Komentari Film Dokumenter ‘Dirty Vote’, Anies Singgung Potensi Kecurangan
Senin, 12 Februari 2024 -
MerahPutih.com - Capres nomor urut 1, Anies Baswedan, angkat suara mengenai munculnya film dokumenter 'Dirty Vote' yang membahas tentang kecurangan dalam Pemilu 2024. Anies pun menganalogikan dengan awan gelap dan hujan.
"Itu mulai agak awan gelap. Ya kita bisa mengatakan, ini tanda-tandanya mau hujan, tapi ketika pertanyaannya Pak Anies apakah pasti hujan, saya enggak tahu. Tapi ketika kita mengatakan 'oh ini tanda-tandanya mau hujan, oh iya ini tanda-tanda mau hujan'" ucap Anies kepada wartawan di kediaman Jusuf Kalla, Jakarta Selatan, Senin (12/2).
Baca juga:
Film Dokumenter 'Dirty Vote' Muncul Jelang Pencoblosan, Begini Respons Bawaslu
Anies juga mengatakan, potensi kecurangan bisa saja terjadi kapan saja.
"Jadi itu semua apakah peristiwa-peristiwa itu (dalam dokumenter Dirty Vote) tanda-tanda akan ada kecurangan? Iya, itu tanda-tandanya, apakah terjadi? Nah kita harus lihat tanggal 14 (Februari)" imbuhnya.
Kemudian, ia mengingatkan semua pihak mengenai tanda-tanda kecurangan Pemilu yang ditunjukkan lewat film dokumenter Dirty Vote.
"Karena itulah kita ingatkan kepada semua tanda-tandanya ada, ditunjukkan oleh film itu. Apakah nanti kejadian, kita lihat nanti, makanya kita punya kesempatan yuk jaga diri jangan sampai itu kejadian," sambung Anies.
Baca juga:
Anies Ajak Pendukungnya Memperjuangkan Perubahan sampai Tuntas

"Jangan lakukan kecurangan, hentikan, mumpung masih ada dua hari nih. Jangan dikerjakan karena ini merusak semua, seperti pertandingan sepak bola yang kemudian segalanya serba diatur sampai skornya diatur," tutur Anies.
Ia menilai, rakyat ingin adanya transparansi dan kejujuran. Anies mewanti-wanti rakyat bisa bertindak jika terjadi kecurangan.
"Jadi betul-betul harus hati-hati, jangan pernah melawan yang disebut sebagai kemauan rakyat dalam sebuah Pemilu, jadi jangan dimanipulasi," kata Anies.
Seperti diketahui, film dokumenter eksplanatori Dirty Vote yang digarap oleh sutradara Dandhy Dwi Laksono, sudah resmi dirilis pada Minggu (11/2).
Pada film tersebut, tiga pakar hukum tata negara, Zainal Arifin, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari, menguliti bagaimana berbagai instrumen kekuasaan digunakan untuk memenangkan Pemilu meski prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi.
Lalu, penggunaan kekuasaan yang kuat dengan infrastruktur yang mumpuni dilakukan oleh penguasa demi mempertahankan status quo. (knu)
Baca juga: