HTI Jangan Lagi Berlindung di Balik Tameng Umat dan Kebebasan Berserikat
Rabu, 09 Mei 2018 -
MerahPutih.com - Hizbut Tahir Indonesia (HTI) dikritik telah menggunakan umat sebagai tameng dengan membuat propaganda tagar provokatif yang bertujuan untuk membangkitkan ghirah agama. Mereka juga memenggal pasal UUD 1945 sepihak demi memuluskan keberadaan HTI yang jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi.
"Hal itu bisa diamati dari sejumlah tagar yang menjadi viral di media sosial. Tagar tersebut antara lain adalah #HTILayakMenang, #DukungHTIUntuk Islam, #Dukung HTI Untuk Umat, #DukungHTIUntuk Dakwahdan Khilafah," kata Direktur Eksekutif The Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, kepada MerahPutih.com, Rabu (9/5).
Menurut Karyono, organisasi militan seperti HTI tidak mudah melunak. Sebab, bagi kader HTI, ideologi tidak pernah mati. Gejala tersebut masih nampak jelas, pascaputusan PTUN sejumlah kader HTI masih melakukan perlawanan. Mereka menggunakan tameng Pasal 28 UUD NRI 1945 tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
"Dalam konteks ini, HTI menggunakan sepenggal pasal sekadar untuk tameng. Bahwa benar UUD 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul. Namun, pasal 28 UUD 1945 juga menyebutkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul tersebut diatur dengan undang-undang. Di sinilah HTI tidak konsisten," ujarnya.

Karyono melihat HTI menilai sistem pemerintahan thogut, tetapi di sisi lain menggunakan sebagian pasal untuk kepentingannya. Hendaknya, kritik dia, HTI jangan hanya menggunakan pasal tentang kebebasan berserikat sebagai tameng untuk melindungi kepentingannya.
Karyono memprediksi, HTI masih ingin mencoba menunjukkan eksistensinya dengan mengabaikan produk hukum. Situasi yang perlu diwaspadai, lanjut dia, jika kekuatan politik oposisi ikut memanfaatkan HTI dan berada di balik perlawanan HTI dengan menempuh cara ekstra parlemen atau melalui cara cara inkonstitusional.
"Di tahun politik sekarang ini, apalagi di tengah pertarungan politik yang miskin etika dan minus kenegarawanan maka segala kemungkinan bisa saja terjadi. Oleh karenanya, publik juga perlu memahami masalah ini agar tidak terprovokasi dan terpengaruh oleh propaganda politik yang kerap menggunakan agama sebagai tameng. Padahal, di balik itu sesungguhnya hanyalah syahwat kekuasaan," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menyayangkan putusan PTUN Jakarta yang menolak permohonan HTI untuk mencabut pembubaran mereka oleh Kementerian Hukum dan HAM. Dia beralasan
UUD 1945 dalam Pasal 28 menjamin kebebasan warga negara untuk berserikat dan berpendapat
"Jadi kami tentu sangat sayangkan apa yang menjadi keputusan ini karena hak untuk berserikat atau untuk berorganisasi itu adalah hak yang dijamin oleh konstitusi," kata Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (7/5).

Menurut Fadli, putusan pengadilan yang memenangkan pemerintah telah memberangus hak warga negara untuk berserikat dan berpendapat. Apalagi, kata dia, HTI juga telah menyatakan mendukung Pancasila sehingga tak perlu dicabut status badan hukumnya. Bahkan, HTI diklaimnya tak pernah melakukan kekerasan sehingga tak ada alasan bagi pemerintah membubarkannya.
Fadli pun mendukung upaya HTI mengajukan banding atas putusan PTUN yang menolak permohonan mereka. "Harusnya kita menjunjung demokrasi kita itu meskipun dengan perbedaan-perbedaan," tutur Wakil Ketua DPR itu.
Sebagai informasi, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menolak seluruh gugatan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atas keputusan pembubaran organisasi kemasyarakatan (ormas) tersebut oleh pemerintah, Juli 2017 lalu.
"Mengadili untuk menolak seluruh gugatan dari penggugat," kata Ketua Majelis Hakim Tri Cahya, saat membacakan amar putusan dalam sidang gugatan HTI di PTUN, Jakarta Timur, beberapa hari lalu.

Hakim juga menolak seluruh eksepsi atau pembelaan dari HTI dalam pembubaran organisasi tersebut. Bahkan, hakim menyatakan HTI untuk membayar denda biaya perkara. "Eksepsi tidak terima seluruhnya. Menghukum penggugat bayar perkara Rp455 ribu," ucap Hakim Tri.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai HTI ingin mewujudkan konsep Khilafah di Indonesia. Selain itu, Majelis Halim berpandangan HTI sudah bertentangan dengan Pancasila, khususnya sila ketiga yakni Persatuan Indonesia. "Penggugat bertentangan Pancasila khususnya sila ketiga," ungkap Hakim Tri. (Pon)