Dampak Buruk KIM Plus Permanen, Oposisi Hilang dan Muncul Kebijakan yang Pro Elit Politik
Senin, 17 Februari 2025 -
MerahPutih.com - Presiden Prabowo Subianto mengusulkan Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus) sebagai sebuah bentuk kerja sama politik permanen yang bertujuan untuk memastikan stabilitas pemerintahan hingga 2029.
Pengamat kebijakan publik Achmad Nur Hidayat menilai, terdapat kekhawatiran bahwa koalisi ini dapat mengarah pada penurunan kualitas layanan publik.
“Ini berpotensi meminimalisasi keberadaan oposisi yang diperlukan sebagai penyeimbang pemerintahan,” jelas Achmad kepada wartawan di Jakarta, Senin (17/2).
Menurut Achmad, salah satu kekhawatiran utama dari pembentukan koalisi permanen adalah dampaknya terhadap layanan publik.
“Jika koalisi ini hanya bertujuan untuk mengamankan kepentingan politik dan memastikan loyalitas partai pendukung, maka ada potensi bahwa kebijakan yang dihasilkan lebih menguntungkan elite politik dibandingkan masyarakat luas,” sebut Achmad.
Baca juga:
SBY Minta KIM Plus Jangan Ada yang 'Mendua Hati', Tetap Loyal ke Prabowo
Dalam beberapa kasus, pemerintahan yang didominasi oleh satu kekuatan politik cenderung lebih mudah dalam mengambil keputusan yang tidak populer.
“Seperti pemangkasan anggaran layanan publik atau kenaikan harga kebutuhan dasar yang diatur oleh pemerintah,” sebut Achmad.
Dengan lemahnya pengawasan, kebijakan seperti kenaikan harga BBM, listrik, LPG 3 kg, serta iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan dapat diterapkan tanpa ada perlawanan yang berarti.
“Jika hal ini terjadi, maka dampaknya akan sangat dirasakan oleh masyarakat kecil yang semakin terbebani oleh biaya hidup yang tinggi,” sebut Achmad yang juga ekonom dari UPN Veteran Jakarta ini.
Pembentukan koalisi permanen oleh Prabowo melalui KIM Plus memang bisa menjadi langkah strategis untuk menjaga stabilitas pemerintahan. Namun, stabilitas politik tidak boleh mengorbankan kualitas layanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
“Dalam konteks demokrasi, keberadaan oposisi sangat penting untuk memastikan bahwa pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang,” tutup Achmad. (Knu)