Dangdut, Musik yang Disukai Semua Kalangan di Negeri Aing
Jumat, 22 Januari 2021 -
DI Negeri Aing, dangdut disukai seluruh kalangan. Penikmatnya dari mulai kalangan bawah, menengah, hingga atas. Sehingga tak heran kalau musik dangdut menjadi salah satu favorit dan khas di Negeri Aing.
Dangdut sendiri merupakan salah satu musik populer Indonesia, yang telah berkembang pesat pada tahun 1960-an. Kala itu dangdut lebih dikenal dengan sebutan 'Orkes Melayu'.
Baca Juga:
Sejumlah penyanyi serta pencipta lagu dangdut ternama saat itu, antara lain yakni Ema Gangga, Hasnah Tahar, Said Effendi, Munif Bahaswan, Ellya Khadam dan sebagainya.
Sementara dari segi instrumen, awalnya musik dangdut atau Orkes Melayu menggunakan gitar, andoli, bass, akorio, suling,tamborin dan kendang dua sisis.
Selanjutnya komposisi instrumen musik dangdut beralih, akordion digantikan dengan keyboard elektrik, gitar dan bass dari akustik menjadi elektrik, serta tambahan instrumen lain seperti drum set, terompet, saksophone, dan timphani.
Pola musik dangdut sangat dinamis, sehingga cukup potensial digunakan sebagai musik pergaulan dengan tradisi joget ramai-ramai bahkan nyawer atau ngibing.
Seperti yang dilansir dari berbagai sumber, pertama kali, istilah dangdut diperkenalkan oleh Billy Silabumi, dalam cerpennya pada majalah Aktuil. Majalah itu yang mempopulerkan istilah dangdut menggantikan sebutan Orkes Melayu.
Kata dangdut merupakan sebuh idiom kata yang sebenarnya oleh Billy Silabumi digunakan untuk 'mengejek' Orkes Melayu yang dari segi musikal terkesan monoton, dengan hanya mengeksploitasi bunyi dhang dan dhut.
Kata dangdut lantas menjadi populer, tapi para musisi Orkes Melayu tidak serta merta menerima kehadiran kata dangdut, namun mereka juga tidak menolaknya.
Ada sejumlah musisi yang masih menggunakan Orkes Melayu untuk menyebut nama kelompoknya dan menggunakan kata dangdut, untuk menyebut jenis musiknya. Dengan begitu, kata dangdut berasal dari Anomatophe, bunyi musikal kendang, dhang dan dhut.

Di Era 70-an, Rhoma Irama bersama dengan kelompok Soneta dan Elvi Sukaesi, masuk dalam blantika musik dangdut.
Pada musik dangdutnya, sanga 'Raja Dangdut' mencoba mengurangi warna India dan meningkatkan warna Timur Tengah, kemudian memasukan unsur-unsur rock'n roll ke dalam elemen musik dangdutnya, hingga melahirkan 'new dangdut'.
Kemudian dari segi artistisk, pencahayaan, tata suara, hingga tata panggun mulai digarap serius, sehingga pementasan yang dilakukan lebih megah, dahsyat dan menarik bagi penonton.
Lalu pada era 90-an merupakan perisode munculnya Dangdut Koplo. Hingga saat ini aliran tersebut masih berkembang.
Menurut Ukat S., pencipta lagu dangdut, mengatakan dangdut di pasar musik populer era tersebut, erat dengan nuansa etnik Indonesia, sehingga menjadi dangdut etnik.
Dangdut pada masa itu mengendap ke lokus-lokus daerah, serta bersinergi dengan lokalitas di dalamnya. Baik secara bahasa, teknik vokal, melodi, maupun kolaborasi instrumen
Dangdut yang semula diasosiasikan dengan Melayu dan India, kemudian dimaknai ulang menjadi lebih melokal dan regional.
Baca Juga:
Setelah Suharto lengser, dangdut etnik hadir di kancah musik lokal. Dinyanyikan dalam bahasa dearah kemudian dipasarkan ke komunitas etnik tertentu.
Dangdut juga berkembang di sejumlah lokasi di Indonesia, antara lain Sumatra Barat (saluang dangdut Minang), Jawa Barat (pong-dut Sunda), Cirebon (tarling), Jawa Timur (koplo Jawa), dan Banjarmasin (dangdut Banjar)
Dangdut mulai merebak dan bersentuhan dengan pengaruh-pengaruh lokalitas di berbagai daerah. Pada perkembangannya, kemudian Dangdut Koplo yang muncul oleh basis seniman Jawa Timur menjadi lebih populer terutama pasca munculnya kontroversi "goyang ngebor" Inul Daratista
Sementara di tahun 2003, pada perkembangannya muncul pula perkembangan dangdut di daerah sekitar Nganjuk, Ponorogo, dan Probolinggo yang memasukan idiom musik dalam seni jaranan sehingga menjadi Jandut atau Jaranan Dangdut yang dipopulerkan oleh OM Sagita dan Om Sonata.
Fenomena dangdut etnik tersebut merupakan sebuah produk dari dua tahap proses interkultur, antara dangdut (unsur India, Arab, dan Amerika) dengan unsur musik lokal. Basis Dangdut Koplo muncul di daerah Jawa Timur hingga Jawa Tengah. Salah satu ciri pementasannya yakni model-model erotisme para penyanyinya.
Seperti model pentas kelompok yang diikuti oleh Inul Daratista yakni OM Bianglala. Gaya pementasan yang sama dimunculkan oleh kelompok-kelompok seperti Trio Macan (Lamongan), Pallapa (Sidoarjo) yang sekarang menjadi New Pallapa, Monata (Mojokerto), Sera (Gresik), Evita (Gresik), Sagita dengan mengusung “Jaranan dan Dangdut Koplo” atau “Jarandut”.

Terlepas dari banyaknya jenis dangdut di Indonesia, yang jelas hampir di setiap wilayah, musik dangdut sangat diminati. Terbukti tak pernah sepi pengunjung bila digelar sebuah pementasan atau konser musik dangdut.
Bahkan musik dangdut bisa diterima dan disukai di konser-konser besar yang berisi anak-anak gaul ibu kota. Seperti halnya pada Synchornize Festival. Ketika sang Raja Dangdut Rhoma Irama tampil, seluruh penonton yang didominasi oleh anak-anak gaul ibu kota merasa sangat senang, bahkan hafal dengan lagu-lagu fenomenal dari Rhoma Irama. (Ryn)
Baca Juga:
Jajanan SD di Negeri Aing Nikmat dan Bikin Ketagihan, Tapi...