ARTSUBS 2025 Hadirkan Ragam Material dan Teknologi dalam Ruang Seni yang Lentur

Jumat, 01 Agustus 2025 - Ananda Dimas Prasetya

MerahPutih.com - Sebagai kelanjutan dari edisi perdananya tahun lalu, ARTSUBS edisi kedua kembali digelar dengan pendekatan yang menggabungkan semangat artists fair yang hidup dengan kedalaman wacana khas biennale.

Format ini memberikan ruang yang fleksibel bagi praktik seni rupa kontemporer yang terus berkembang dan menjajal batas-batasnya, kali ini tercermin lewat partisipasi lebih dari 120 seniman—dari generasi muda hingga yang telah memiliki nama di kancah nasional maupun internasional.

ARTSUBS 2025 resmi dibuka mulai 2 Agustus hingga 7 September 2025, bertempat di Balai Pemuda Surabaya. Pameran ini dikuratori oleh Nirwan Dewanto dan Asmudjo J. Irianto yang juga bertindak sebagai direktur artistik, dengan Rambat sebagai Direktur Utama.

Baca juga:

Menilik Pameran Seni Rupa Bertajuk Beyond Imagination di Gedung JDC Jakarta

Tema yang diusung kali ini adalah Material Ways, atau Jalan Ragam Materi. Tema tersebut mengeksplorasi bagaimana para seniman memanfaatkan medium dan bahan bukan semata sebagai sarana, melainkan sebagai bahasa ekspresif.

Material yang digunakan menjadi representasi dari dinamika hubungan seniman dengan konteks zaman dan lingkungan mereka.

“Dengan tema ini, kami juga hendak menyajikan kekayaan seni rupa kontemporer Indonesia. Tak lagi dibatasi oleh lukisan dan patung, sejak pertengahan 1970-an di Indonesia, seni rupa mulai menjelajahi berbagai ruang kehidupan, menjadi semacam ‘anti-estetika’. Makna dan praktek seni rupa meluas dan mencair, bersaing dengan kebudayaan populer, bukan lagi terkurung oleh lingkaran ‘borjuis,’” tulis keterangan resminya.

Baca juga:

Transformasi ArtMoments Jakarta: Pameran Seni 2025 Usung Tema 'Restoration'

ARTSUBS 2025 juga memperkenalkan media-media baru seperti video dan teknologi augmented reality, yang berfungsi sebagai jembatan antara bentuk seni konvensional dan pendekatan berbasis teknologi.

Di tengah dunia digital yang semakin mendominasi, muncul kerinduan akan pengalaman yang bersifat nyata dan dihasilkan secara manual. Sentuhan manusia atau tangibility dianggap sangat penting karena memuat emosi, ketidaksempurnaan, serta keaslian yang tak mampu ditiru oleh mesin dan algoritma. (Far)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan