Semangat Baja Atlet Renang Difabel Laura Dinda
Kamis, 18 Oktober 2018 -
PERHELATAN Asian Para Games 2018 yang digelar 6-13 Oktober lalu meninggalkan banyak sekali kisah inspiratif yang menggugah hati.
Salah satu kisah itu datang dari Laura Aurelia Dinda Sekar Devanti, atau yang lebih dikenal dengan Laura Dinda. Gadis cantik kelahiran Pekanbaru, 22 September 1999 itu ialah atlet para renang Indonesia yang ikut berlaga di ajang olahraga difabel terbesar se-Asia tersebut.
Kecelakaan yang mengubah semua
Musibah yang menimpa Dinda pada 2015 mengubah jalan hidupnya. Dari atlet renang nondifabel, ia kini menjadi atlet para renang.
Saat itu Dinda berusia 16 tahun. Ia tengah mengikuti Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) di Semarang, Jawa Timur, ketika ia terjatuh di kamar mandi.
Tak ada efek negatif yang ia rasakan ketika itu. Ia bahkan tetap berlaga di Popda. Namun, beberapa minggu setelahnya, ada hal aneh yang ia rasakan pada tubuhnya. "Jadi ketahuannya enggak langsung. Setelah sebulan beraktivitas seperti biasa, baru diketahui tulang punggung saya patah," ujar Dinda saat ditemui Merahputih.com di kawasan Sarinah, Jakarta, Rabu (17/10).
Cedera pada punggung itu mengakibatkan gangguan koordinasi bagian bawah tubuh. Dinda bercerita bahwa tulangnya terpisah dari posisinya sehingga ia tidak bisa beraktivitas.
Meskipun demikian, optimisme tak memudar dalam dirinya. Ia selalu berpikir bahwa ia akan sembuh. Namun kenyataannya, setelah menjalani operasi, bulan setelah kecelakaan, Dinda harus menghadapi kenyataan bahwa kondisinya tak juga membaik.
Setahun berlalu, terpaan cedera menumbuhkan depresi pada Dinda. Rasa putus asa menyelimuti lantaran kakinya tak kunjung sembuh. Terlebih, ia merupakan seorang atlet renang yang telah dipersiapkan sejak kecil. Tapi apa daya, kondisinya telah berubah. Ia bingung harus bagaimana agar tetap bisa ikut kompetisi renang.
Bangkit dari keterpurukan
Keputusasaan mengubah Dinda menjadi sosok temperamental. Ia menganggap beberapa rencana hidupnya, seperti melanjutkan kuliah dan jadi atlet renang yang sukses, telah kandas.
Namun, ia beruntung. Dukungan orang-orang terkasih membuat Dinda bangkit kembali. "Karena dukungan orangtua dan teman-teman, saya akhirnya bisa bangkit lagi. Saya berpikir, 'oh temen-temen saya dan keluarga masih percaya, masak saya harus terpuruk begini?'. Saya berusaha menerima keadaan, karena saya lihat di luar sana banyak yang lebih kekurangan daripada saya, tapi mereka bisa survive. Kenapa saya tidak?" ujar Dinda dengan wajah yang sendu.
Selain dukungan dari orang-orang terkasih, renang dan kuliah menjadi motivasi Dinda untuk bangkit. Bagi Dinda, renang membuatnya merasa bisa melakukan apa yang bisa ia lakukan seperti dulu. Hanya saja kali ini dengan cara yang berbeda.
Tak hanya berjuang melawan keputusasaan dalam diri, Dinda pun masih harus menghadapi diskrimasi dan ejekan dari teman-teman karena kondisinya. Ia terkadang meluapkan amarah dan kekecewaannya terhadap teman-teman. Meskipun demikian, teman-teman Dinda tetap sabar. Mereka tetap mendukung Dinda untuk bisa bangkit dan menerima keadaan.
Saat tertimpa musibah, Dinda mengaku jika tak mendapat diskiriminasi atau ejekan dari teman-temannya karena kini dirinya berada di kursi roda. Justru dirinyalah yang terkadang kerap meluapkan amarah kekecewaanya kepada rekannya. Beruntung Dinda memiliki teman-teman yang baik, mereka tetap sabar menghadapi Dinda dan terus mendukungnya untuk bisa bangkit dan menerima keadaan.
Cita-cita mulia
Selain menjadi seorang atlet, tak banyak yang tahu bahwa Dinda tengah mengenyam pendidikan S-1 jurusan psikologi di Universitas Gadjah Mada. Rencananya, setelah mendapat gelar S-1 nanti, ia akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu S-2.
Pilihan jurusan psikologi bukanlah tanpa alasan. Ia punya misi mulia di balik itu, terlebih jika ia bisa menamatkan S-2. "Karena saya merasa kesehatan mental di Indonesia kurang diperhatikan. Sementara banyak orang yang mentalnya terganggu, tapi tidak diperhatikan. Fisik saya seperti ini misalnya bisa dibilang tidak sehat, tapi mental saya sehat. Saya bisa melakukan semuanya, tapi kalau kondisi fisik kita sehat, tapi mental kita enggak sehat, kita akan terhambat dalam suatu pekerjaan," jelasnya.
Semangat pantang menyerah
Bagi Dinda, menjadi difabel bukan halangan untuk berprestasi. Hal itu ia buktikan dengan berbagai prestasi yang mengagumkan. Ia meraih medali perak pada Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV/2016. Bahkan ketika itu, ia baru saja mulai bangkit dari keterpurukan.
Capaian itul yang kemudia melecut semangatnya. Tekad kuat ia pertunjukan di ASEAN Para Games 2017 yang digelar di Kuala Lumpur Malaysia. Dua medali emas ia bawa pulang untuk nomor gaya bebas putri 100 meter dan 50 meter.
Pada perhelatan olahraga akbar Asian Para Games 2018, Dinda gagal meraih medali. Untuk nomor gaya bebasa 100 meter, ia berada di urutan keenam. Sementara itu, untuk nomor gaya kupu-kupu 50 meter, Dinda berada pada peringkat ketujuh.
Kendati demikian, bukan berarti itu akhir dari segalanya. Dinda mengaku tak lantas menyerah dan berkecil hati. Itu justru ia jadikan motivasi untuk lebih baik di masa depan.
"Kemarin gagal, penyesalan sih enggak ya. Kalau Tuhan sudah berencana, kita sebagai manusia kan cuma bisa nerima," ucapnya.
Namun, bukan berarti Dinda tak bersedih kala tak berhasil menyumbang medali untuk Indonesia. Ia mengaku sangat sedih karena tak berjalan sesuai dengan rencana. "Kalau sedih sih pasti sedih, karena ya namanya kita sudah ditarget di masa depan mau seperti apa. Namun, ternyata saya tidak bisa dapat. Sedih sih pasti ada lah," ujarnya.
Perjalanan Dinda dalam meraih prestasi masih panjang. Tekad baja dan semangat pantang menyerah ia ia tunjukkan telah membangkitkannya dari keputusasaan. Hal itu ingin ia tularkan ke sesama difabel. "Kerjakan apa pun kondisi dan keadaanmu. Lakukan yang terbaik pada profesimu, karena kita tak tahu di masa depan seperti apa. Jangan menyerah dengan keadaan kita. Jika bukan kita yang mengubah keadaan kita, tak akan ada orang lain yang bisa," pesannya.(Ryn)
Baca juga yuk artikel menarik yang lainnya Apresiasi Khusus pada Atlet Asian Para Games 2018 dapat Emas 100 gram