Kasus Suap Ketua PN Jaksel Tercium dari Vonis Ronald Tannur
Minggu, 13 April 2025 -
MerahPutih.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan barang bukti dari kasus suap hakim vonis bebas Grogerius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya berkembang menjadi kasus lain.
Berbekal bukti itu, Kejagung menetapkan Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta sebagai tersangka.
Ia terjerat dalam perkara dugaan menerima suap atas vonis onslag atau lepas tiga terdakwa korporasi kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng. Kasus ini muncul karena Kejagung mengendus indikasi buruk atas vonis tersebut.
Baca juga:
Suap Vonis Lepas Kasus Minyak Goreng, Kejagung Sita Valas Hingga Mobil Mewah
"Kan penyidik setelah putusan onslag, ya tentu menduga ada indikasi tidak baik, ada dugaan tidak murni onslag itu. Tapi, ketika dalam penanganan perkara di Surabaya, ada juga informasi soal itu, soal nama MS (Marcella Santoso) itu," kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat jumpa pers di kantornya, Sabtu (12/4) malam.
Kejagung mendapati bukti advokat Marcella Santoso menyangkut suap kepada hakim Arif. Bukti tersebut mengungkap terdapat janji menyuap hakim Arif sebesar Rp 60 miliar.
"(Bukti) dari barang bukti elektronik. Seperti disampaikan Dirdik tadi, ada janji Rp 60 miliar itu," ujar Harli.
Tercatat, Kejagung menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Marcella Santoso dan Ariyanto selaku advokat dan panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
"Terkait putusan onslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp 60 miliar," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagunf, Abdul Qohar.
Marcella Santoso dan Ariyanto tercatat sebagai pengacara tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng. Sehingga ada tiga terdakwa korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Majelis hakim PN Jakpus yang mengadili perkara ini hanya menjatuhkan vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi itu pada 19 Maret 2025.
Vonis lepas tersebut berbeda jauh dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Dalam tuntutannya, JPU menuntut uang pengganti sebesar Rp 937 miliar kepada Permata Hijau Group, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp 11,8 triliun, dan uang pengganti sebesar Rp 4,8 triliun kepada Musim Mas Group.
Baca juga:
Pendalaman Kejagung berhasil menghimpun bukti munculnya suap di balik vonis lepas itu. Marcella Santoso dan Ariyanto diduga memberikan suap Rp 60 miliar kepada Muhammad Arif Nuryanta lewat Wahyu Gunawan.
Arif Nuryanta disebut menggunakan jabatannya sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu guna mengatur vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng.
"Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan telah menerima, diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslags," ucap Qohar. (Pon)