Penentuan Batas Usia Pemakai Gawai Cegah Perundungan


Bully berawal dari penggunaan gawai (Foto: Pexels/Azz Bad)
KASUS bullying (perundungan) memiliki akar yang bermacam-macam. Umumnya hal itu terjadi di kalangan anak-anak dan remaja. Bukan berarti perundungan terjadi karena si anak lemah. Akar permasalahan perundungan ini bisa bermacam-macam.
Siapa pun bisa jadi korban perundungan. Bahkan, anak berprestasi sekalipun bisa jadi korbannya. "Biasanya hal itu disebabkan adanya rasa iri sama anak berprestasi ini," tutur Retno Listyarti, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kepada Merahputih.com, belum lama ini.
Menurut Retno, orangtua dapat berperan dalam mencegah perilaku perundung. Salah satu caranya ialah menentukan usia penggunaan gawai. Terutama untuk kategori gawai ponsel pintar, tab, dan laptop. Menggunakan gawai saat usia matang akan membuat pengguna lebih bertanggung jawab.
Umur ideal anak menggunakan gawai, kata Retno, ialah 13 tahun. Itu pun tetap masih dalam pengawasan orangtua. Bentuk pengawasan yang diberlakukan ialah dengan menerapkan waktu pemakaian, ditambah dengan konsep meminjam dari orangtua. Maksudnya, gawai sebenarnya tetap dimiliki orangtua disertai kata sandi.

Dengan begitu, orangtua dapat mengawasi setiap kegiatan yang dilakukan anak saat pemakaian gawai. Jadi pemakaian gawai tetap atas izin dan menggunakan peraturan orangtua. "Saya punya teman, jadi gadget itu dipinjamkan. Jadi ada password," imbuh Retno.
Baca juga: Tukang Becak Menginspirasi Hotman Paris Sukses dan Punya Lamborghini
Membatasi usia pemakaian gawai bukanlah hal mudah. Pasalnya, kecanduan gawai kini bukanlah masalah sepele. Saking seriusnya masalah tersebut, WHO sampai memasukkan kecanduan gawai sebagai salah satu penyakit kelainan mental. Berakar dari penggunaan gawai terlalu dini, setiap anak memiliki kemungkinan jadi korban perundungan atau bahkan perundung. "Sekarang WHO memasukkan kecanduan ini sebagai penyakit mental," tambahnya.

Lebih parahnya lagi, Retno pernah menemukan kasus anak kecanduan berlebih pada gim. Saat dilarang bermain gim, anak itu pun tidak segan membenturkan kepalanya ke tembok. Kesimpulannya, anak masa kini yang di bawah umur sudah tidak asing bermain di media sosial. "Ini menunjukkan anak-anak sekarang punya gadget dan punya media sosial," tegasnya.
Yang terpenting, dalam kasus perundungan, pihak korban harus fokus mengikuti tahap penyembuhan mental. Penyebab kasus bully yang terus berlanjut bisa saja berakar dari korban. Dalam arti, si korban menaruh dendam kepada orang lain. "Trauma perundungan harus diobati agar tidak jadi pelaku," tutupnya.
Sahabat Merah Putih, yuk bersama-sama stop perundungan. Bersimpatilah kepada korban. Mereka bisa menjadi trauma dan depresi. Tidak tertutup kemungkinan juga mereka rela mengakhiri hidup sendiri.(Ikh)
Baca juga: AIB #CyberBully, Bully Meninggalkan Teror