Selalu Jujur dengan Keterbatasannya, Kunci Kesuksesan Angkie Yudistia

Selasa, 04 Desember 2018 - Ikhsan Aryo Digdo

ANGKIE Yudistia telah menembus batas sebagai seorang penyandang disabilitas. Sejak berusia 10 tahun ia enggak lagi memiliki kemampuan mendengar dengan normal. Penyebab awalnya ialah demam tinggi. "Waktu itu saya terkena malaria," cerita Angkie saat ditemui di Bekasi, Senin (3/12).

Namun, akhirnya ia bisa melewati segala rintangan. Dirinya kini menjadi seorang perempuan sukses. Profesinya enggak tanggung-tanggung, yaitu CEO sebuah perusahaan yang memberdayakan ekonomi untuk penyandang disabilitas bernama Thisable Enterprise.

Pengembangan dirinya untuk menjadi sukses juga enggak mudah. Ia harus berperang dengan hatinya sendiri. Wajar, ia kerap enggak menerima dirinya sebagai penyandang disabilitas pada awalnya. Tapi, kini Angkie benar-benar bisa meraih kesuksesan walaupun ia termasuk kaum difabel. "Jujur adalah kuncinya. Kita enggak perlu memiliki ekspektasi tinggi. Kita bisa begini karena apa adanya," imbuhnya.

1. Bagi Angkie pendidikan ialah modal utama meraih kesuksesan

Angkie memiliki gelar S-2. (Foto: MP/Ikhsan Digdo)

Mungkin kalau berada di posisi Angkie, kamu akan sulit menerima keadaan dan tentu saja akan merasa berat untuk menempuh pendidikan. Apalagi masih jarang sarana pendidikan yang ramah disabilitas. Namun, yang dialami Angkie justru sebaliknya.

Ia tetap semangat menempuh pendidikan karena menurutnya edukasi sangatlah penting. Hasilnya, perempuan 30 tahun ini memiliki gelar S-2 dari universitas swasta ternama di Jakarta. "Karena pendidikan pikiran saya terbuka, saya enggak terpaku dengan terminologi yang ada," terang Angkie.

2. Selalu percaya Tuhan akan selalu memberikan pertolongan

Angkie percaya Tuhan akan selalu ada untuknya. (Foto: MP/Ikhsan Digdo)

Pemikiran Angkie ini sepertinya harus diikuti siapa pun. Ia selalu percaya bahwa Tuhan tidak pernah tidur. Meskipun awalnya kurang memiliki rasa percaya diri, akhirnya Angkie dapat menembus batas sebagai penyandang disabilitas. Bahkan ia pun menulis sebuah buku yang sangat menginspirasi para penyandang disabilitas bertajuk Perempuan Tuna Rungu Menembus Batas. "Ketika ada masalah Tuhan yang menolong kita melalui tangan manusia," ujarnya.

3. Orangtua Angkie enggak pernah menyerah memberikan dukungan

Dukungan orangtua yang enggak pernah habis (Foto: MP/Ikhsan Digdo)

Orangtua memang selalu menjadi pendukung utama seorang anak. Inilah yang dialami oleh Angkie. Bagi ibu satu anak ini, orangtuanya enggak pernah menyerah memberikan dukungan.

Ia juga bercerita saat mendapat perlakuan bullying dari orang lain, orangtuanya selalu maju paling depan untuk membela dirinya. Saat Angkie merasa terpuruk, orangtuanya selalu mendorongnya untuk keluar dari zona nyaman. "Kita bisa begini karena orangtua kita. Orangtua kita tidak pernah membatasi Kita berdiam saja di rumah," jelasnya.

4. Enggak bergantung dengan bahasa isyarat

Angkie mencoba masuk di lingkungan inklusif (Foto: MP/Ikhsan Digdo)

Kaum difabel seperti Angkie memiliki alternatif dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat. Sehingga berkomunikasi dengan siapapun atau sesama penyandang disabilitas bisa menjadi lebih mudah. Tapi Angkie mencoba enggak bergantung dengan bahasa isyarat ketika berbicara dengan orang biasa. Sebab ia ingin menjadi seorang yang memiliki kemampuan setara dengan siapa pun.

Bahasa isyarat tetap ia gunakan untuk berdiskusi dengan orang yang juga enggak memiliki kemampuan mendengar. "Saya bukan enggak menggunakan bahasa isyarat, saya mencoba menjadi lingkungan inklusif," tukasnya.

Untuk Sahabat Merah Putih, jangan pernah menyerah untuk berkarya ya. Jika Angkie bisa, tentu saja diri kamu juga bisa meraih kesuksesan walau dengan keterbatasan. (ikh)

Baca juga: Angkie Yudistia, Meraih Sukses dengan Mensyukuri Keterbatasan

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan