Memaknai Hidup dari Filosofi Angklung
Sabtu, 19 November 2016 -
MerahPutih Budaya - Angklung tidak sekadar bagian dari seni tradisional Nusantara, namun sudah menjadi warisan dunia.Salah seorang praktisi angklung Bandung Asep Suhanda, mengungkapkan, komponen alat musik yang terbuat dari bambu, dan lahir dari seni tradisional masyarakat Jawa Barat ini memiliki pesan mendalam dalam memaknai hidup.
“Coba kita perhatikan, tabung angklung selalu dipasang sehadap, dimana tabung kecil ada di depan tabung yang besar. Ketika dimainkan, maka tangan orang harus menggetarkan angklung pada sisi tabung yang besar. Maknanya adalah, bahwa seorang yang lebih besar atau tua harus berani mengambil tanggung jawab untuk mulai bergerak, dan mendorong yang kecil. Sementara itu yang kecil atau muda sebaiknyalah bergerak serentak dengan yang besar, menuju arah tujuan yang sama,” papar Asep Suhanda, di Sany Rosa Hotel, Jalan Hegarmanah No 2 A Kota Bandung, Jumat (18/11) malam.
Ia juga mengungkapkan, musik angklung bisa dimainkan sendiri, namun hanya menghasilkan satu nada suara, dan tidak memiliki keindahan nilai estetika nada yang indah. Namun ketik dimainkan secara kompak dengan keberagaman nada yang berbeda, dan mengikuti not, akan menghasilkan suara yang indah untuk didengarkan.
“Begitu juga dalam kehidupan, kalau melakukan sesuatu dengan kompak, mengikuti aturan, akan berjalan dengan baik, dan mendapatkan hasil yang baik pula. Jadi semua harus kerjasama, tidak ada yang iri, yang kebagian goyang angklung sedikit, harus tetap ikhlas, yang kebagian banyak juga harus ikhlas, maka hasilnya juga akan indah untuk didengarkan,” katanya.
Dari situlah, kata Asep, pentingnya sebuah pemimpin, yang dalam hal ini sebagaikonduktor, atau pemandu yang memberi aba-aba akan menentukan arah terhadap jelek atau indahnya permainan angklung. “Makanya (konduktor-red), juga penting dalam menentukan indah atau jeleknya rangkaian nada. Begitu juga dengan pemimpin, makanya ada aturan-aturan yang harus diikuti,” tandanya. (Widi)
BACA JUGA: