Orangtua Bisa Jadi Pelaku Perundungan, Kenapa?
Senin, 09 Juli 2018 -
SEMUA orang tahu pelaku bullying (perundungan) ialah anak nakal. Mereka umumnya merasa paling kuat dan selalu merendahkan yang paling lemah. Kasus perundungan pun tidak jarang terjadi di kalangan anak sekolah. Siswa maupun siswi bisa jadi korban atau pelaku perundungan.
Namun, siapa sangka, perundungan bisa terjadi di dalam keluarga sekalipun. Yang lebih mengecewakan, pelakunya ialah orangtua sendiri. Sekilas memang tidak mungkin, tapi kejadian seperti itu tidak sekali terjadi. Bisa jadi siapa pun pernah merasakannya.
Perundungan yang dilakukan orangtua bisa terjadi dalam bentuk membandingkan kemampuan anak dengan anak lain. Tujuannya mungkin memacu anak agar lebih giat belajar. Namun, cara itu nyatanya salah. Apa yang dilakukan orangtua tersebut bisa disebut tindakan perundungan. "Pertumbuhan potensi mereka terganggu karena dibanding-bandingkan," ujar Retno Listyarti, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kepada Merahputih.com, belum lama ini.

Tindakan membandingkan yang dilakukan orangtua, kata Retno, akan menempatkan anak di bawah tekanan. Hasilnya benar-benar sama seperti korban perundungan. Mereka akan tertutup dan bersikap introvert di sekolah. Ditambah, saat di rumah sendiri mereka pun akan takut.
Selain membandingkan, kasus perundungan seperti itu terjadi karena garis keturunan. Ya, gaya mendidik anak setiap keluarga memang berbeda. Karena itu, sebenarnya di sini orangtua seakan melakukan balas dendam. Orangtua tersebut ingin anak mereka belajar seperti gaya belajar mereka dulu.
Keadaan seperti itu sangat rumit, karena tidak wajar jika seorang anak melaporkan orangtuanya sendiri kepada pihak berwajib. Yang ada, sang anak malah hanya diam. Tidak ada tempat mengadu bagi mereka.

Menurut Retno, peran guru di sekolah sangat besar di sini. Mereka harus bisa melihat perubahan anak di sekolah. Apakah mereka sedang berada di bawah tekana atau tidak. Dalam hal ini, peran guru konseling paling besar. "Di situlah guru bisa jadi jembatan ke orangtua," tambah Retno.
Intinya, Retno menegaskan bahwa tindakan membandingkan anak harus dihindari orangtua. Sikap terbaik orangtua ialah membantu anak saat mereka menemukan kekurangan. Lalu, orangtua harus bisa membantu sang anak menemukan kelebihan mereka.
Tidak lupa Retno mengingatkan agar korban perundungan harus direhabilitasi. Jangan dibiarkan begitu saja karena bisa jadi mereka trauma. Kasus perundungan harus segera ditangani, karena tidak menutup kemungkinan korban perundungan dapat menjadi pelaku perundungan di masa depan. Dengan kata lain, mereka ingin melakukan balas dendam kepada orang lain. "Kalau sudah terpukul secara mental harus direhabilitasi," tukasnya.(ikh)
Baca juga: Penentuan Batas Usia Pemakai Gawai Cegah Perundungan