh atmosfer dopamin yang ditawarkan acara bertajuk ‘Pokshui’, kolaborasi dua kolektif kreatif - Feng Shui Collective dan Pokta Collective.

Beberapa orang tersebut datang bukan sekadar menonton musik, melainkan untuk menyaksikan sebuah pertunjukan yang menyatu antara bunyi, cerita, dan simbol.

Pada malam itu, dua unit musik dengan karakter berbeda, Supple dan BATDD (Bimbingan Anak Tersiap di Dunia), bersatu dalam panggung kolaboratif yang jarang terjadi.

Supple, yang dikenal sebagai unit alternatif rock dengan eksplorasi tekstur bunyi bernuansa kasar dan rapuh sekaligus, tampak kontras dengan BATDD — unit pop barok yang lebih lembut, bernuansa harpsichord dengan harmoni vokal yang terstruktur.

Tetapi malam itu, perbedaan justru menjadi ruang untuk saling melengkapi, terutama ketika teatrikal singkat menyambut lagu-lagu mereka dengan cara yang tak terduga.

Baca juga:

BATDD Luncurkan EP Perdana Penuh Imajinasi Lewat 'Tamasya Dibuka'

Narasi Awal - Kota Telinga: Sebuah Kisah Dari Bawah Tanah

Selepas membawakan repertoar Anjing yang Damai, Bersin Gajah, dan Tamasya Dibuka secara apik, kolaborasi pun dimulai menjelang akhir penampilan BATDD.

Ketika mereka membawakan lagu Mendingan Jangan, suasana panggung tiba-tiba berubah. Layar dengan visual abstrak menunjukkan garis-garis merah yang menjalar menyerupai saraf.

Lampu meredup, lalu muncul satu per satu personel Supple yang sebelumnya berada di balik bayang-bayang. Mereka berbaur tanpa paksaan, menyatukan nada dan narasi dalam sebuah performa teatrikal yang singkat namun memikat.

Sebuah narasi terdengar menggema, "Ada sebuah kota bernama Bintaro Bawah Tanah, atau yang lebih dikenal sebagai Kota Telinga. Di kota ini, semua ingatan manusia tentang suara disimpan, mulai dari suara yang paling lembut hingga yang paling bising."

Narasi tersebut mengalir seperti dongeng klasik, namun diselimuti misi kontemporer. Kota Telinga dilindungi oleh perisai benang merah, simbol dari keterikatan dan rangkaian kenangan.

Di sisi lain, di negeri jauh bernama Tanggeria, suku Buah dan suku Hewan sedang gelisah. Mereka kehilangan ingatan akan nada-nada lagu mereka — satu metafora yang relevan dalam kehidupan modern ketika banyak hal terdengar, tetapi sedikit yang benar-benar didengarkan.

BATDD dan Supple kemudian ‘memerankan’ perjalanan Bapak Loket Berkumis, tokoh rekaan yang memimpin kawanannya menuju Bintaro Bawah Tanah untuk mengambil kembali nada-nada yang hilang.

Simbol telinga menjadi elemen visual yang paling kuat. Digantung di sisi panggung, telinga raksasa dari kain bergerak seakan mengingatkan bahwa pendengaran adalah salah satu indera yang paling rentan diabaikan.

BATDD x Supple
BATDD menghampiri Kota Telinga. (foto: dok/BATDD)

Baca juga:

Supple Hadirkan Single 'Terbelah Dua', Potret Dilema dan Konflik Batin yang Manusiawi

Narasi Pertengahan: Teater, Rock, Barok — Semua Berpadu

Puncak pertunjukan terjadi ketika Supple membawakan lagu terbaru mereka, Terbelah Dua. Lagu itu terasa seperti perpanjangan narasi, tentang memori yang terbelah dan identitas yang terpecah.

Penonton mulai bergerak mengikuti ritme, menyaksikan bagaimana dua dunia bunyi, dua genre berbeda, saling tabrakan dan menjadi satu tanpa merusak bentuk masing-masing. Sebuah kolaborasi yang terasa organik, oleh dua unit yang sebelumnya belum pernah menggandeng tangan di atas panggung.

Kerumunan penonton tampak menikmati pertunjukan itu dalam diam yang fokus. Mereka tidak hanya mendengar — mereka menonton, meresapi, dan barangkali, mengingat.

Suara, sebagai memori, bukan hanya apa yang terdengar. Ia adalah apa yang menjembatani pengalaman kita dengan dunia.

Dan malam itu, dua kelompok musik mengingatkan kita bahwa mendengar adalah sebuah aksi—aksi merawat kenangan agar tak dirampas oleh 'pencuri suara', si makhluk simbolis yang menjadi antagonis dalam cerita singkat mereka.

Baca juga:

Lakon 'Tanggeria': BATDD x Dongker Satukan Musik, Teater, dan Imajinasi

Pesan Penutup: Kolaborasi Pertama dan Mungkin, Tidak Terakhir

Bagi Supple dan BATDD, kolaborasi teatrikal ini adalah yang pertama. Namun jika dilihat dari reaksi penonton yang terpikat, kemungkinan besar bukan yang terakhir.

Di akhir pertunjukan, simbol telinga itu masih menggantung — bukan sebagai hiasan, melainkan sebagai janji. Bahwa di tengah bisingnya dunia, selalu ada ruang untuk mendengar dengan penuh perhatian. Bahwa musik bukan sekadar soal bunyi — tetapi juga cerita dan kebersamaan.

Di luar panggung, suasana menjadi hangat, beberapa penonton masih membahas narasi singkat itu. Ada yang menyebutnya “aneh tapi memikat,” ada yang bertanya-tanya apakah benar ada kota bernama Bintaro Bawah Tanah.

Di situlah sukses teater musik ini: ia membuka ruang bawah tanah baru dalam imajinasi, tempat di mana suara bisa menjadi cerita, dan kolaborasi lintas genre menjadi sebuah perayaan.

Sebuah pertunjukan tak harus megah, jika ia berhasil menginspirasi. Dan malam itu, suara-suara yang hampir hilang akhirnya kembali dibuat terdengar. (far)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan