Asal-Usul Sakola Isteri, Sekolah Perempuan Pertama asal Bandung

Minggu, 16 Januari 2022 - P Suryo R

SELAMA ini kita mungkin lebih familiar dengan sosok ibu RA Kartini. Namanya harum karena berhasil mengangkat harkat dan martabat perempuan. Tak hanya urusan sumur, dapur, dan kasur, perlawanannya jadi bibit perjuangan yang membuat aku, kamu, dan semua perempuan Indonesia bisa duduk di bangku pendidikan, juga kursi pemangku kepentingan lainnya. Namun, jangan salah. Ternyata, di balik itu, ada pula sang pejuang kaum hawa dari Kota Bunga.

Ialah Raden Dewi Sartika yang lahir di Cicalengka, 4 Desember 1884. Sesuai dengan namanya, ia bak dewi yang menjadi pionir emansipasi perempuan. Buktinya bisa dilihat dalam wujud sebuah tempat menimba ilmu bernama Sakola Isteri.

Baca Juga:

Tiga Fakta Sejarah dan Budaya pada Kuliner Gorontalo

sakola
Memiliki kurikulum yang disesuaikan dengan Inlandsche School. (Foto: Kumeok Memeh Dipacok)

Didirikan pada 16 Januari 1904, sekolah itu berlokasi di Paseban Kulon Pendopo, Kabupaten Bandung. Demikian seperti dilansir dari laman resmi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. Sekolah khusus perempuan ini bisa dibilang sebagai yang pertama di antara lainnya. Saat itu, muridnya hanya sekitar 20 orang dengan tiga orang tenaga pendidik, yaitu Dewi Sartika, ibu Purma, dan ibu Uwit. Meski terkesan sedikit, namun pergerakannya sudah luar biasa.

Di sana, para siswa belajar keterampilan untuk perempuan. Mulai dari memasak, mencuci, menyetrika, menjahit, menyulam, dan membatik. Namun, tak hanya sekadar urusan rumah tangga. Pelajaran untuk mengasah otak pun ada. Sebut saja pelajaran agama, kesehatan, bahasa Melayu dan Belanda, sampai pengetahuan umum yang disesuaikan dengan kurikulum Inlandsche School.

Terbukti sukses, perkembangan Sakola Istri cukup pesat. Hanya berselang setahun kemudian, ruangan kelas di Paseban Kulon tak lagi memadai karena kehadiran murid baru. Akhirnya, sekolah dipindahkan ke Jalan Ciguriang dan empat tahun kemudian tepatnya tahun 1909 bangunan diperluas lagi. Tahun itu jadi momen istimewa juga karena mereka berhasil melepaskan lulusan pertamanya dengan ijazah.

Baca Juga:

UNESCO Tetapkan Gamelan Jadi Warisan Budaya Tak Benda

dewi sartika
Raden dewi Sartika mendirikan Sakola Isteri. (Foto: jabarpublisher)

Kemudian pada tahun 1910, Sakola Istri berganti nama jadi Sakola Dewi Sartika. Namun, setelahnya berubah jadi Sakola Kautamaan Istri pada 1914 agar sesuai dengan tujuan pendidikan sekolah, yaitu menghasilkan perempuan-perempuan utama. Pada masa itu, sekolah ini menyebar ke berbagai kota dan kabupaten. Mulai dari Garut, Tasikmalaya, hingga Purwakarta. Bahkan pada 1920 mereka buka cabang. Setiap kabupaten di Tatar Sunda sudah mempunyai Sakola Keutamaan Istri.

Pada peringatan hari ulang tahunnya yang ke-25, pemerintah Hindia Belanda memberikan sumbangan sekolah baru yang bisa dipakai sejak September 1929. Sementara sang tokoh utama, Raden Dewi Sartika mendapat tanda jasa Bintang Perak. Tak hanya itu, istri R. Kd. Agah Suriawinata ini juga menerima tanda jasa kerajaan Ridder in de Orde in de Orde Van Nassau atas pengabdiannya sebagai pendidik pertama anak-anak perempuan.

Kini, ketika wisatawan menyusuri Jalan Kautamaan Istri, mereka akan melihat bangunan sekolah bersejarah itu berdiri kokoh dengan segala kenangannya. Tempat itu sekarang masih dipakai, dialihfungsikan sebagai sekolah inklusi yang menerima Anak Berkebutuhan Khusus. Sebagai penanda, di bagian pojok sebelah kanan bangunan, ada tugu berisi tulisan dan tahun lahir Dewi Sartika. Menjadi pengingat permanen untuk 16 Januari 1904, hari pertama ketika sekolah khusus perempuan dibangun di tanah air. (sam)

Baca Juga:

Sebelum Dipasang Prasasti, Masih Ada Masyarakat Tak Kenal Dewi Sartika

Bagikan

Baca Original Artikel

Berita Terkait

Bagikan